Aspek Filosofis Aspek Sosiologis

mempermudah akses, khususnya bagi masyarakat miskin, pada informasi mengenai peraturan tentang perumahan. Melalui pengembangan KabupatenKota Layak Anak KLA, pemerintah membuat suatu upaya nyata untuk menyatukan isu hak anak ke dalam perencanaan dan pembangunan kabupatenkota. Mengingat program pelayanan dasar perkotaan dipandang sebagai program khusus dan merupakan kerangka kerja dari kantor pemerintahan kabupatenkota, Pengembangan KLA diimplementasikan melalui pemerintah kabupatenkota yang digabungkan ke dalam mekanisme dan kerangka kerja institusi yang ada. Pengembangan KLA secara terus menerus diimplementasikan ke sejumlah bagian kabupatenkota yang terbatas dengan program pelayanan dasar perkotaan yang secara maksimum didukung oleh sumber daya yang ada. Dengan mengintegrasikan konsep perlindungan anak ke dalam program pembangunan kabupatenkota akan lebih mudah dibandingkan dengan merealisasikan Konvensi Hak Anak secara langsung.

7. Aspek Filosofis

Sila kedua dari Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia yaitu “kemanusiaan yang adil dan beradab” dan sila kelima “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” secara filosofis telah mengamanatkan kepada kita untuk mempertimbangkan secara sungguh-sungguh aspek kemanusiaan, keadilan dan keberadaban dalam melaksanakan pembangunan bagi seluruh rakyat Indonesia. Makna kata “bagi seluruh rakyat Indonesia” mengandung prinsip-prinsip non- diskriminasi, pemerataan, dan tidak ada dominasi monopoli kepentingan dalam pembangunan dan kehidupan sosial khususnya bagi anak. Tanggung jawab pemerintahan kabupatenkota didasarkan pada ketentuan : a. Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa “Tujuan Negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia…”; b. Bab X A Undang Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 28B ayat 2 yang berbunyi “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

8. Aspek Sosiologis

Fenomena sosial yang ada memperlihatkan kondisi yang tidak kondusif bagi tumbuh kembang anak, terutama dalam kehidupan keluarga, teman sebaya, masyarakat, media massa dan politik. Pada kehidupan keluarga terjadi pelunturan nilai-nilai kekeluargaan; 47 merenggangnya hubungan antara anak dan orang tua; anak dengan anak; dan antar keluarga atau tetangga. Hal ini menyebabkan perlindungan anak belum terpenuhi. Sikap permisif terhadap nilai-nilai sosial yang selama dianut mulai ditinggalkan. Pada kenyataannya hubungan sosial sebaya telah menyebabkan kekhawatiran orang tua terhadap anak, ketika mereka berada di luar lingkup keluarga. Beberapa kasus yang ditemukan menunjukkan bahwa banyak teman sebaya melakukan tindakan di luar kepatutan seperti keterlibatan dalam kasus narkoba, seks bebas, tindakan amoral dan asosial lainnya. Pada kehidupan masyarakat, nilai-nilai kebersamaan dan kegotong-royongan, serta kesetiakawanan sosial sudah menjadi sesuatu yang langka. Gejala ini, terlihat dari ketidakpedulian pada kehidupan lingkungan sekitar, sehingga hal ini menyebabkan kepedulian terhadap kesejahteraan dan perlindungan anak kurang optimal. Media massa dengan pewartaan dan penayangan kekerasan dan eksploitasi terhadap anak menjadi hal yang biasa, tidak hanya di kota-kota besar tetapi juga di pelosok. Hal ini menambah sederet persoalan yang juga mengganggu tumbuh kembang anak. Pada kehidupan politik, anak belum menjadi isu utama. Partai politik sebagai agen perubahan belum mengakomodir kepentingan anak dalam programnya. Sehingga isu kesejahteraan dan perlindungan anak kurang mendapat perhatian.

9. Aspek Antropologis