dengan hukum maupun anak korban tindak pidana. Perlindungan khusus bagi Anak yang berhadapan dengan hukum dilaksanakan
antara lain melalui perlakuan atas anak secara manusiawi, sesuai dengan martabat dan haknya, penyediaan petugas pendamping khusus sejak dini,
penyediaan sarana dan prasarana khusus, penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan terbaik bagi anak, pemantauan dan pencatatan terus menerus
terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan hukum, pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau keluarganya,
dan perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media masa serta untuk menghindari labelisasi.
b. Kekerasan Terhadap Anak
Anak rentan menjadi obyek kekerasan, eksploitasi dan perlakuan salah. Banyak kasus yang menjadikan anak sebagai korban kekerasan baik
secara seksual, fisik, psikis, maupun penelantaran, selain itu, ada juga kekerasan yang diakibatkan oleh kondisi sosial-ekonomi. Anak
dianggap sebagai komoditas, tenaga kerja murah, diperdagangkan, dilacurkan, dan terjerat dalam sindikat pengedar narkoba, atau yang
dipaksa berada di jalanan karena berbagai sebab.
Sementara itu, penculikan terhadap anak-anak terjadi diberbagai tempat mulai dari dijemput di sekolah, anak sedang bermain, anak sedang
berekreasi, dan sedang berada dalam rumah dengan berbagai modus operandi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh UNICEF menunjukkan bahwa “Dua per tiga anak laki-laki dan sepertiga anak perempuan pernah
dipukul. Lebih dari seperempat anak perempuan mengalami perkosaan.” Pada tahun 2003 yang melibatkan sekitar 1.700 anak, terungkap bahwa
“Sebagian besar anak mengaku pernah ditampar, dipukul, atau dilempar dengan benda.”
Awal 2006, terungkap kekerasan terhadap anak di Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara. Di Jawa Tengah, sebanyak 80
persen guru pernah menghukum anak-anak dengan berteriak di depan kelas. Sebanyak 55 persen guru pernah menyuruh murid berdiri di depan
kelas. Di Sulawesi Selatan, sebanyak 90 persen guru pernah menyuruh murid berdiri di depan kelas, 73 persen pernah berteriak kepada murid,
dan 54 persen pernah menyuruh murid untuk membersihkan atau mengelap toilet. Di Sumatera Utara, lebih dari 90 persen guru pernah
menyuruh murid berdiri di depan kelas, dan 80 persen pernah berteriak pada murid.
Fakta-fakta di atas memperlihatkan bahwa potensi terjadinya kekerasan berada disekitar kehidupan anak. Tidak tempat yang membuat anak
terbebas dari ancaman kekerasan dan eksploitasi. Kekerasan dan eksploitasi terhadap anak akan melahirkan sederet penderitaan yang
55
berkepanjangan yang tertanam dalam benak anak baik secara fisik maupun psikis.
Sebagian besar dari pelaku tindak kekerasan, ternyata dilakukan oleh orang-orang terdekat korban, bahkan oleh orang tua sendiri, baik ibu
maupun bapak. Statistik menunjukkan bahwa, ternyata pelaku tindak kekerasan terhadap anak dilakukan oleh lebih 80 pelaku yang dikenal
korban. Hal ini sesuai dengan apa yang dilansir oleh Komnas Perlindungan Anak bahwa, lebih dari 69 pelaku tindak kekerasan
terhadap anak adalah orang yang dikenal baik oleh korban. Kenyataan ini setidaknya mengindikasikan bahwa pada sebagian keluarga, rumah
yang seharusnya menjadi tempat yang paling aman bagi anak, kini bukan lagi merupakan tempat yang aman dan nyaman bagi anak, karena
justru di rumah sering terjadi tindak kekerasaan terhadap anak.
c. Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus a Anak di Lokasi Bencana