Tenggara   Barat   9,67,   Sulawesi   Selatan   9,66,   Jambi 9,29.
Sementara   itu,   Nangroe   Aceh   Darussalam   merupakan   provinsi dengan TPAK anak usia 10-14 tahun terendah dari seluruh provinsi
lain di Indonesia, yakni mencapai 1,19. Urutan provinsi dengan TPAK   terendah   berikutnya   adalah   DKI   Jakarta   1,25,   Maluku
1,55, Kalimantan Tengah 1,88, dan Riau 2,58.
Menurut catatan Komnas Perlindungan Anak, di 33 provinsi, jumlah pekerja anak meningkat. Tahun 2006 jumlahnya mencapai 3,2 juta
dan menjadi 4,8 juta pada 2007. Tahun 2008 diperkirakan menjadi 6,3 juta. Perkiraan ini berdasarkan pola tahun-tahun sebelumnya
Kompas, 13 Juni 2008.
Jumlah   anak   berusia   0-18   tahun   yang   bekerja   sebagai   pekerja anak sangat dimungkinkan jauh lebih besar dari yang dilaporkan
menurut   data-data   Sakernas   tersebut.   Sebagai   perbandingan, dalam   laporan  Indosiar   News  2   Februari   2008   disebutkan,
menurut  laporan  survei BPS  tentang pekerja anak di  Indonesia, jumlah pekerja anak mencapai 2,8 juta anak hingga tahun 2006.
Dari jumlah tersebut, jumlah terbanyak adalah dari pekerja anak perempuan yakni 1.734.126 orang, sedangkan pekerja anak laki-
laki   130.948   orang.   Sedangkan   menurut  International   Labour Organization  ILO,  pada   tahun   2007   jumlah   pekerja   anak   di
Indonesia  mencapai  2,6   juta   jiwa.   Sebagian   besar   dari   mereka bekerja disektor pertanian keluarga, perusahaan manufaktur, dan
perdagangan   skala   kecil.   Website   Serikat   Pekerja   PT.   Jakarta International Container TerminalSP JICT, 5 April 2008.
b.  Anak yang diperdagangkan untuk tujuan seksual komersial:
UNICEF [2005] menyatakan bahwa diperkirakan bahwa 30 dari perempuan pekerja seks di Indonesia berusia di bawah 18 tahun,
meskipun   diakui   juga   kenyataan   bahwa   anak-anak   perempuan seringkali melebih-lebihkan usia mereka. Bahkan pada beberapa
kasus   ditemukan   anak-anak   perempuan   yang   masih   berusia   10 tahun.
Data dari Departemen Sosial menunjukkan perkiraan bahwa lebih dari   3000   wisatawan   dari   negara   tetangga   [Malaysia   dan
Singapura] berkunjung ke Batam setiap minggunya dengan tujuan untuk melakukan aktivitas seksual dengan pekerja seks di pulau
tersebut. Sekitar 30  dari total pekerja seks yang berjumlah 5.000 sampai dengan 6.000 orang adalah anak-anak di bawah usia 18
tahun [Koalisi Nasional Penghapusan ESKA, 2006]. Kasus prostitusi anak dilaporkan banyak terjadi di sejumlah daerah
di   Indonesia,   seperti   Medan,   Pontianak,   Palembang,   Jakarta, Indramayu,   Jepara,   Pati,   Surabaya,   Makassar,   Manado,   Maluku
dan Papua. Batam, Bali dan Pontianak dalam hal ini merupakan
20
daerah dengan prostitusi anak dalam jumlah besar. Praktek ESKA [Eksploitasi   Seksual   Komersial   Anak]   berlangsung   terutama   di
pusat-pusat   prostitusi,   tempat   hiburan,   karaoke,   panti   pijat, pertokoan   dll   [UNICEF,   2005;   Koalisi   Nasional   Penghapusan
ESKA,   2006].   Sedangkan   mayoritas   pelaku   [user]   adalah penduduk   lokal   sendiri   atau   pengunjung   domestik,   namun
demikian   terdapat   beberapa   kasus   yang   melibatkan   pengunjung atau   wisatawan   dari   mancanegara   [UNICEF,   2005;   Koalisi
Nasional Penghapusan ESKA, 2006].
c. Anak yang diperdagangkan trafiking anak
Hasil   pendataan   Pusdatin   [Pusat   Data   dan   Informasi Kesejahteraan Sosial] Departemen Sosial Republik Indonesia pada
tahun   2004   yang   bersumber   dari   data-data   LSM   di   9   propinsi menunjukkan bahwa pada tahun 2004 tercatat ada 932 anak yang
menjadi korban trafiking dan tersebar di provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Sumatera
Utara, Lampung, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Utara.
Berdasarkan   data   tersebut   terlihat   bahwa   mayoritas   anak   yang menjadi   korban   trafiking   [96]   adalah   anak   perempuan.   Dari   9
provinsi   tersebut,   kasus   yang   tercatat   paling   banyak   adalah   di propinsi   Nusa   Tenggara   Barat.   Meskipun   demikian,   perlu
diperhatikan   keterbatasan   sumber   pendataan   ini   yang   hanya berasal dari 20 LSM yang tersebar di 9 provinsi, terlepas bahwa
LSM-LSM   tersebut   diyakini   telah   melakukan   investigasi   maupun penanganan   trafiking   anak   seperti   yang   telah   diidentifikasi   oleh
International Catholic Migration Commission [ICMC].
Data menunjukkan bahwa bentuk trafiking yang memakan korban paling banyak adalah migrasi, dan secara khusus tercatat ada 578
anak yang menjadi korban di propinsi Nusa Tenggara Barat saja.
Data menunjukkan jumlah balita dan anak korban trafiking yang ditangani   oleh   IOM   International   Organization   for   Migration
Indonesia sejak Maret 2005 sampai dengan April 2007 tercatat ada 643 balita dan anak.
Mayoritas korban tersebut adalah perempuan dan jumlah tersebut merupakan 288 dari total korban trafiking yang ditangani IOM pada
kurun   waktu   tersebut.   Data   ini   kemudian   meningkat   karena berdasarkan data IOM periode Maret 2005 – Januari 2008 tercatat
sebanyak   790   balita   dan   anak,   dimana   ada   5   bayi,   651   anak perempuan   dan   134   anak   laki-laki   KPP,   2008.   Artinya   ada
peningkatan sebesar 147 balitaanak dalam waktu 9 bulan. Data lain yang perlu ditengok adalah data Bareskrim Kepolisian RI dari
tahun 2003 – 2007 yang mencatat perdagangan orang sebanyak 492 kasus dengan melibatkan 1.015 orang dewasa 81  dan 238
anak-anak 19  [KPP, 2008].
21
d.  Pengungsi Anak dan Anak dalam Situasi Konflik Bersenjata