5.1.1 Peran dalam mengelola konflik 1 Sebagai Negosiator
Partisipan dalam mengelola konflik berperan sebagai negosiator yaitu sebagai orang yang berperan melakukan negosiasi atau melakukan tindakan
kompromi untuk mengelola konflik. Partisipan sebagai kepala ruangan
melakukan gaya manajemen kompromi dalam mengelola konflik yang terjadi di ruangan intensif misalnya mengenai pergantian jadwal dinas karena ada staf yang
berhalangan kerja. Menurut Marquis Huston 2010 Gaya manajemen konflik dapat
dibedakan menjadi enam macam yaitu: kompromi atau negosiasi, kompetisi, bekerja sama, smoothing, menghindar, berkolaborasi. Gaya manajemen kompromi
dimana setiap pihak melepaskan salah satu tuntutannya. Walaupun banyak orang melihat kompromi sebagai strategi penyelesaian masalah yang terbaik, pihak
yang menentang akan merasakan itu sebagai situasi kalah-kalah karena pihak tersebut atau kedua belah pihak merasa bahwa mereka telah melepaskan tuntutan
lebih dari orang lain dan oleh karena itu mereka merasa dikalahkan
Studi penelitian Hendel, Fish Galon 2005 mendapatkan bahwa manajemen konflik yang paling umum digunakan oleh manajer keperawatan di
rumah sakit umum Israel adalah kompromi. Gaya manajemen konflik yang digunakan para manajer perawat di Kesultanan Oman adalah dengan
mengintegrasikan kelima gaya manajemen konflik kemudian diikuti dengan kompromi, kompetisi, dominasi dan menghindar Al-Hamid et el,2011.
Manajemen konflik kepala ruangan yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana di
Universitas Sumatera Utara
ruang rawat inap Instalasi Rindu A RSUP H. Adam Malik Medan pada umumnya menggunakan gaya manajemen kompromi diikuti dengan akomodasi,
kompetisi Purba Fathi, 2012. Dalam penelitian ini selain menggunakan gaya manajemen konflik
kompromi sebagian partisipan juga menggunakan gaya manajemen konflik kerja sama pemecahan masalah yang sering juga disebut dengan istilah win-win
solution dimana pihak-pihak yang mengalami konflik diselesaikan bersama dengan cara mencari solusi yang terbaik bagi semua pihak. Gaya manajemen
konflik partisipan sebagai kepala ruangan pada umumnya adalah kerja sama pemecahan masalah, dimana ketika ada konflik partisipan akan berusaha
menentukan apa masalahnya dan bersama-sama dengan staf keperawatan dalam mengambil keputusan untuk memecahkan masalah yang terjadi.
Menurut Marquis Huston 2010 Strategi kerja samapemecahan masalah merupakan win-win solution. Dalam kolaborasi kedua pihak yang
terlibat menentukan tujuan bersama dan bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan. Karena keduanya yakin akan tercapainya suatu tujuan yang telah
ditetapkan. Strategi kolaborasi tidak akan bisa berjalan bila kompetisi insentif sebagai bagian dari situasi tersebut.
Apabila kedua kelompok bekerja sama untuk memecahkan konflik, maka keduanya akan merasa puas Kaitelidou et al. 2012. Hal ini membutuhkan waktu
dan tenaga. Kerja sama menimbulkan kepuasan diantara perawat. Kerja sama dapat dicapai dengan lebih baik melalui faktor-faktor kepemimpinan dan faktor-
faktor organisasional daripada faktor-faktor pribadi Hendel et al. 2005
Universitas Sumatera Utara
2 Sebagai Mediator Partisipan sebagai manajer lini pertama harus dapat mengelola konflik
yang terjadi diruangannya. Penyelesaian konflik dengan cara melakukan mediasi yaitu proses penyelesaian konflik antara 2 pihak atau lebih melalui perundingan
dengan bantuan pihak netral Penengahmediator. Partisipan sebagai mediator memanggil pihak-pihak yang terlibat konflik dalam suatu pertemuan.
Menurut Marquis Huston 2010 Manajer keperawatan kadang kala dapat digunakan sebagai pihak yang netral untuk membantu orang lain
menyelesaikan konflik secara konstruktif. Ini seharusnya dilakkukan jika kedua belah pihak termotivasi untuk menyesaikan masalah dan jika tidak ada perbedaan
dalam kekuasaan atau status kedua pihak. Menurut Sumaryanto 2010 Mediator dapat membantu mengumpulkan
fakta, menjalin komunikasi yang terputus, menjernihkan dan memperjelas masalah serta melapangkan jalan untuk pemecahan masalah secara terpadu.
Efektifitas penengahan tergantung juga pada bakat dan ciri perilaku mediator.
5.1.2 Hambatan dalam mengelola konflik 1