Peran dalam mengelola konflik

berpengalaman. Anggota tim bertanggung jawab pada tugasnya masing-masing yang telah ditentukan oleh ketua tim dan anggota tim bertanggung jawab terhadap ketua tim. Rata-rata Bed Occupancy Rate BOR pada bulan Januari - Mei 2014 lebih dari 75 . Hal ini menunjukkan bahwa tempat tidur sering terisi penuh.

4.3. Pengalaman dalam Mengelola Konflik yang dialami Kepala Ruangan

Bagian ini akan diuraikan hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan proses analisa data dengan menggunakan metode content analysis secara manual. Terdapat 3 tiga tema yang yang dialami oleh partisipan dalam mengelola konflik di ruangan intensif yaitu antara lain:1 Peran dalam mengelola konflik. 2 Hambatan dalam mengelola konflik 3 Dukungan dalam mengelola konflik

4.3.1 Peran dalam mengelola konflik

Peran dalam mengelola konflik tergambar dari 2 kategori yang telah diperoleh yaitu: 1 Sebagai Negosiator 2 Sebagai Mediator. 1 Sebagai Negosiator Partisipan dalam mengelola konflik berperan sebagai negosiator yaitu sebagai orang yang berperan melakukan negosiasi atau melakukan tindakan kompromi untuk mengelola konflik. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan pembicaraan yang disampaikan oleh partisipan seperti yang dibawah ini, “itu namanya kompromi, kita harus tukar pikiran dulu bisa ga si B gantikan si A, kalau ga bisa kita cari yang lain lagi.. akhirnya memang disini jarang yang tidak bisa karena itu tadi kita harus kompromi dulu, tidak sistim paksaan, kalau si A Universitas Sumatera Utara tidak bisa harus si B ga gitu, jadi siapa kira-kira yang tidak keberatan yang ada menggantikan ini kita buat dulu solusi kita kompromi dulu” [P1, L145-149]. Pernyataan tersebut didukung oleh partisipan lainnya yang mengatakan bahwa dalam mengelola konflik partisipan melakukan negosiasi dengan berkompromi misalnya masalah kurangnya tenaga di ruangan partisipan berkompromi dengan staf perawat lain untuk dapat dinas di ruangan. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan pembicaraan yang disampaikan oleh partisipan seperti yang dibawah ini “iya.. kompromi contohnya inikan ga ada tenagakan.. yang jaga malam saya panggil dek minta tolong kamu jaga pagi ya..diakan libur malam kemarinkan, karena kondisinya seperti ini di ruangan jadi mereka mau tapi ini orangnya udah kita lihat belakangan walaupun ada waktunya tapi dia ga mau.. iya hari itu pernah dia mau.. saya bilang terima kasih ya dek..” [P9, L163-167] Gaya manajemen konflik kompromi sangat sesuai dilakukan di ruang perawatan intensif rumah sakit pemerintah sehingga partisipan menyarankan agar kepala ruangan intensif yang lainnya juga menggunakan gaya manajemen kompromi di ruangan intensif lain. Manajer lini pertama juga harus memiliki sikap yang sabar dalam melakukan gaya manajemen komptomi. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan pembicaraan yang disampaikan oleh partisipan seperti yang dibawah ini: “untuk kepala ruangan di ruangan intensif ini atau pun manajemen konflik ini adalah harus sebagai kepala ruangan cepat tepat dan harus kita tanggap dan satu tegakkan di kita harus pakai metode kompromi dan harus kita siap mental dalam arti kata harus sabar” [P6, L368-L371] Universitas Sumatera Utara Sebagai negosiator partisipan juga menerapkan gaya manajemen konflik kerja sama pemecahan masalah yang sering juga disebut dengan istilah win-win solution dalam mengelola konflik di ruang perawatan intensif. Pihak-pihak yang mengalami konflik diselesaikan bersama dengan cara mencari solusi yang terbaik bagi semua pihak. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan salah satu partisipan dibawah ini: “namanya manajemen ya..bagaimana kita memanaj konflik itu sehingga mendapat solusi yang terbaik atau win solution itu yang kita harapkan biasanya” [P4, L24-25] Gaya manajemen konflik partisipan sebagai kepala ruangan pada umumnya adalah kerja sama pemecahan masalah, dimana ketika ada konflik partisipan akan berusaha menentukan apa masalahnya dan bersama-sama dengan staf keperawatan dalam mengambil keputusan untuk memecahkan masalah yang terjadi. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan dua partisipan dibawah ini: “itu kalau ada masalah kita buat jalan keluarnya kalau teman menurut saya seperti ini, merasa kita benar, teman kita itu ya kita terima, kita tidak bisa egois ya,namanya konflik itu menurut dia seperti itu, tapi kita ambil jalan keluarnya ya.., kalau menurut dia seperti itu, menurut saya seperti itu, teman yang lain seperti ini ya kita simpulkanlah seperti inilah masalah seperti inilah penanganannya ya,.. jadi sama-sama puas, jadi saya tidak pernah kalau ada masalah disini ga pernah keputusan saya sendiri harus keputusan bersama dan sama-sama memecahkannya,”[P5, L151- 158] “kita tetap mengajak dia supaya berdiskusi dan mengajak dia supaya kita bekerja sama.. nah.. itu kita tetep mengarahkan kerja sama ingat jika kita bekerja sama-sama bekerja, semua itu enak dipecahkan, itu prinsipnya” [P11, L179-181] Universitas Sumatera Utara 2 Sebagai Mediator Manajer lini pertama harus dapat mengelola konflik yang terjadi diruangannya. Penyelesaian konflik dengan cara melakukan mediasi yaitu proses penyelesaian konflik antara 2 pihak atau lebih melalui perundingan dengan bantuan pihak netral Penengahmediator. Partisipan sebagai mediator memanggil pihak-pihak yang terlibat konflik dalam suatu pertemuan. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan salah satu partisipan dibawah ini: “saya panggil, dek sini dulu, tutup dulu pintunya, apa masalahnya dia yang apa, saya bilang kenapa kamu begini- begini, nanti saya dengar dari dia, kalau dia ngaku salah dia minta maaf, kadang-kadang dia ga mau mengaku salah, ada yang begitu.. bandel ini anaknya , kak ini..dia melemparkan ke orang lain, saya panggil lagi orang lain itu kenapa begini, harus disitu juga dituntaskan saat itu juga, tuduh-tuduhan, suka kayak gitu, suka melemparkan ke orang lain, padahal dia sudah jelas-jelas salah, lemparkannya ke orang lain.. Ok, kita panggil ya kita ngomong ini” [P3, L136-143] Partisipan berperan sebagai mediator untuk mempercepat penyelesaian konflik yang terjadi antar staf perawat di ruangan intensif. Penyelesaian konflik harus cepat dilakukan untuk menjaga kualitas pelayanan keperawatan terhadap pasien. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan dua partisipan berikut: “iya,, dijumpakan, tadinya ga cakap-cakapan, jumpakan, minta maaf. hanya gara-gara satu si kakaan sama siadekkan, hanya gara-gara si kakaan merasa siadekan ini bahasanya gini, canda-canda seloroh-seloroh orang yang senior ini merasa kurang dihargai, hanya komunikasi, udah cakapan lagi, baikan lagi, tadi itu katanya ga cakapan itu, ee itulah saya ga bisa seperti itu, janganlah kayak gitu kalian, kita ini satu tim, korban nanti pasien, ya kak..besok berubah, baik lagi..” [P3, L145-149] “di RR kemarin sempat ya beberapa hari merekakan komunikasinya kurang, jadi saya datang sama yang konflik ini kan saya bilang ini seperti ini kemarin, janganlah dilama- Universitas Sumatera Utara lamakan masalah ini, kita disinikan keluarga.. hari berikutnyakan saya panggil lagi yang satu udah itukan mereka saya pertemukan, kita ga boleh seperti ini kita keluarga, jadi salamanlah kalian ya.. mereka salaman.. akhirnya sampai sekarang mereka baik-baik” [P9, L130-135] Secara keseluruhan, matrik peran dalam mengelola konflik dapat dilihat pada tabel berikut ini: Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

4.3.2 Hambatan dalam mengelola konflik