Status gizi balita menurut karakteristik responden
23
Tabel 3.6 Persentase Balita menurut Status Gizi BBUdan Karakteristik
di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Kategori status gizi BBU Karakteristik responden
Gizi buruk Gizi kurang
Gizi baik Gizi lebih
Kelompok umur bulan
– 5 6,1
6,3 82,5
5,0 6 -11
3,9 6,9
84,2 5,0
12-23 3,6
9,6 82,7
4,1 24-35
3,6 12,2
81,3 3,0
36-47 4,0
13,8 79,2
3,0 48-60
3,0 12,3
81,5 3,2
Jenis kelamin
Laki-laki 3,6
11,7 80,8
3,9 Perempuan
3,7 11,0
82,2 3,1
Pendidikan KK
Tdk tamat SD Tdk sekolah 4,3
12,1 80,6
3,1 Tamat SD
4,2 12,1
81,2 2,6
Tamal SLTP 2,5
11,7 81,6
4,1 Tamat SLTA
2,4 9,5
83,9 4,2
Tamat PT 2,3
6,0 84,9
6,8
Pekerjaan Utama KK
Tdk kerjasekolahibu RT 3,9
11,0 82,1
3,1 TNIPolriPNSBUMN
3,9 5,0
84,0 7,1
Pegawai Swasta 1,8
9,0 85,5
3,6 Wiraswastadagangjasa
3,4 11,1
81,5 3,9
Petaninelayan 4,4
10,9 81,2
3,5 Buruh lainnya
3,6 12,8
81,0 2,7
Tempat tinggal
Kota 3,2
10,8 82,1
4,0 Desa
4,2 11,9
80,9 3,0
Tingkat pengeluaran perkapita
Kuintil 1 4,4
13,8 78,9
2,9 Kuintil 2
3,5 12,9
81,0 2,7
Kuintil 3 3,6
11,8 80,8
3,8 Kuintil 4
3,4 9,2
83,9 3,5
Kuintil 5 3,1
7,2 84,4
5,3 BBU= Berat Badan menurut Umur
Tabel 3.7 menyajikan hasil tabulasi silang antara status gizi TBU dengan karakteristik responden dengan kecenderungan sebagai berikut :
a. Menurut umur tampak peningkatan masalah pendek setelah balita mencapai usia 11 bulan.
b. Menurut jenis kelamin tidak terlihat perbedaan masalah pendek pada balita yang mencolok.
c. Semakin tinggi tingkat pendidikan KK, semakin rendah prevalensi pendek. d. Kelompok dengan KK berpenghasilan tetap PNSABRIPOLRI BUMN dan pegawai
swasta memiliki prevalensi pendek lebih rendah dibandingkan keluarga dengan KK berpenghasilan tidak tetap.
e. Prevalensi balita pendek di pedesaan lebih tinggi dibandingkan di perkotaan. f. Prevalensi balita pendek cenderung lebih rendah seiring meningkatnya pengeluaran
kelatga per kapita per bulan.
24
Tabel 3.7. Persentase Balita menurut Status Gizi TBUdan Karakteristik
Responden di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Kategori status gizi TBU Karakteristik responden
Sangat pendek
Pendek Normal
Kelompok umur bulan
– 5 12,0
11,1 76,9
6 -11 14,8
14,5 70,7
12-23 17,9
21,7 60,4
24-35 20,5
20,9 58,5
36-47 18,3
24,0 57,8
48-60 11,5
18,6 69,9
Jenis kelamin
Laki-laki 17,1
20,0 63,0
Perempuan 14,4
19,5 66,1
Pendidikan KK
Tdk tamat SD Tdk sekolah 17,0
20,9 62,1
Tamat SD 17,1
22,4 60,5
Tamal SLTP 16,6
19,6 63,8
Tamat SLTA 14,2
16,3 69,5
Tamat PT 8,4
15,9 75,7
Pekerjaan Utama KK
Tdk kerjasekolahibu RT 15,5
20,8 63,6
TNIPolriPNSBUMN 7,2
19,4 73,4
Pegawai Swasta 12,6
14,8 72,6
Wiraswastadagangjasa 15,8
19,5 64,7
Petaninelayan 19,1
20,3 60,7
Buruh lainnya 16,9
22,3 60,8
Tempat tinggal
Kota 13,7
17,9 68,4
Desa 17,9
21,7 60,3
Tingkat pengeluaran perkapita
Kuintil 1 18,8
21,9 59,3
Kuintil 2 17,1
20,7 62,2
Kuintil 3 15,5
22,3 62,2
Kuintil 4 13,4
17,0 69,6
Kuintil 5 12,3
14,6 73,1
TBU= Tinggi Badan menurut Umur
25
Tabel 3.8. Persentase Balita menurut Status Gizi BBTBdan Karakteristik Responden
di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Kategori status gizi BBTB Karakteristik responden
Sangat kurus
Kurus Normal
Gemuk
Kelompok umur bulan
– 5 8,4
4,6 71,6
15,3 6 -11
4,6 8,7
75,2 11,4
12-23 4,9
5,2 78,6
11,3 24-35
3,7 4,4
82,6 9,2
36-47 2,1
5,1 84,6
8,1 48-60
2,5 5,5
83,7 8,2
Jenis kelamin
Laki-laki 3,5
5,3 81,0
10,2 Perempuan
3,7 5,6
81,6 9,1
Pendidikan KK
Tdk tamat SD Tdk sekolah 4,3
4,5 82,5
8,7 Tamat SD
3,8 5,7
81,5 8,9
Tamal SLTP 2,5
5,1 82,5
9,8 Tamat SLTA
3,9 5,6
79,3 11,2
Tamat PT 1,4
4,6 83,0
10,9
Pekerjaan Utama KK
Tdk kerjasekolahibu RT 3,6
4,3 83,9
8,3 TNIPolriPNSBUMN
1,2 5,7
83,3 9,8
Pegawai Swasta 4,1
5,6 79,1
11,2 Wiraswastadagangjasa
3,3 5,5
81,1 10,2
Petaninelayan 4,1
5,6 80,2
10,1 Buruh lainnya
3,7 5,0
82,7 8,6
Tempat tinggal
Kota 3,4
5,9 80,4
10,4 Desa
3,9 4,9
82,4 8,8
Tingkat pengeluaran perkapita
Kuintil 1 4,1
6,3 81,7
8,0 Kuintil 2
3,0 6,0
81,6 9,4
Kuintil 3 3,6
3,2 83,4
9,8 Kuintil 4
3,8 5,4
80,4 10,4
Kuintil 5 3,4
6,5 78,6
11,5
Tabel 3.8 memperlihatkan kecenderungan yang sama untuk status gizi BBTB dengan karakteristik responden :
a. Prevalensi balita kurus dan balita gemuk cenderung semakin rendah seiring bertambahnya umur. Keadaan demikian menarik untuk diteliti lebih lanjut.
b. Tidak terlihat perbedaan prevalensi kurus antara balita laki-laki dan balita perempuan. c. Tidak ditemukan pola yang jelas antara tingkat pendidikan KK dengan prevalensi balita
kurus, demikian pula halnya dengan pekerjaan utama KK . d. Tidak ada perbedaan mencolok masalah balita kurus di perkotaan dengan di pedesaan.
e. Tidak tampak pola masalah kurus menurut tingkat pengeluaran keluarga perkapita per bulan, namun masalah kegemukan cenderung meningkat seiring meningkatnya
pengeluaran per kapita per bulan.
26
Tabel 3.9 menyajikan gabungan prevalensi balita menurut ke tiga indikator status gizi yang digunakan yaitu BBU Gizi Buruk dan Kurang, TBU pendek, BBTB kurus. Indikator
TBU memberikan gambaran masalah gizi yang sifatnya kronis dan BBTB memberikan gambaran masalah gizi yang sifatnya akut.
Tabel 3.9 Prevalensi Balita menurut Tiga Indikator Status Gizi dan KabupatenKota
di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
KabupatenKota BBU
TBU Kronis
BBTB Akut
Akut Kronis Buruk Kurang Pendek
Kurus
Kab. Bogor 15,9
31,7 9,3
Kab.Sukabumi 13,6
39,8 10,0
√
Kab.Cianjur 14,8
45,1 5,4
√
Kab.Bandung 15,7
45,0 4,6
√
Kab.Garut 16,2
41,8 11,0
√ √
Kab.Tasikmalaya 16,2
43,4 7,5
√
Kab.Ciamis 15,6
33,4 7,2
Kab.Kuningan 12,7
35,0 8,1
Kab.Cirebon 22,2
34,1 14,3
√
Kab.Majalengka 19,8
42,4 9,2
√
Kab.Sumedang 12,7
33,0 9,3
Kab.Indramayu 18,8
35,4 7,3
Kab.Subang 16,1
40,8 12,3
√ √
Kab.Purwakarta 12,1
30,7 7,4
Kab.Karawang 9,4
34,4 12,9
√
Kab.Bekasi 14,2
27,8 8,8
Kota Bogor 13,4
28,3 4,0
Kota Sukabumi 11,0
32,5 3,2
Kota Bandung 10,6
29,3 10,4
√
Kota Cirebon 18,6
35,0 11,5
√
Kota Bekasi 12,6
21,5 10,0
Kota Depok 12,3
29,0 12,6
√
Kota Cimahi 12,0
33,1 5,6
Kota Tasikmalaya 17,3
42,7 7,8
√
Kota Banjar 17,8
32,4 7,2
JAWA BARAT 15,0
35,4 9,0
Permasalahan gizi akut adalah apabila BBTB 10 UNHCR Permasalahan gizi kronis adalah apabila TBU di atas prevalensi nasional
Tujuh kabupatenkota di Jawa Barat masih menghadapi permasalahan gizi akut yaitu Kabupaten Garut, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Subang, Kabupaten Karawang, Kota
Bandung, Kota Cirebon dan Kota Depok. Dua kabupaten yaitu Kabupaten Garut dan Kabupaten Subang menghadapi permasalahan gizi akut dan kronis. Sebanyak 12
kabupatenkota di provinsi Jawa Barat yang masalah gizi kronisnya lebih kecil dari angka nasional dan masalah gizi akutnya belum mencapai kondisi serius.
27