Kesehatan ibu dan anak.

237 40,1 lebih tinggi daripada rata-rata nasional 57,6 dan 33,5. Pemeriksaan neonatus umur 0-7 hari terendah di Kabupaten Garut 25,0 dan untuk neonatus umur 8-28 hari. terendah di Kabupaten Cianjur 22,2.

4.3. Penyakit menular.

Prevalensi tertinggi Filariasis di Kabupaten Tasikmalaya, menyusul Kabupaten Karawang dan Kabupaten Cirebon meskipun di bawah angka nasional Walaupun rentang prevalensi di Provinsi Jawa Barat hanya 0 – 0.20, tetapi kejadian filariasis tetap harus menjadi perhatian karena merupakan penyakit tular vektor dan bersifat kronis. Dalam 12 bulan terakhir secara umum prevalensi DBD berdasarkan Diagnosis D dan Gejala G 0,4 ditemukan hampir di semua daerah dengan kisaran prevalensi 0,0 – 0,9. Prevalensi DBD 0,4 juga di bawah angka nasional, tertinggi di Kabupaten Cirebon, selanjutnya di Kota Cimahi dan Kota Banjar. Secara umum rerata prevalensi Pneumonia dan Campak sedikit diatas rerata nasional sedangkan prevalensi ISPA dan TB di bawah rata-rata nasional. Prevalensi ISPA tertinggi di Kabupaten Karawang, selanjutnya Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Tasikmalaya. Pneumonia tertinggi di Kabupaten Cirebon, menyusul Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Cianjur, Meskipun sudah jauh di bawah prevalensi nasional, tiga tertinggi prevalensi TB di Jawa Barat adalah Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Garut. Sedangkan untuk Campak adalah di Kabupaten Cirebon, Purwakarta dan Majalengka. Kabupaten Cirebon memerlukan penanganan serius karena prevalensi tertinggi untuk penyakit Filariasis, DBD, ISPA, Pneumonia, TB dan Campak terjadi di kabupaten ini. Prevalensi Tifoid 2,1 dan Diare 10 diatas rata-rata nasional. Prevalensi tertinggi untuk Tifoid adalah di Kabupaten Karawang, menyusul Kota Bogor dan Kabupaten Banjar. Prevalensi Hepatitis tertinggi di Kota Bogor selanjutnya di Kota Banjar dan Kabupaten Ciamis, Sedangkan untuk diare prevalensi tertinggi kembali terjadi di Kabupaten Cirebon,, Kabupaten Garut dan Kabupaten Karawang. Kota Bogor tampaknya juga perlu mendapat perhatian khusus karena kejadian Tifoid dan Hepatitis banyak ditemukan di Kota Sukabumi dan Kota Banjar.

4.4. Penyakit tidak menular.

Prevalensi penyakit persendian di tingkat provinsi berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan 17,7 tidak jauh berbeda dengan angka Nasional 14,0. Hipertensi berdasarkan pengukuran ditemukan cukup tinggi 29,3, bahkan 3 kabupatenkota dengan prevalensi di atas 40 yaitu Kabupaten dan Kota Tasikmalaya dan Kabupaten Kuningan. Secara umum prevalensi Diabetes berdasarkan diagnosis adalah 0,8, dimana 8 dari 9 kota dengan prevalensi 1,0, hanya Kota Tasikmalaya dengan prevalensi diabetes 1,0. Prevalensi Gangguan Mental Emosional di Jawa Barat cukup tinggi 20,0 lebih tinggi dibandingkan prevalensi nasional 11,6, dan prevalensi tertinggi di Kabupaten Purwakarta 31,9. Prevalensi gangguan jiwa berat di provinsi Jawa Barat 0,2 kisaran 0,1 – 0,7, tertinggi di Kota Banjar, terdapat di semua kabupatenkota, kecuali di Kabupaten Subang. Prevalensi buta warna 0,6 kisaran 0,1 - 2,0, tertinggi di Kab. Cirebon, diikuti kota Sukabumi dan Kab. Karawang, tidak terdapat di Kab. Subang. Prevalensi glaucoma 0,4, kisaran 0,1 – 3,7, tertinggi di Kota Sukabumi, terdapat di semua kabupatenkota, kecuali kab. Majalengka, Kota Bandung, dan kota tasikmalaya Prevalensi bibir sumbing 0,1 kisaran 0,1 – 0,3 dan thallasemia 0,1 kisaran 0,1 – 0,2. Prevalensi tertinggi bibir sumbing di Kab.Cirebon. Lainnya, prevalensi kecil di semua kabupatenkota. Prevalensi dermatitis 9,3 kisaran 3,4 – 16,1, tertinggi di Kab. Cirebon diikuti Kota Bogor dan Kota Cimahi, terdapat di semua kabupatenkota,. Prevalensi 238 rhinitis 3,6 kisaran 0,2 – 7,8, tertinggi di Kota Cimahi, diikuti kota Depok dan kota Bekasi. Hemofili seperti buta warna mempunyai prevalensi yang sama yaitu 0,6 kisaran 0,1 – 2,0, tertinggi di kabupaten Cirebon diikuti kota Sukabumi dan Kab. Karawang, tidak terdapat di Kab. Subang. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut kenapa angka prevalensi buta warna dan hemofili hampir bersamaan antara kabupatenkota yang ada di provinsi Jawa Barat.Persentase low vision di tingkat provinsi 4,4, katarak pada penduduk usia 30 tahun keatas berdasarkan diagnosis nakes dalam 12 bulam terakhir wawancara 1,66. Rendahnya persentase diagnosis katarak oleh nakes mungkin berhubungan dengan masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk memeriksakan kesehatan matanya, meskipun mereka telah mengalami gejala gangguan penglihatan. Selanjutnya seperempat penduduk Jawa Barat mengalami masalah gigi mulut gimul dan hanya sepertiganya menerima perawatan dari tenaga medis. Hal ini juga menunjukkan masih rendahnya kesadaran untuk memeriksakan gigi ke tenaga kesehatan. Walaupun sebagian besar penduduk Jawa Barat 95,8 sudah menggosok gigi tiap hari, tetapi masih sedikit 8,2 yang berperilaku benar dalam menyikat gigi yaitu menyikat gigi sesudah makan pagi dan sebelum tidur malam. Persentase low vision di Jawa Barat berkisar antara 2,18 Kota Depok sampai 8,76 Kab. Kuningan, sedangkan persentase kebutaan berkisar 0,16 Kab. Subang sampai 1,45 Kab. Kuningan dan Kota Tasikmalaya. Menurut karakteristik umur, persentase low vision makin meningkat sesuai pertambahan usia dan meningkat tajam pada kisaran usia 45 tahun keatas, sedangkan persentase kebutaan meningkat tajam pada golongan usia 55 tahun keatas.Persentase low vision dan kebutaan pada perempuan cenderung lebih tinggi dibanding laki-laki

4.5. Perilaku.

Penduduk Jawa Barat berusia diatas 10 tahun yang mempunyai kebiasaan merokok, sebagian besar merokok setiap hari pertama kali pada usia 15 – 19 tahun. Namun yang perlu menjadi perhatian adanya anak usia dini 10-14 tahun yang sudah mulai merokok. Ironisnya pada responden dengan usia dini remaja dini telah mulai merokok pertama kali setiap hari pada usia 10 hingga 14 tahun artinya sebagian besar perokok remaja dini tersebut mengenal rokok dan langsung merokok setiap hari, kondisi ini sangat memprihatinkan sehingga sangat diperlukan adanya penyuluhan bahaya merokok sedini mungkin sejak mereka dibangku SD. Persentase perokok di Jawa Barat 26,7 lebih tinggi dibandingkan dengan persentase perokok secara nasional 23,7. Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Ciamis merupakan kabupatenkota dengan persentase perokok tertinggi di Jawa Barat. Sepertiga 32,6 penduduk umur ≥10 tahun termasuk perokok saat ini, dan menghisap rerata 8 batang per hari. Prevalensi perokok tertinggi adalah di Kabupaten Cianjur 39,2. Umumnya 81,5 perokok biasa merokok di dalam rumah. Berdasarkan umur responden proporsi penduduk yang mengkonsumsi minuman beralkohol sebagian bersar berusia 15 hinga 24 tahun 5,0, dan 2,7 diantaranya masih mengkonsumsi minuman hingga 1 bulan terakhir. Perilaku yang cukup menarik dalam riskesdas di Jawa Barat, bahwa hampir semua 97 penduduk 10 tahun keatas kurang makan buah dan sayur dan terdapat merata di semua daerah. Satu dari tiga 29,7 penduduk 10 tahun di Jawa Barat tidak aktif melakukan kegiatan fisik, Kota Cirebon dengan prevalensi kurang aktifitas fisik tertinggi yaitu separuh 50,1 dan Kabupaten Kuningan dengan kurang aktifitas fisik tertinggi 15,7. Sebanyak 71,6 penduduk umur 10 tahun di Jawa Barat pernah mendengar tentang flu burung, yang berpengetahuan benar tentang flu burung 54,9 bersikap benar tentang flu burung proporsi 60,1. Proporsi penduduk 10 tahun di Jawa Barat yang pernah mendengar tentang HIVAIDS sebesar 45,1, berpengetahuan benar tentang penularan HIVAIDS