Status gizi balita berdasarkan indikator TBU
20
Tabel 3.4 Sebaran Balita menurut Status Gizi TBU dan KabupatenKota
di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Kategori status gizi TBU KabupatenKota
Sangat pendek Pendek
Normal
Kab.Bogor 14,8
16,9 68,3
Kab.Sukabumi 17,7
22,1 60,2
Kab.Cianjur 24,0
21,1 54,9
Kab.Bandung 19,1
25,9 55,0
Kab.Garut 22,8
19,0 58,2
Kab.Tasikmalaya 17,8
25,6 56,6
Kab.Ciamis 14,4
19,0 66,6
Kab.Kuningan 11,8
23,2 65,0
Kab.Cirebon 13,9
20,2 65,9
Kab.Majalengka 20,2
22,2 57,6
Kab.Sumedang 15,5
17,5 67,0
Kab.Indramayu 15,7
19,8 64,6
Kab.Subang 18,3
22,5 59,2
Kab.Purwakarta 12,0
18,7 69,3
Kab.Karawang 16,2
18,2 65,5
Kab.Bekasi 11,7
16,1 72,2
Kota Bogor 9,4
18,9 71,6
Kota Sukabumi 7,3
25,2 67,5
Kota Bandung 13,5
15,8 70,7
Kota Cirebon 16,2
18,8 64,9
Kota Bekasi 9,0
12,5 78,5
Kota Depok 8,8
20,2 71,0
Kota Cimahi 11,9
21,2 66,9
Kota Tasikmalaya 22,5
20,2 57,3
Kota Banjar 8,8
23,6 67,6
JAWA BARAT 15,7
19,7 64,6
TBU= Tinggi Badan menurut Umur
Prevalensi balita ―sangat pendek + pendek‖ di propinsi Jawa Barat adalah 35,4. Angka tersebut sudah berada di bawah angka nasional 36,8. Dari 25 kabupatenkota ada 8
kabupatenkota yang mempunyai prevalensi balita pendek + sangat pendek di atas angka nasional, yaitu Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung, Kabupaten
Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Subang, dan kota Tasikmalaya. Secara umum masalah balita pendek + sangat pendek di Provinsi Jawa Barat
masih cukup tinggi. Semua kabupatenkota memiliki prevalensi balita pendek + sangat pendek di atas 20.
c. Status gizi balita berdasarkan indikator BBTB Indikator BBTB menggambarkan status gizi yang sifatnya akut sebagai akibat dari keadaan
yang berlangsung dalam waktu yang pendek, seperti menurunnya nafsu makan akibat sakit atau karena menderita diare. Dalam keadaan demikian berat badan anak akan cepat turun
sehingga tidak proporsional lagi dengan tinggi badannya dan anak menjadi kurus.
21
Di samping mengindikasikan masalah gizi yang bersifat akut, indikator BBTB juga dapat digunakan sebagai indikator kegemukan. Dalam hal ini berat badan anak melebihi proporsi
normal terhadap tinggi badannya. Kegemukan ini dapat terjadi sebagai akibat dari pola makan yang kurang baik atau karena keturunan. Masalah kekurusan dan kegemukan pada
usia dini dapat berakibat pada rentannya terhadap berbagai penyakit degeneratif pada usia dewasa Teori Barker.
Salah satu indikator untuk menentukan anak yang harus dirawat dalam manajemen gizi buruk adalah indikator sangat kurus yaitu anak dengan nilai Z-score -3,0 SD. Prevalensi
balita sangat kurus secara nasional masih cukup tinggi yaitu 6,2. Terdapat 12 provinsi yang memiliki prevalensi balita sangat kurus di bawah angka prevalensi nasional. Ke 12
provinsi tersebut adalah: Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,
Maluku Utara dan Papua.
Dalam diskusi selanjutnya digunakan masalah kurus untuk gabungan kategori sangat kurus dan kurus. Besarnya masalah kurus pada balita yang masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat public health problem adalah jika prevalensi kurus 5. Masalah kesehatan masyarakat sudah dianggap serius bila prevalensi kurus antara 10,1 - 15,0 ,
dan dianggap kritis bila prevalensi kurus sudah di atas 15,0 UNHCR.
Tabel 3.5 Sebaran Balita menurut Status Gizi BBTB dan KabupatenKota
di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
KabupatenKota Kategori status gizi BBTB
Sangat kurus Kurus
Normal Gemuk
Kab.Bogor 3,9
5,4 81,9
8,9 Kab.Sukabumi
4,4 5,6
80,5 9,5
Kab.Cianjur 1,9
3,5 84,2
10,4 Kab.Bandung
1,3 3,3
88,6 6,8
Kab.Garut 6,4
4,6 74,8
14,3 Kab.Tasikmalaya
2,9 4,6
84,3 8,1
Kab.Ciamis 3,6
3,6 84,9
7,9 Kab.Kuningan
2,2 5,9
83,0 8,9
Kab.Cirebon 5,3
9,0 79,8
5,9 Kab.Majalengka
1,5 7,7
78,5 12,3
Kab.Sumedang 3,5
5,8 78,3
12,5 Kab.Indramayu
2,7 4,6
83,2 9,5
Kab.Subang 5,2
7,1 75,8
11,8 Kab.Purwakarta
3,0 4,4
86,1 6,4
Kab.Karawang 7,3
5,6 76,7
10,4 Kab.Bekasi
3,0 5,8
80,9 10,2
Kota Bogor 2,0
2,0 86,4
9,6 Kota Sukabumi
,5 2,7
92,7 4,0
Kota Bandung 2,4
8,0 80,8
8,7 Kota Cirebon
4,7 6,8
81,1 7,4
Kota Bekasi 4,8
5,2 77,5
12,5 Kota Depok
4,0 8,6
74,8 12,6
Kota Cimahi 2,3
3,3 85,0
9,3 Kota Tasikmalaya
3,1 4,7
81,0 11,2
Kota Banjar 2,5
4,7 88,6
4,2 JAWA BARAT
3,6 5,4
81,3 9,6
BBTB= Berat Badan menurut Tinggi Badan
22
Secara umum, prevalensi balita kurus + sangat kurus di Provinsi Jawa Barat adalah 9, dan sudah berada di bawah batas kondisi yang dianggap serius 10. Walaupun demikian dari
25 kabupatenkota di Jawa Barat masih ada 7 kabupatenkota yang berada pada keadaan serius menurut indikator status gizi BBTB, yaitu : Kabupaten Garut, Kabupaten Cirebon,
Kabupaten Subang, Kabupaten Karawang, Kota Bandung, Kota Cirebon dan Kota Depok.
Berdasarkan indikator BBTB juga dapat dilihat prevalensi kegemukan di kalangan balita. Pada Tabel 3.5. dapat dilihat bahwa prevalensi kegemukan pada balita di Provinsi Jawa
Barat 9,6 di bawah prevalensi nasional 12,2. Terdapat 3 kabupaten Garut, Majalengka dan Subang serta 2 kota Bekasi dan Depok dengan prevalensi kegemukan di
atas prevalensi nasionnal.