15
BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1.
Gambaran Umum 3.1.1. Profil Provinsi Jawa Barat
Jawa Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia dan dari perkembangan sejarah menunjukkan bahwa Propinsi Jawa Barat merupakan Propinsi yang pertama dibentuk di
wilayah Indonesia Dengan lahirnya UU No.23 Tahun 2000 tentang Provinsi Banten, maka Wilayah Administrasi Pembantu Gubernur Wilayah I Banten resmi ditetapkan menjadi
Provinsi Banten.
Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5°50 – 7°50 LS dan 104°48 – 104°48
BT. Bagian Barat Laut provinsi Jawa Barat berbatasan langsung dengan Provinsi DKI Jakarta, ibukota negara Indonesia. Provinsi Jawa Barat berada di bagian Barat Pulau Jawa.
Wilayahnya berbatasan dengan Laut Jawa di Utara, Jawa Tengah di Timur, Samudra Hindia di Selatan, serta Banten dan DKI Jakarta di Barat. Luas wilayah seluruhnya adalah
34.816,96 km
2
Data berdasarkan Survei SosialEkonomi 2005
Kawasan pantai Utara merupakan dataran rendah. Di bagian tengah merupakan pegunungan, yakni bagian dari rangkaian pegunungan yang membujur dari Barat hingga
Timur Pulau Jawa. Titik tertingginya adalah Gunung Ciremay, yang berada di sebelah Barat Daya Kota Cirebon. Sungai-sungai yang cukup penting adalah Sungai Citarum dan Sungai
Cimanuk, yang bermuara di Laut Jawa.
Ciri utama daratan Jawa Barat adalah bagian dari busur kepulauan gunung api aktif dan tidak aktif yang membentang dari ujung utara Pulau Sumatera hingga ujung utara Pulau
Sulawesi. Daratan dapat dibedakan atas wilayah pegunungan curam di selatan dengan ketinggian lebih dari 1.500 m di atas permukaan laut, wilayah lereng bukit yang landai di
tengah ketinggian 100 1.500 m dpl, wilayah dataran luas di utara ketinggian 0 . 10 m dpl, dan wilayah aliran sungai. Iklim di Jawa Barat adalah tropis, dengan suhu 9 0 C di Puncak
Gunung Pangrango dan 34 0 C di Pantai Utara, curah hujan rata-rata 2.000 mm per tahun, namun di beberapa daerah pegunungan antara 3.000 sampai 5.000 mm per tahun.
Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia yaitu 39.140.812 jiwa. yang mempunyai proporsi penduduk dengan tingkat pendidikan, jumlah
lulusan strata 1, strata 2 dan strata 3, terbanyak dibandingkan dengan provinsi lain. Daerah dengan kepadatan penduduk terbesar berada di dekat Jakarta. Bandung, ibukota provinsi
Jawa Barat merupakan kota dengan jumlah penduduk terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Sebagian besar penduduk Jawa Barat adalah Suku Sunda, yang
bertutur menggunakan Bahasa Sunda.
Jawa Barat memiliki sejumlah perguruan tinggi negeri ternama di Indonesia. Universitas Indonesia memiliki kampus utama di Kota Depok. Di Kota Bandung terdapat Institut
Teknologi Bandung ITB, Universitas Padjadjaran Unpad, dan Universitas Pendidikan Indonesia UPI. Di kota Bogor terdapat Institut Pertanian Bogor.
Setelah beberapa kali mengalami pemekaran wilayah, saat ini Jawa Barat terdiri atas 17 kabupaten dan 9 kota. Kota Bandung Barat yang merupakan kota hasil pemekaran dari
Kabupaten Bandung tahun 2007, tidak termasuk dalam sampel Riskesdas 2007 karena belum diperhitungkan waktu perencanaan. Dengan demikian lokasi Riskesdas 2007 di
Provinsi Jawa Barat mencakup 16 kabupaten dan 9 kota yaitu Kabupaten : Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Cirebon, Majalengka,
Sumedang, Indramayu, Subang, Purwakarta, Karawang, Bekasi dan Kota : Bogor, Sukabumi, Bandung, Cirebon, Bekasi, Depok, Cimahi, Tasikmalaya dan Banjar.
16
3.1.2. Respon Rate Data Riskesdas 2007
Pada Tabel 3.1 dan tabel 3.2 disajikan data respon rate sampel Riskesdas 2007 Provinsi Jawa Barat. Secara umum respon rate rumah tangga RT adalah 94,9 dari sampel
Susenas 2007. Respon rate terendah di Kota Tasikmalaya 87,4 dan tertinggi di Kabupaten Cianjur yang mendekati angka 100. Sedangkan respon rate anggota rumah
tangga ART adalah 87,2 dengan kisaran 64,9 - 92,8.
Tabel 3.1. Jumlah Sampel Rumah Tangga RT di KabupatenKota
Provinsi Jawa Barat menurut Susenas dan Riskesdas, 2007
KabupatenKota Jumlah
Sampel RT- Susenas
Jumlah Sampel RT-
Riskesdas Sampel RT
Riskesdas Susenas
Kab.Bogor 1184
1143 96.5
Kab.Sukabumi 928
891 96.0
Kab.Cianjur 928
916 98.7
Kab.Bandung 1408
1325 94.1
Kab.Garut 896
825 92.1
Kab.Tasikmalaya 928
912 98.3
Kab.Ciamis 864
841 97.3
Kab.Kuningan 640
609 95.2
Kab.Cirebon 864
836 96.8
Kab.Majalengka 704
675 95.9
Kab.Sumedang 672
649 96.6
Kab.Indramayu 832
786 94.5
Kab.Subang 768
731 95.2
Kab.Purwakarta 736
689 93.6
Kab.Karawang 864
826 95.6
Kab.Bekasi 832
815 98.0
Kota Bogor 608
578 95.1
Kota Sukabumi 480
472 98.3
Kota Bandung 960
906 94.4
Kota Cirebon 480
435 90.6
Kota Bekasi 832
737 88.6
Kota Depok 704
658 93.5
Kota Cimahi 800
752 94.0
Kota Tasikmalaya 800
699 87.4
Kota Banjar 800
763 95.4
Jawa Barat 20512
19.469 94,9
17
Tabel 3.2. Jumlah Sampel Anggota Rumah tangga ART di KabupatenKota Provinsi
Jawa Barat menurut Susenas dan Riskesdas, 2007
KabupatenKota Jumlah
Sampel ART- Susenas
Jumlah Sampel ART-
Riskesdas Sampel ART
Riskesdas Susenas
Kab.Bogor 4.964
4.589 92,6
Kab.Sukabumi 3.522
3.262 92,6
Kab.Cianjur 3.552
3.275 92,2
Kab.Bandung 5.568
4.329 77,9
Kab.Garut 3.727
2.918 78,3
Kab.Tasikmalaya 3.363
3.114 92,6
Kab.Ciamis 2.865
2.629 91,8
Kab.Kuningan 2.378
2.066 86,9
Kab.Cirebon 3.399
3.151 92,7
Kab.Majalengka 2.304
2.137 92,8
Kab.Sumedang 2.357
2.112 89,7
Kab.Indramayu 2.876
2.491 86,6
Kab.Subang 2.697
2.402 89,1
Kab.Purwakarta 2.917
2.629 90,2
Kab.Karawang 3.242
2.947 91,1
Kab.Bekasi 3.322
2.904 87,4
Kota Bogor 2.592
2.201 84,9
Kota Sukabumi 1.877
1.734 92,4
Kota Bandung 3.741
3.355 89,7
Kota Cirebon 1.850
1.595 86,3
Kota Bekasi 3.547
2.809 79,2
Kota Depok 3.004
1.950 64,9
Kota Cimahi 3.035
2.753 90,7
Kota Tasikmalaya 3.010
2.579 85,7
Kota Banjar 2.812
2.498 88,8
Jawa Barat 78.521
68.429 87,2
3.2.Status Gizi 3.2.1. Status Gizi Balita
Status gizi balita diukur berdasarkan umur, berat badan BB dan tinggi badan TB. Berat badan anak ditimbang dengan timbangan digital yang memiliki presisi 0,1 kg, panjang badan
diukur dengan length-board dengan presisi 0,1 cm, dan tinggi badan diukur dengan menggunakan microtoise dengan presisi 0,1 cm. Variabel BB dan TB anak ini disajikan
dalam bentuk tiga indikator antropometri, yaitu: berat badan menurut umur BBU, tinggi badan menurut umur TBU, dan berat badan menurut tinggi badan BBTB.
Untuk menilai status gizi anak, maka angka berat badan dan tinggi badan setiap balita dikonversikan ke dalam bentuk nilai terstandar Z-score dengan menggunakan baku
antropometri WHO 2006. Selanjutnya berdasarkan nilai Z-score masing-masing indikator tersebut ditentukan status gizi balita dengan batasan sebagai berikut :
a. Berdasarkan 17able17nal BBU :
18
Kategori Gizi Buruk Z-score -3,0
Kategori Gizi Kurang Z-score =-3,0 sd Z-score -2,0 Kategori Gizi Baik
Z-score =-2,0 sd Z-score =2,0 Kategori Gizi Lebih
Z-score 2,0 b. Berdasarkan 18able18nal TBU:
Kategori Sangat Pendek Z-score -3,0
Kategori Pendek Z-score =-3,0 sd Z-score -2,0
Kategori Normal Z-score =-2,0
c. Berdasarkan 18able18nal BBTB: Kategori Sangat Kurus
Z-score -3,0 Kategori Kurus
Z-score =-3,0 sd Z-score -2,0 Kategori Normal
Z-score =-2,0 sd Z-score =2,0 Kategori Gemuk
Z-score 2,0 Perhitungan angka prevalensi dilakukan sebagai berikut:
Prevalensi gizi buruk = Jumlah balita gizi burukjumlah seluruh balita x 100 Prevalensi gizi kurang = Jumlah balita gizi kurangjumlah seluruh balita x 100
Prevalensi gizi baik = Jumlah balita gizi baikjumlah seluruh balita x 100 Prevalensi gizi lebih = Jumlah balita gizi lebihjumlah seluruh balita x 100
a. Status gizi balita berdasarkan indikator BBU
Indikator BBU memberikan gambaran tentang status gizi yang sifatnya umum, tidak spesifik. Tinggi rendahnya prevalensi gizi buruk dan gizi kurang mengindikasikan ada
tidaknya masalah gizi pada balita, tetapi tidak memberikan indikasi apakah masalah gizi tersebut bersifat kronis atau akut.
Secara umum, prevalensi gizi ―buruk+kurang‖ di Propinsi Jawa Barat adalah 15. Pencapaian tersebut lebih baik dibandingkan dengan target pencapaian program perbaikan
gizi pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah RPJM tahun 2015 sebesar 20 dan target MDGs 2015 untuk Indonesia sebesar 18,5. Dari 25 kabupatenkota yang berada
diwilayah propinsi Jawa Barat hanya Kabupaten Cirebon yang belum mencapai target nasional tersebut. Bila dibandingkan dengan target MDG 2015 maka ada 3 kabupatenkota
yang belum mencapai target yaitu: Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Indramayu dan Kota Cirebon. Di Provinsi Jawa Barat masalah gizi lebih sudah perlu
diperhatikan. Secara umum, prevalensi balita gizi lebih sebesar 3,5. Ada 3 kabupatenkota yang harus diwaspadai karena memiliki prevalensi gizi lebih mendekati 10, yaitu
Kabupaten Karawang, Kota Bekasi, dan Kota Depok.
19
Tabel 3.3. Persentase Balita menurut Status Gizi BBU dan KabupatenKota
di Provinsi Jawa Barat, Riskesdas 2007
Kategori status gizi BBU KabupatenKota
Gizi buruk Gizi kurang
Gizi baik Gizi lebih
Kab.Bogor 3,4
12,5 80,9
3,2 Kab.Sukabumi
3,4 10,2
83,3 3,1
Kab.Cianjur 4,9
9,9 82,6
2,6 Kab.Bandung
3,4 12,3
82,5 1,9
Kab.Garut 5,7
10,5 79,4
4,5 Kab.Tasikmalaya
4,1 12,1
81,5 2,2
Kab.Ciamis 3,3
12,3 81,4
3,0 Kab.Kuningan
2,4 10,3
84,5 2,8
Kab.Cirebon 4,6
17,6 75,6
2,2 Kab.Majalengka
4,2 15,6
76,0 4,2
Kab.Sumedang 2,2
10,5 84,3
3,1 Kab.Indramayu
4,8 14,0
78,2 3,0
Kab.Subang 5,1
11,0 80,9
3,0 Kab.Purwakarta
3,6 8,5
85,0 2,9
Kab.Karawang 1,7
7,7 83,6
7,0 Kab.Bekasi
5,0 9,2
81,8 4,0
Kota Bogor 1,9
11,5 85,1
1,5 Kota Sukabumi
2,7 8,3
88,4 0,5
Kota Bandung 2,3
8,3 85,1
4,3 Kota Cirebon
4,3 14,3
78,9 2,5
Kota Bekasi 2,4
10,2 80,9
6,5 Kota Depok
2,8 9,5
81,0 6,7
Kota Cimahi 1,6
10,4 84,8
3,2 Kota Tasikmalaya
3,3 14,0
79,8 2,9
Kota Banjar 2,8
15,0 81,5
0,7 JAWA BARAT
3,7 11,3
81,5 3,5
BBU= Berat Badan menurut Umur
b. Status gizi balita berdasarkan indikator TBU
Indikator TBU menggambarkan status gizi yang sifatnya kronis, artinya muncul sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama seperti kemiskinan, perilaku pola asuh yang
tidak tepat, sering menderita penyakit secara berulang karena higiene dan sanitasi yang kurang baik. Status pendek dan sangat pendek dalam diskusi selanjutnya digabung
menjadi satu kategori dan disebut masalah pendek.