Kependudukan dan Sosial Perekonomian dan Sektor Lapangan Usaha

5.2 Administrasi Pemerintahan

Secara administratif Propinsi Jawa Timur terdiri atas 29 kabupaten daerah tingkat II, dan 8 delapan kotamadya daerah tingkat II. Dalam wilayah Daerah Tingkat I Jawa Timur terdapat dua kota administratif kotif yaitu Kotif Jember dan Batu, 615 wilayah kecamatan, serta 660 Kelurahan; dan 7.740 desa. Selanjutnya Pemerintah Propinsi Jawa Timur dan KabupatenKota dilengkapi dengan dinas-dinas daerah sebagai unsur pelaksana di bidang otonomi daerah Sekertaris WilayahDaerah sebagai unsur stafpembantu pimpinan, sekretaris DPRD sebagai unsur stafpembantu pimpinan DPRD. Perangkat pemerintah Propinsi Jawa Timur juga dilengkapi dengan instansi- instansi vertikal sebagai aparat dekosentrasi ya itu Kantor Wilayah Departemen dan Kantor Wilayah Direktorat Jendral dan sebagainya.

5.3 Kependudukan dan Sosial

Jumlah penduduk propinsi Jawa Timur pada tahun 1996 adalah 33.128.957 jiwa yang kemudian meningkat menjadi 34.534.014 jiwa pada tahun 1999 dan 35.314.897 jiwa. Tingkat pertumbuhan penduduk selama setahun adalah 1,49 persen pada tahun 1996; 1,08 persen pada tahun 1999; dan 0,87 persen pada tahun 2002. Mengikuti perkembangan jumlah penduduk yang semakin meningkat, kepadatan penduduk pun semakin me ningkat, yaitu 708 jiwa per km 2 pada tahun 1996; 725 jiwa per km 2 pada tahun 1999 dan 752,7 jiwa per km 2 pada tahun 2002. Dilihat dari jumlah penduduk yang cukup besar, berarti Jawa Timur potensial akan tersedianya tenaga kerja dan hal ini akan mendukung program- program pembangunan yang ada. Tingkat Patisipasi Angakatan Kerja TPAK Jawa Timur pada tahun 1996 sebesar 67,37 persen. Kemudian meningkat menjadi 67,44 persen pada tahun 1999 dan 65,83 persen pada tahun 2002. Sedangkan Incremental Labour Output Ratio ILOR menunjukkan angka 0,03 pada tahun 1996; 0,04 pada tahun 1999; dan 0,05 pada tahun 2002.

5.4 Perekonomian dan Sektor Lapangan Usaha

Perekonomian Jawa Timur didominasi oleh sektor industri pengolahan 29,6 persen, sektor perdagangan, hotel restoran 26,7 persen serta sektor pertanian 17,5 persen. Dominasi sektor manufaktur dan perdagangan terutama terjadi di wilayah perkotaan dan dominasi sektor pertanian terjadi di wilayah pedesaan. Dalam 10 tahun terakhir peran sektor perdagangan makin dominan, sementara peran sektor pertanian dan industri pengolahan cenderung menurun. Beberapa wilayah di Jawa Timur memiliki kemiripan karakter, baik akibat kedekatan geografis, tatanan ekonomi maupun historis. Oleh karena itu, Jawa Timur dikelompokkan dalam 4 koridor, yaitu koridor Utara Selatan, Barat Daya, Timur dan Utara, yaitu : a. Koridor Utara-Selatan, mencakup dataran tinggi bagian tengah merupakan wilayah subur dan berkembang, yaitu : Gresik, Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, Pasuruan, Malang, dan Blitar. b. Koridor Utara, mencakup dataran rendah bagian utara merupakan wilayah dengan kesuburan sedang dan tingkat perkembangan sedang, yaitu : Ngawi, Tuban, Bojonegoro, Lamongan, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. c. Koridor Barat Daya, mencakup wilayah pegunungan kapur selatan merupakan wilayah tandus, tidak subur dan belum begitu berkembang, yaitu : Jombang, Madiun, Magetan, Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, dan Tulungagung. d. Koridor Timur merupakan wilayah kepulauan, merupakan wilayah ya ng kemudahan hubungannya kurang dan belum berkembang, yaitu : Probolinggo, Lumajang, Jember, Bondowoso, Situbondo, dan Banyuwangi. Koridor Utara kuat di sektor pertambangan- minyak dan galian dengan kontribusi terhadap perekonomian Jawa Timur sebesar 41,80 persen. Koridor Timur kuat di sektor pertanian dengan kontribusi sebesar 28,05 persen. Koridor Barat Daya kuat di sektor industri pengolahan dengan kontribusi sebesar 30,46 persen. Sementara koridor Utara Selatan kuat di banyak sektor antara lain sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor transportasi dan komunikasi, sektor keuangan dan sektor jasa-jasa. Saat ini, Jawa Timur berperan sebagai penyangga utama stok pangan nasional, terutama untuk komoditi padi, jagung, kedelai, unggas telur dan daging, hewan ternak daging, ikan dan buah-buahan serta bumbu. Potensi besar di sektor pertambangan dan galian juga dimiliki Jawa Timur, terutama di koridor Utara. Sekalipun saat ini kontribusi koridor Utara baru 11 persen, di masa mendatang akan meningkat ketika eksploitasi minyak Blok Cepu dan pengoperasian Lamongan Industrial Shorebase direalisasi. Potensi Jawa Timur yang dapat dikembangkan masih banyak dan beragam. Salah satunya pengembangan Kawasan Jatim Selatan, yang akan makin meningkatkan potensi ekonomi Jawa Timur. Dukungan dan pengelolaan yang tepat akan membuat seluruh potensi yang dimiliki Jawa Timur akan terus berkembang dan memantapkan posisi Jawa Timur sebagai penggerak utama perekonomian nasional. Produk Domestik Regional Bruto PDRB Jawa Timur merupakan pangsa ketiga terbesar setelah daerah DKI Jakarta dan Jawa Barat dengan rata-rata pangsa sekitar 15 persen dari Produk Domestik Bruto PDB nasional. Dilihat dari pangsa sektoralnya, perekonomian Jawa Timur secara umum didominasi oleh empat sektor dominan utama, yakni sektor industri pengolahan, sektor perdagangan- hotel-restoran, sektor pertanian, dan sektor jasa-jasa, yang sudah menguasai pangsa 77 persen dari total PDRB Jawa Timur. Dilihat dari sisi keterbukaan ekonomi regional, Jawa Timur merupakan propinsi yang sangat terbuka sehingga dipengaruhi secara signifikan oleh berbagai kondisi luar negeri maupun oleh kondisi propinsi lainnya, khususnya propinsi di Indonesia Timur. Rasio ekspor dan impor Jawa Timur dibandingkan dengan PDRB mencapai 136 persen rata-rata selama 10 tahun terakhir. Sebelum krisis 1991-1996, ekspor Jawa Timur menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi dengan sumbangan rata-rata hampir 6 persen setiap tahunnya, disusul konsumsi 4 persen dan investasi 2,6 persen. Sesudah krisis 1999-2000, berdasarkan data BPS, sumber pertumbuhan ekonomi Jawa Timur bergeser ke perubahan stok investasi dan konsumsi dengan sumbangan masing- masing sebesar 6,4 persen dan 3,6 persen. Dampak krisis ekonomi moneter telah menggeser pola kegiatan ekonomi Jawa Timur dilihat dari komposisi PDRB menurut penggunaan. Rasio konsumsi terhadap PDRB rata-rata mencapai 66 persen dan dalam periode 1990-2000 meningkat menjadi rata-rata 71 persen karena menurunnya kegiatan investasi dan kegiatan ekspor dan impor. Namun, meningkatnya kegiatan konsumsi ini kurang sustainable dalam jangka panjang, dan dampaknya terhadap penyerapan tenaga kerja relatif kecil. Besarnya capital outflows modal swasta dan foreign direct investment yang telah terjadi akibat krisis ekonomi moneter telah menurunkan rasio-rasio investasi menjadi sekitar 20 persen dalam tahun 1999-2000, jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata rasio sebelum krisis sebesar 27 persen. Sifat perekonomian Jawa Timur yang terbuka antara lain telah mendorong nilai ekspor Jawa Timur tahun 2001 tumbuh jauh lebih baik 3,5 persen dibandingkan ekspor nonmigas nasional yang mengalami penurunan sebesar 6,8 persen. Menurut data yang dikelola oleh Bank Indonesia Surabaya, nilai ekspor nonmigas melalui pelabuhan di Jawa Timur tahun 2001 adalah 4,69 milyar dollar AS atau mengalami kenaikan sebesar 3,56 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.

5.5 Tipologi KabupatenKota