Variabel Yang Signifikan Mempengaruhi Pembangunan Manusia Propinsi Jawa Timur

kriminalitas, penyalahgunaan narkoba, dan welfare dependency yang menjadi beban sosial politik bagi pemerintah. Selain itu, investasi di bidang pendidikan secara nyata berhasil mendorong kemajuan ekonomi dan menciptakan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan yang merupakan investasi jangka panjang harus didukung dengan pembiayaan yang memadai dan merata. Dalam APBD, sektor pendidikan pada umumnya mendapat alokasi terbesar sebagai cerminan dari prioritas untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia dan sesuai dengan amanat konstitusi. Dengan pengalokasian yang baik dan tepat sasaran, investasi untuk sektor pendidikan dapat meningkatkan kualitas manusia yang pada akhirnya dapat mendukung pencapaian kemajuan sosial berkurangnya angka kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi.

7.3.1.4 Pengeluaran Pemerintah Untuk Sektor Kesehatan PPK

Variabel pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan menunjukkan persentase jumlah pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan dari jumlah total pengeluaran pembangunan dari APBD tahun anggaran tertentu. Pengujian dilakukan pada taraf nyata 5 persen menghasilkan nilai koefisien regresi sebesar - 0,006 dengan nilai probabilitas p-value sebesar 0,019. Artinya setiap pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan turun sebesar 1 persen, maka nilai IPM Jawa Timur meningkat sebesar 0,006, cateris paribus. Hubungan negatif dan signifikannya variabel pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan dengan pembangunan manusia di Jawa Timur tidak sesuai dengan teori dan hipotesis yang dibuat dalam pene litian ini. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan beberapa kemungkinan. Pertama, peningkatan dalam pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan banyak dinikmati oleh golongan orang kaya dibandingkan golongan orang miskin. Anggaran tersebut cenderung tidak memberikan kontribusi yang nyata dalam meningkatan kualitas pelayanan kesehatan untuk orang miskin. Banyak orang miskin yang tidak mampu membiayai pengobatannya di rumah sakit. Sehingga banyak yang memillih berobat ke klinik swasta yang menggunakan fasilitas pengobatan yang sederhana dan cenderung kekurangan dalam persediaan obat-obatan. Kedua, adanya penambahan pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan lebih banyak digunakan untuk batas penggunaan tertentu khusus yang tidak bersifat meluas. Anggaran tidak merata digunakan untuk program dan kegiatan yang bersifat kuratif, prefentif, dan operasional. Dan ketiga, meskipun ada peningkatan anggaran sektor kesehatan untuk jasa pelayanan, program- program kesehatan, maupun suplai obat dan alat-alat kesehatan, namun tidak diikuti oleh fasilitas tambahan seperti infrastruktu jalan, puskesmas, dan lain- lain. Sehingga hal ini hanya sedikit atau bahkan tidak memberikan pengaruh terhadap kualitas kesehatan dan pembangunan manusia. Hal serupa telah dilaporkan dalam Kajian Pengeluaran Publik Indonesia 2007 World Bank, 2007 yang menyebutkan bahwa hingga saat ini belum pernah ada publikasi yang melaporkan adanya hubungan positif antara pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan terhadap tingkat kematian ibu dan bayi yang melahirkan. Meskipun ada kenaikan anggaran untuk sektor kesehatan, dalam penggunaannya tidak sesuai dengan masalah dan keadaan riil di lapang.

7.3.1.5 Otonomi Daerah

Variabel otonomi daerah merupakan variabel dummy yang digunakan untuk membedakan sebelum dan masa berlakunya kebijakan desentralisasi pada setiap kabupatenkota di Jawa Timur. Variabel dummy otonomi daerah mempunyai koefisisen regresi sebesar 0,018 dengan nilai probabilitas p-value sebesar 0,0000 pada taraf nyata 5 persen. Artinya, pada masa otonomi daerah, nilai IPM Jawa Timur meningkat sebesar 0,018 dibandingkan dengan masa sebelum otonomi daerah. Hubungan positif dan signifikannya kebijakan otonomi daerah dengan pembangunan manusia di Jawa Timur, yang telah sesuai dengan hipotesis, didasarkan pada tujuan dari kebijakan otonomi daerah itu sendiri. Melalui desentralisasi politik, fiskal, dan administrasi ini, pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur segala hal yang menyangkut kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakatnya, pemerataan pembangunan, dengan tetap menjaga hubungan yang serasi antara pusat dan daerah, antar daerah. Secara ekonomi, desentralisasi fiskal merubah pola alokasi dan distribusi sumber-sumber perekonomian, khususnya barang-barang publik. Dengan adanya otonomi daerah, fungsi alokasi dan distribusi banyak beralih kepada daerah kabupatenkota. Hal ini berarti, kesejahteraan masyarakat dipengaruhi oleh kinerja pemerintah kabupatenkota. Daerah otonom memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakannya sendiri untuk pembiayaan pembangunan daerah. Berkaitan dengan pembangunan manusia, maka sektor pendidikan dan sektor kesehatan yang telah didesentralisasikan ke pemerintah daerah, membawa kemajuan bagi IPM daerah. Daerah lebih memahami kondisi, karakter, dan permasalahan di daerahnya serta keragaman keadaan masyarakatnya. Oleh karena itu, setiap kebijakan yang diambil tentu akan lebih menyentuh kepentingan dan sesuai dengan aspirasi masyarakatnya. Dengan kewenangan yang dimilikinya daerah akan lebih leluasa dalam menyusun dan menetapkan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Secara tidak langsung, keberhasilan pembangunan manusia dapat meningkatkan keberhasilan suatu daerah dalam menjalankan kebijakan otonominya, sehingga dapat semakin memajukan dan memakmurkan daerah itu sendiri.

7.3.2 Variabel Tidak Signifikan Mempengaruhi Pembangunan Manusia

Propinsi Jawa Timur Variabel peran perempuan, yang dalam penelitian ini menggunakan proxy Indeks Pemberdayaan Jender IDJ, mempengaruhi secara tidak signifikan terhadap pembangunan manusia pada taraf nyata 5 persen. Hasil estimasi hubungan antara pembangunan manusia dan peran perempuan diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,005 dengan probabilitas p-value sebesar 0,5056. Penggunaan variabel IDJ bertujuan untuk melihat kontribusi perempuan sebagai pengatur pengeluaran rumah tangga yang dapat menentukan prioritas pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Hubungan positif dan tidak signifikannya IDJ dalam estimasi diduga karena kurang tepatnya pemakaian variabel IDJ sebagai proxy dari peran perempuan dalam rumah tangga. Meskipun perempuan mempunyai kemampuan dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik, namun hal tersebut belum tentu menunjukkan kemampuannya dalam mengatur kebutuhan dan keuangan rumah tangga. Sehingga pengeluaran rumah tangga masih dominan dipegang oleh kaum laki- laki dengan perannya sebagai kepala rumah tangga. Di lain hal, diskriminasi jender dalam kehidupan sehari- hari masih tetap ada. Hal ini membuat kaum perempuan tidak mampu mengakses sumber daya ekonomi maupun politik, sama halnya dengan kaum laki- laki. Secara sempit, perempuan hanya diberi tugas reproduksi melahirkan, mengasuh anak, dan pekerjaan-pekerjaan domestik yang tidak pernah dihitung nilainya.

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan

1. Indeks Pembangunan Manusia IPM, pertumbuhan ekonomi PDRB per kapita, dan tingkat kemiskinan, serta pengeluaran sosial pemerintah untuk sektor pendidikan dan kesehatan pada kurun waktu 1996-1999 mengalami menurun akibat terjadinya krisis ekonomi tahun 1998. Kemudian pada kurun waktu 1999-2002, mulai membaik bersamaan dengan masa pemulihan ekonomi. Namun peran perempuan dalam mengatur kebutuhan dan pengeluaran keuangan rumah tangga yang ditunjukkan oleh Indeks Pemberdayaan Jender IDJ, justru cenderung mengalami peningkatan pada kurun waktu 1996-1999 dan menurun pada kurun waktu 1999-2002. Meningkatnya peran perempuan pada kurun waktu 1996-1999 menunjukkan meningkatnya jumlah perempuan yang bekerja untuk meningkatkan pendapatan rumah tangganya. 2. Hasil estimasi dengan menggunakan metode fixed effect GLS menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap IPM Jawa Timur pada taraf nyata 5 persen adalah PDRB per kapita, tingkat kemiskinan, pengelua ran pemerintah untuk sektor pendidikan, pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan, dan kebijakan otonomi daerah. Sedangkan variabel yang tidak berpengaruh secara signifikan terhadap IPM Jawa Timur pada taraf nyata 5 persen adalah peran perempuan IDJ. 3. Pembangunan manusia Jawa Timur secara signifikan dipengaruhi oleh peningkatan PDRB per kapita sebesar 0,008 persen, penurunan kemiskinan mempengaruhi pembangunan Jawa Timur sebesar 0,04 persen; peningkatan pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan sebesar 0,019 persen; penuruna n pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan sebesar 0,006 persen; dan kebijakan otonomi daerah sebesar 0,018 persen; cateris paribus . Sedangkan peran perempuan mempengaruhi pembangunan manusia Jawa Timur secara tidak signifikan sebesar 0,005 persen.

8.2 Saran

1. Dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, penentu dan pengambil kebijakan hendaknya menentukan prioritas pembangunan pada daerah dan sektor yang yang perlu mendapat penanganan dan perhatian khusus. Sehingga diperlukan koordinasi antara pemerintah propinsi dan kabupatenkota untuk menyamakan visi dan misi pembangunannya dalam rangka untuk mencapai kemajuan pembangunan ekonomi dan pembangunan manusia yang merata. 2. Dari hasil analisis diketahui bahwa variabel pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan oleh PDRB per kapita, memberikan pengaruh yang sangat kecil terhadap pembangunan manusia Propinsi Jawa Timur. Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk meningkatkan pemerataan pembangunan dan distribusi pendapatan di antara anggota masyarakat. Diantaranya dengan pemberdayaan masyarakat miskin melalui kegiatan Usaha Mikro Kecil Menengah UMKM; Corporate Social Responbility CSR di mana perusahaan mempunyai kewajiban membantu menyelesaikan masalah sosial yang ada dalam kehidupan bermasyarakat; kegiatan usaha tani pada daerah-daerah pertanian; serta bantuan kredit dan pemberdayaan masyarakat pesisir nelayan untuk meningkatkan hasil tangkapnya. 3. Dalam penelitian ini belum dibahas mengenai peranan infrstruktur sosial, baik itu dari pemerintah maupun swasta, seperti rumah sakit, puskesmas, sekolah, dan lain- lain terhadap capaian pembangunan manusia. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis lanjutan mengenai peranan dan dampak infrastruktur sosial terhadap pembangunan manusia.