Indeks Pembangunan Manusia Jawa Timur

BAB VI GAMBARAN PEMBANGUNAN MANUSIA, PERTUMBUHAN

EKONOMI, KEMISKINAN, PERAN PEREMPUAN, DAN PENGELUARAN SOSIAL PROPINSI JAWA TIMUR Pembangunan adalah proses perubahan terbuka dan terkait dengan aktivitas rakyat secara terencana untuk mencapai tujuan bersama dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan dan kesejahteraan bersama. Pembangunan daerah Jawa Timur mengupayakan peningkatan pendapatan rakyat, mewujudkan ekonomi kerakyatan, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, serta dapat mewujudkan ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat Jawa Timur. Hal itu merupakan syarat bagi rakyat Jawa Timur untuk menyelenggarakan proses pembangunan yang efektif dan berkelanjutan. Pelaksanaan pembangunan daerah melibatkan secara proaktif seluruh rakyat dan pemerintah, yang secara bersama-sama melakukan perubahan dalam segala bidang. Pelaksanaan tersebut dilakukan untuk merespon dan mengatasi berbagai permasalahan kehidupan dan pembangunan. Untuk mencapai tujuan pembangunan manusia tersebut, sangat perlu usaha memberdayakan rakyat sehingga pembangunan dapat berjalan secara efektif dan optimal.

6.1 Indeks Pembangunan Manusia Jawa Timur

Berdasarkan ketetapan UNDP, IPM digunakan untuk mengidentifikasi kinerja pembangunan manusia dari sisi pendidikan, kesehatan, dan daya beli masyarakat. Oleh karena itu, kenaikan atau penurunan IPM sangat dipengaruhi oleh perubahan pada ketiga komponen tersebut. Meningkatnya IPM dapat disebabkan karena meningkatnya ketiga komponen tersebut secara bersama-sama atau dapat juga karena meningkatnya satu atau dua dari komponen-komponen tersebut, dan begitu pula sebaliknya. Propinsi Jawa Timur masuk dalam jajaran propinsi-propinsi di Indonesia mempunyai indeks yang kurang menggembirakan, terutama dalam hal pembangunan manusia. Krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan 1997 ternyata berdampak pada pembangunan manusia di Jawa Timur. Hal ini terlihat dari besaran IPM Jawa Timur yang mengalami penurunan dari tahun 1996 yang sebesar 65,5, menjadi 61,8 pada tahun 1999. Kemudian tahun 2002, kinerja pemerintah sudah menunjukkan adanya perbaikan dalam hal pembangunan manusia meskipun belum sama dengan kondisi sebelum 1999. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya IPM Jawa Timur pada tahun 2002 menjadi 62,64 persen. Berdasarkan perkembangan IPM seperti yang tergambar pada Grafik 3, dapat dilihat bahwa rata-rata semua kabupatenkota mengalami penurunan IPM pada tahun 1996-1999. Penurunan yang paling rendah adalah Kota Pasuruan dan yang paling tinggi terjadi di Kabupaten Bojonegoro. Tinggi rendahnya penur unan tersebut disebabkan karena perubahan komponen-komponen IPM yang bervariasi antar kabupatenkota. Perbandingan komponen IPM antar kabupatenkota untuk tahun 1996- 1999 disajikan dalam Lampiran 1. Berdasarkan lampiran tersebut, terlihat bahwa pada periode 1996-1999, dua komponen IPM yaitu Angka Harapan Hidup AHH dan Pendidikan mengalami kenaikan untuk semua kabupatenkota kecuali Kabupaten Tulungagung yang mengalami penurunan yang sangat signifikan. Secara rata-rata untuk Jawa Timur, terjadi perubaha n sebesar 25,26 persen. Hal ini didukung pula oleh kenyataan bahwa seluruh kabupatenkota mengalami perubahan pada indeks daya belinya. Perubahan terbesar terjadi di Kabupaten Bojonegoro, sedangkan yang terendah terjadi di Kota Surabaya. Dengan demikian, dapat diyakini bahwa penyebab menurunnya IPM dalam kurun waktu 1996-1999 adalah menurunnya indeks daya beli yang disebabkan keterpurukan kondisi ekonomi sebagai akibat terjadinya krisis. Sedangkan pada kurun waktu 1999-2002, ha mpir semua kabupatenkota di Jawa Timur cenderung mengalami peningkatan dalam IPM. Hal tersebut ditandai dengan semakin meningkatnya angka harapan hidup, indeks pendidikan, dan indeks daya beli. Kecuali Kabupaten Pacitan, indeks daya belinya menurun dari 51,49 menjadi 47,49. Oleh karena itu, penurunan dalam indeks daya beli menyebabkan IPM Kabupaten Pacitan juga mengalami penurunan. Secara keseluruhan, IPM tertinggi adalah Kabupaten Bojonegoro dengan rata-rata IPM sebesar 72,1. Sedangkan IPM terendah adalah Kabupaten Pasuruan dengan rata-rata IPM sebesar 48,4. Tinggi rendahnya IPM pada kedua kabupaten ini dapat dilihat dari tipologi wilayahnya dimana Kabupaten Bojonegoro merupakan kabupaten dengan ciri pembangunan manusia yang baik dan didukung oleh infrastruktur pendidikan dan kesehatan semi kota yang memadai. Sedangkan Kota Pasuruan dikenal sebagai salah satu kabupaten di Tapal Kuda dengan tingkat kerawanan kesehatan masih perlu perhatian, tingkat rata-rata pendidikan yang rendah. Faktor kemiskinan yang menonjol, pengeluaran rumah tangga masih dominan untuk keperluan makanan, dan angka ketergantungan anak yang cukup tinggi, sehingan perkembangan manusianya masih rendah.

6.2 Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi yang dimaksudkan dalam hal ini adalah pertumbuha n yang disebabkan karena adanya peningkatan produksi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Untuk dapat melihat pertumbuhan ekonomi yang sebenarnya, maka dimasukkan perhitungan tingkat perkembangan jumlah penduduk. Dengan menggunakan PDRB per kapita Atas Dasar Harga Konstan ADHK tahun 1993 sehingga dapat dilihat peningkatan atau penurunan riil dari pendapatan rata-rata penduduk Jawa Timur. Selama kurun waktu 1996-2002, pertumbuhan ekonomi berdasarkan PDRB per kapita semakin lebih baik karena pertumbuhan jumlah penduduk yang sedikit. Berdasarkan Grafik 4 tentang perkembangan PDRB per Kapita ADHK 1993 menurut kabupatenkota di Jawa Timur, pada kurun waktu 1996-1999, PDRB per kapita hampir seluruh kabupatenkota di Jawa Timur mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena semakin melemahnya kegiatan perekonomian sebagai akibat krisis ekonomi yang terjadi tahun 1998. Namun keadaan tersebut puliha kembali pada kurun waktu 1999-2002 yang ditunjukkan oleh semakin meningkatnya PDRB per kapita tiap kabupatenkota. Jika dilihat secara rata-rata per kabupatenkota, PDRB per kapita terendah adalah Kota Blitar dan tertinggi adalah Kota Surabaya. Rendahnya PDRB per kapita Kota Blitar disebabkan karena adanya pemekaran wilayah. Sedangkan PDRB per kapita Kota Surabaya yang tinggi disebabkan karena posisi Kota Suarabaya sebagai ibukota propinsi dan pusat kegiatan perekonomian, terutama industri dan perdagangan, di Jawa Timur. Grafik 4 di atas juga menunjukkan adanya distribusi pendapatan antar kabupatenkota di Jawa Timur yang tidak merata. hal ini juga dipengaruhi oleh penerimaan Pendapatan Asli Daerah PAD tiap kabupatenkota yang berbeda- beda. Kabupatenkota yang menerima PAD paling tinggi adalah Kota Surabaya, sedangkan yang paling rendah adalah Kabupaten Sampang. Hal tersebut menunjukkan adanya ketimpangan pendapatan antar kabupatenkota di Jawa Timur. Secara tidak langsung PAD tidak digunakan dalam perhitungan PDRB, namun peranan PAD dapat dilihat dari perspektif lain dalam membiayai kegiatan operasional pemerintah. Sehingga dapat dilihat seberapa besar kebijakan pemerintah dalam meningkatkan perekonomian. Kebijakan yang berdampak positif terhadap perekonomian tidak terlalu berhubungan kuat dengan besarnya anggaran. Namun, perekonomian yang meningkat akan memberikan dampak pada peningkatan PDRB.

6.3 Tingkat Kemiskinan

Upaya yang dilakukan pemerintah Propinsi Jawa Timur dalam kebijakan pembangunannya adalah dengan melakukan pendataan jumlah penduduk miskin. Penghitungan jumlah penduduk miskin pada tahun 1996-1999 dilakukan dengan