34
dan pertama kali ikan matang gonad dapat menentukan dan mempengaruhi pertumbuhan. Jika ikan tidak berhasil memperoleh makanan yang sesuai maka
ikan tersebut akan cenderung memakan makanan apa saja yang ada disekitarnya sehingga kebutuhan asam amino protein yang dibutuhkan oleh tubuh ikan tidak
terpenuhi dan menyebabkan pertumbuhan menjadi lambat. Saat ikan mengalami kematangan gonad maka akan menyebabkan
kecepatan pertumbuhan menjadi lambat karena makanan yang di konsumsi dan dicerna oleh ikan akan terlebih dahulu digunakan untuk perkembangan gonadnya.
Selain itu, pemijahan juga mempengaruhi pertumbuhan karena pada waktu memijah pada umumnya ikan tidak makan sehingga pertumbuhan terhenti
Effendie 1997. Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa spesies ikan yang sama pada lokasi yang berbeda akan memiliki pola pertumbuhan yang
berbeda karena faktor - faktor tersebut di atas. Nilai dari perhitungan panjang berat dapat memberikan keterangan
mengenai reproduksi ikan betok. Dengan mengetahui hubungan panjang berat kita dapat mengetahui pola pertumbuhan ikan betok. Pola pertumbuhan ini dapat
digunakan untuk menentukan faktor kondisi ikan betok, musim pemijahan, dan perubahan lingkungan Effendie 1997, sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi
perairan pada stasiun rawa dan danau lebih stabil dalam mendukung kehidupan ikan betok di kawasan rawa banjiran DAS Mahakam. Hal tersebut dilihat dari
tingginya persentase penutupan tumbuhan air dan frekuensi hasil tangkapan ikan yang matang gonad pada ke-2 stasiun dibandingkan dengan stasiun sungai Tabel
2 dan 3.
4.4. Faktor Kondisi Ikan Betok
Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan dilihat dari segi kapasitas fisik untuk kelangsungan hidup dan bereproduksi Effendie 1997. Berdasarkan pola
pertumbuhan ikan betok yang mempunyai 2 pola pertumbuhan maka penentuan faktor kondisi digunakan rumus faktor kondisi untuk pola pertumbuhan isometrik
ikan betina stasiun rawa dan sungai dan rumus faktor kondisi relatif untuk pola pertumbuhan allometrik ikan jantan pada ke-3 stasiun dan ikan betina stasiun
danau. Berdasarkan stasiun penelitian, nilai faktor kondisi ikan betok jantan
berkisar antara 0.58 - 1.54 dan nilai faktor kondisi ikan betok betina berkisar antara 0.48 - 2.57 Lampiran 13. Rata - rata nilai faktor kondisi ikan jantan dan betina
35
cenderung menurun. Nilai rata - rata faktor kondisi tertinggi berada pada stasiun rawa, diikuti oleh stasiun sungai dan terendah terdapat pada stasiun danau
Gambar 7 dan Lampiran 13. Kisaran rata-rata ikan betok jantan dan betina
berturut-turut adalah 0.96 - 1.07 dan 0.94 - 1.82, dengan nilai tertinggi terdapat pada stasiun rawa 1.07 pada ikan jantan dan 1.82 pada ikan betina, stasiun
sungai 0.99 pada ikan jantan dan 1.55 pada ikan betina dan terendah terdapat pada stasiun danau 0.96 untuk jantan dan 0.94 untuk betina.
1.07 0.99
0.96 1.55
0.94 1.82
0.00 0.50
1.00 1.50
2.00 2.50
Rawa Sungai
Danau
Stasiun Penelitian F
a k
to r
K o
n d
i
Jantan Betina
Gambar 7. Faktor kondisi ikan betok jantan dan betina berdasarkan stasiun penelitian
Periode pemijahan ikan dapat diduga dengan mengetahui nilai faktor kondisi tertinggi ikan yang bersangkutan. Nilai rata - rata faktor kondisi tertinggi
ikan betok terdapat pada stasiun rawa sehingga dapat diduga bahwa stasiun rawa merupakan tempat terbaik bagi ikan betok untuk melakukan proses pemijahan. Hal
tersebut didukung dengan adanya ketersediaan makanan berupa tumbuhan air yang lebih banyak dibandingkan dengan 2 stasiun lainnya. Tumbuhan air adalah
makanan insekta yang pada tropik level berikutnya merupakan makan ikan betok Mustakim 2008; Haloho 2009. Selain itu, ditemukan pula frekuensi terbesar ikan
betok yang telah matang gonad pada stasiun rawa Lampiran 14. Secara umum, nilai rata - rata faktor kondisi ikan betina pada ke-3 stasiun
penelitian cenderung lebih besar daripada ikan jantan. Hal ini disebabkan oleh ikan betok yang tertangkap rata - rata sudah memasuki TKG III dan IV. Gonad ikan
betina cenderung lebih berat daripada testis ikan jantan sehingga mempengaruhi berat ikan betina itu sendiri.
F a
k to
r K
o n
d is
i
36
Gambar 8. Faktor kondisi ikan betok jantan dan betina berdasarkan TKG pada setiap stasiun penelitian
Rawa
1.11 1.70
1.11 1.07
1.04 1.06
1.88 1.74
1.65 1.93
0.00 0.50
1.00 1.50
2.00 2.50
I II
III IV
V TKG
F a
k to
r K
o n
d is
Jantan Betina
Sungai
1.41
0.00 1.02
0.94 1.07
0.96 1.68
1.44 1.34
1.54
0.00 0.50
1.00 1.50
2.00 2.50
I II
III IV
V TKG
F a
k to
r K
o n
d is
Jantan Betina
Danau
0.85 1.08
0.91 0.94
0.92 0.93
0.88 0.93
1.05 1.07
0.00 0.50
1.00 1.50
2.00 2.50
I II
III IV
V TKG
F a
k to
r K
o n
d is
Jantan Betina
F ak
tor K
ondi s
i
37
Faktor kondisi ikan betok jantan dan betina berdasarkan TKG pada setiap stasiun penelitian bervariasi dan berfluktuatif Gambar 8 dan Lampiran 14. Nilai
faktor kondisi cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya TKG ikan jantan dan betina hampir pada semua stasiun penelitian dan kemudian menurun saat
memasuki TKG V kecuali pada ikan betina stasiun danau. Keadaan ini dapat dipahami karena meningkatnya TKG merupakan salah satu akibat dari
perkembangan berat gonad yang pada akhirnya dapat meningkatkan berat tubuh ikan secara keseluruhan Yani 1994. Beberapa faktor lain yang diduga menjadi
penyebab terjadinya perbedaan kondisi ini adalah ketersediaan makanan, kondisi lingkungan, TKG, perbedaan umur, ukuran ikan, dan tingkah laku ikan itu sendiri
Effendie 1997. Muliyani 1993 in Yani 1994 melaporkan bahwa fluktuasi faktor kondisi
pada ikan betina bukan hanya dipengaruhi oleh berat gonad saja tetapi juga oleh aktivitas selama proses pematangan gonad dan pemijahan. Ikan yang cenderung
menggunakan cadangan lemaknya sebagai sumber tenaga selama proses pemijahan akan mengalami penurunan faktor kondisi.
Menurut Tamsil 2000, faktor kondisi ikan akan terus berkembang pada setiap siklusnya dan akan mencapai nilai maksimum pada TKG IV, kemudian
menurun saat memasuki TKG V, karena ikan sudah melakukan pemijahan. Akan tetapi pada kondisi lingkungan yang tidak memungkinkan, penurunan faktor kondisi
dapat terjadi sebelum mencapai TKG V sebelum memijah apabila terjadi atresia yaitu penyerapan kembali oosit oleh tubuh ikan karena adanya gangguan dalam
proses reproduksi pada tahap perkembangan gonad. Hal tersebut diduga yang terjadi pada ikan betina stasiun danau.
Pada stasiun sungai Gambar 8 dan Lampiran 14 terlihat adanya nilai faktor kondisi yang nol, hal ini disebabkan karena pada stasiun sungai tidak
ditemukan adanya ikan jantan dengan TKG V. Secara umum, rata - rata faktor kondisi ikan betina berdasarkan TKG lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan.
Perubahan pada nilai faktor kondisi ikan pada setiap stasiun penelitian disebabkan oleh makanan, umur, jenis kelamin, TKG Effendie 1997, serta kondisi lingkungan
Makmur 2004. Nilai faktor kondisi cenderung meningkat dengan meningkatnya berat
gonad yang pada akhirnya dapat meningkatkan berat tubuh ikan secara keseluruhan. Hal tersebut didukung oleh data hasil penelitian yang menjelaskan
bahwa hampir keseluruhan ikan betok betina mencapai rata - rata faktor kondisi
38
tertinggi pada TKG IV, kecuali ikan betina stasiun danau yang diduga mengalami atresia akibat adanya gangguan dalam tahap perkembangan gonad.
4.5. Aspek Biologi Reproduksi Ikan Betok 4.5.1. Nisbah kelamin ikan betok