52
frekuensi pemijahan, perlindungan induk parental care, ukuran telur, kondisi lingkungan, dan kepadatan populasi Moyle Cech 1988.
Spesies ikan yang mempunyai fekunditas besar, pada umumnya memijah di daerah permukaan perairan sedangkan spesies yang fekunditasnya kecil
biasanya melindungi telurnya dari pemangsa atau menempelkan telurnya pada tumbuhan air atau substrat lainnya Nikolsky 1963. Ikan betok adalah salah satu
spesies ikan yang tidak membuat sarang saat memijah, membiarkan telur-telurnya mengapung bebas di permukaan air telurnya mengandung butiran minyak yang
besar sehingga bobotnya menjadi ringan tanpa adanya penjagaan induk Britz Cambray 2001, sehingga ikan betok diduga memiliki fekunditas yang besar.
Gambar 18. Grafik hubungan fekunditas dengan berat gonad ikan betok
Berdasarkan grafik hubungan fekunditas dengan berat gonad, diperoleh persamaan F = 4058.7x + 960.98 yang berarti setiap kenaikan satu mm berat tubuh
ikan betok akan menaikkan fekunditas sebesar 4058.7 butir Gambar 18. Nilai koefisien korelasi r yang diperoleh sebesar 0.7852 yang menandakan adanya
hubungan yang erat antara keduanya. Sehingga model hubungan fekunditas dengan berat gonad dapat digunakan sebagai model prediksi fekunditas yang baik.
Hubungan ini bersifat autokorelasi yang artinya fekunditas dapat mempengaruhi berat gonad dan sebaliknya, berat gonad dapat mempengaruhi fekunditas.
4.5.5. Sebaran diameter telur dan pola pemijahan ikan betok
Diameter telur ikan dapat mengindikasikan pola pemijahan ikan termasuk ke dalam pemijahan total atau bertahap. Diameter telur ikan betok diukur dari
y = 4058.7x + 960.98 R
2
= 0.6165 r = 0.7852
n = 128
5000 10000
15000 20000
25000 30000
35000
0.00 1.00
2.00 3.00
4.00 5.00
6.00 7.00
Berat Gonad gram F
e k
u n
d it
a s
b u
ti r
53
gonad 128 ekor ikan betina yang mempunyai TKG III 43 ekor dan IV 85 ekor. Sebaran diameter telur ikan betok dibagi dalam 16 selang ukuran Gambar 19.
Ukuran diameter telur ikan betok yang telah matang gonad berkisar antara 0.23 - 1.42 mm, dengan frekuensi terbesar berada pada selang ukuran 0.68 - 0.75 mm
pada semua stasiun penelitian Gambar 19 dan Lampiran 21. Menurut Britz dan Cambray 2001, ikan betok A. testudineus mempunyai
ukuran telur yang kecil dengan diameter berkisar antara 0.9 - 1.0 mm. Kisaran diameter telur yang sama juga dimiliki oleh anggota famili Anabantidae yang lain
seperti Ctenopoma cf. pellegrini dan Ctenopoma weeksii. Selain itu, telur ikan betok cenderung ringan karena mempunyai kandungan butiran minyak yang besar
sehingga memungkinkan telur tersebut mengapung di permukaan air Britz Cambray 2001. Ukuran telur biasanya dipakai untuk menentukan kandungan
kualitas kuning telur, dimana telur yang berukuran besar akan menghasilkan larva yang berukuran besar dari pada telur yang berukuran kecil Effendie 1997.
Lagler 1972 menyatakan bahwa dengan melihat penyebaran telur pada tiap TKG maka akan diketahui pola pemijahan ikan tersebut. Dari sebaran
frekuensi diameter telur ikan betok TKG III dan IV yang hanya terlihat adanya satu puncak penyebaran dapat disimpulkan bahwa pola pemijahan ikan betok adalah
pola pemijahan secara serentak total spawning. Hal ini berarti bahwa selama bulan penelitian pengeluaran telur masak oleh ikan betok dilakukan secara
serentak dalam satu waktu pemijahan. Asumsi tersebut diatas diperkuat dengan informasi yang diperoleh dari
www.fishbase.org yang menyatakan bahwa ikan betok hanya memijah satu kali dalam setahun. Selain itu, Kuncoro 2009 menambahkan bahwa ikan betok mulai
matang gonad setelah berumur 1 tahun yang artinya ikan ini baru bisa memijah setelah jangka waktu satu tahun, kecuali jika terjadi gangguan dalam proses
pemijahannya seperti musim kemarau yang berkepanjangan. Menurut Mustakim 2008, ikan betok merupakan ikan yang memijah
sepanjang musim penghujan dan mampu memijah sebanyak 2 - 3 kali sehingga dapat disimpulkan bahwa ikan betok memiliki pola pemijahan secara bertahap
partial spawning. Adanya perbedaan pola pemijahan ini diduga karena waktu penelitian yang cukup singkat, hanya dilakukan 3 bulan sehingga kurang mewakili
perkembangan ikan betok di rawa banjiran DAS Mahakam dan juga karena adanya perbedaan dalam pengambilan data.
5 4
G a
m ba
r 19
. S
eba ran
di a
m et
e r
tel ur
ik an
be to
k pada
T K
G I
II dan
I V
be rdas
ar k
an s
tas iun
penel
itian
5 1
1 5
2 2
5 0.23-0.30
0.31-0.37 0.38-0.45
0.46-0.52 0.53-0.60
0.61-0.67 0.68-0.75
0.76-0.82 0.83-0.90
0.91-0.97 0.98-1.05
1.06-1.12 1.13-1.20
1.21-1.27 1.28-1.35
1.36-1.42 5
1 1
5 2
2 5
0.23-0.30 0.31-0.37
0.38-0.45 0.46-0.52
0.53-0.60 0.61-0.67
0.68-0.75 0.76-0.82
0.83-0.90 0.91-0.97
0.98-1.05 1.06-1.12
1.13-1.20 1.21-1.27
1.28-1.35 1.36-1.42
T K
G III
T K
G IV
5 1
1 5
2 2
5 0.23-0.30
0.31-0.37 0.38-0.45
0.46-0.52 0.53-0.60
0.61-0.67 0.68-0.75
0.76-0.82 0.83-0.90
0.91-0.97 0.98-1.05
1.06-1.12 1.13-1.20
1.21-1.27 1.28-1.35
1.36-1.42
Frekuensi butir
S el
an g
U ku
ran D
iam et
er T
el u
r m
m R
a w
a S
u n
g ai
D an
au
n =
7 T
KG II
I =
2 2
T KG
IV =
4 8
n =
2 2
T KG
II I
= 8
T KG
IV =
1 4
n =
3 6
T KG
II I
= 1
3 T
KG IV
= 2
3
55
4.6. Alternatif Pengelolaan Ikan Betok A. testudineus