PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DENGAN MENERAPKAN NILAI NILAI KARAKTER KONSERVASI UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KETERAMPILAN KERJA ILMIAH SISWA SMA

(1)

KONSERVASI UNTUK MENINGKATKAN

PEMAHAMAN KONSEP DAN KETERAMPILAN

KERJA ILMIAH SISWA SMA

Skripsi

disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Progam Studi Pendidikan Fisika

oleh Nur Hidayah

4201411050

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2015


(2)

(3)

(4)

 Sesungguhnya sesudah kesulitan pasti ada kemudahan (Q.S. Al-Insyirah:5-6)

 Ketika saya bersyukur dengan apa yang saya dapatkan, sesungguhnya saya mendapatkan lebih dari yang saya inginkan (Nur Hidayah)

PERSEMBAHAN:

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

1. Ibu Musdalifah yang selalu menyayangiku, memberi nasihat, dan mendukung langkahku dengan doa dan Bapak Ahmad Zaini (alm.) yang selalu menyayangiku, memberi nasihat, dan mendukung langkahku dengan doa semasa hidupnya.

2. Kakakku Achmad Abdul Aziz, Kakak Iparku Shilvina Zuyyinatun Najikhah, A.md dan Keponakanku tersayang Kavin Naja Azizi.


(5)

memberikan rahmat, nikmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dengan Menerapkan Nilai-nilai Karakter Konservasi untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Kerja Ilmiah Siswa SMA”.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari peran dan bantuan berbagai pihak berupa kritik, saran, bimbingan, motivasi dan bantuan dalam bentuk lain. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional yang telah memberikan beasiswa selama studi hingga selesai.

2. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., selaku Rektor Universitas Negeri Semarang.

3. Prof. Dr. Wiyanto, M.Si, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.

4. Dr. Khumaedi, M.Si, selaku Ketua Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.

5. Prof. Drs. Nathan Hindarto, Ph.D selaku dosen penguji.

6. Prof. Dr. Sarwi, M.Si., dosen pembimbing I yang telah mengarahkan, memberikan masukan dan membantu selama penyusunan skripsi ini.

7. Dr. Agus Yulianto, M.Si., dosen pembimbing II yang telah mengarahkan, memberikan masukan dan membantu selama penyusunan skripsi ini.


(6)

berkenan memberikan ijin penelitian.

10.Widiyorini, S.Pd., Guru Fisika SMA Negeri 3 Demak yang telah membantu selama penelitian.

11.Seluruh siswa kelas X-MIA.3, X-MIA.4 dan XI-MIA.2 SMA Negeri 3 Demak.

12.Orang tua dan keluarga yang selalu memberi doa, bantuan, dan dukungan. 13.Seluruh mahasiswa Pendidikan Fisika angkatan 2011 yang sudah membantu

menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

14.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulisan skripsi ini belum sempurna, kritik dan saran selalu penulis harapkan. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Semarang, Mei 2015


(7)

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Prof. Dr. Sarwi, M.Si, dan Pembimbing Pendamping Dr. Agus Yulianto, M.Si.

Kata Kunci : Inkuiri Terbimbing, Karakter Konservasi, Pemahaman Konsep, dan Keterampilan Ilmiah.

Berdasarkan fakta di lapangan, banyak siswa yang menyukai fisika, tetapi kurang menguasainya. Siswa beranggapan bahwa fisika adalah mata pelajaran yang sulit untuk dipelajari karena banyaknya rumus dan hitung-hitungan. Siswa cenderung untuk menghafalkan rumus-rumus, dan sayangnya mereka kurang memahami konsepnya. Diduga rendahnya pemahaman konsep siswa tentang fisika dipengaruhi oleh karakter siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas peningkatan pemahaman konsep dan keterampilan kerja ilmiah siswa SMA dengan menerapkan nilai-nilai karakter konservasi. Penelitian ini menerapkan nilai-nilai karakter konservasi dalam kegiatan eksperimen. Untuk kelas eksperimen yaitu X-MIA.4 diterapkan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan menerapkan nilai-nilai karakter konservasi, sedangkan untuk kelas kontrolnya yaitu kelas X-MIA.3 diterapkan pembelajaran inkuiri terbimbing tanpa menerapkan nilai-nilai karakter konservasi. Berdasarkan analisis data dengan menggunakan uji gain ternormalisasi <g>, diperoleh peningkatan pemahaman konsep pada kelas eksperimen sebesar 0,56 dan kelas kontrol sebesar 0,48 dengan keduanya kategori sedang yang menunjukkan bahwa peningkatan pemahaman konsep pada kelas eksperimen lebih tinggi dari pada kelas kontrol. Harga <g> keterampilan kerja ilmiah untuk masing-masing kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol sebesar 0,43 dan 0,31. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa pembelajaran inkuiri terbimbing dengan menerapkan nilai-nilai karakter konservasi efektif untuk meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan kerja ilmiah siswa SMA.


(8)

Mathematics and Science Faculty, Semarang State University. First Advisor is Prof Dr.Sarwi M.Si and Second advisor is Dr. Agus Yulianto, M.Si

Keywords : Guided Inquiry, Conservation Characters, Concept Comprehension, Scientific Skill.

The fact shows that a lot of students like physics, but they are not able to master it. Students assume physics is a difficult subject because there are many formulas. Students tend to memorize the formulas, and unfortunately their concept comprehension is low. On the other hand, the low concept comprehension of the students at physiscs is influenced by students character. This research aims to know the effectiveness of increase the concept comprehension and scientific work skill of senior high school students by applying conservation character values. This research applying conservation character values in doing the experiment. The experimental group in this study is X-MIA 4 which is using guided inquiry learning by applying the conservation character values, while for the control group is X-MIA 3 which is by using guided inquiry learning without applying the conservation character values. Based on the data analysis normalized gain test <g>, there is improvement of concept comprehension in experimental group with score 0,56 and 0,48 in control group which both scores are on medium level. It tells the improvement of concept comprehension in experimental group is higher than control group. The value <g> of scientific work skill in each group is 0,43 and 0,31. This research gives the conclution that guided inquiry learning by applying the conservation character values is effective to increase the concept comprehension and scientific work skill of senior high school students.


(9)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PRAKATA ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 4

1.3Tujuan Penelitian ... 4

1.4Batasan Masalah... 5

1.5Manfaat Penelitian ... 6

1.6Penegasan Istilah ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAN 2.1Belajar ... 9

2.2Pembelajaran Fisika ... 9

2.3Pembelajaran Inkuiri Terbimbing ... 10

2.4Perpaduan antara Multiple Intelligences dengan Nilai-nilai Karakter Konservasi ... 14

2.5Pemahaman Konsep ... 25

2.6Keterampilan Kerja Ilmiah ... 26

2.7Tinjauan Materi ... 27

2.8Kerangka Berpikir ... 33

2.9Hipotesis Penelitian ... 36

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1Lokasi Penelitian ... 38

3.2Subjek Penelitian ... 38

3.3Desain Penelitian ... 39

3.4Prosedur Penelitian... 39

3.5Variabel Penelitian ... 42

3.6Metode Pengumpulan Data ... 43

3.7Uji Coba Instrumen Penelitian ... 47

3.8Metode Analisis Data ... 53

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1Hasil Analisis Data Penelitian Tahap Awal ... 59


(10)

5.2Saran ... 87 DAFTAR PUSTAKA ... 88 LAMPIRAN ... 91


(11)

3.2 Kriteria Keberhasilan terhadap Hasil Belajar Kognitif Siswa ... 44

3.3 Kriteria Keberhasilan terhadap Kuesioner ... 46

3.4 Kriteria Keberhasilan Terhadap Observasi ... 47

3.5 Hasil Analisis Validitas Soal Uji Coba ... 48

3.6 Indeks Kesukaran ... 51

3.7 Hasil Analisis Yingkat Kesukaran Soal Uji Coba ... 51

3.8 Klasifikasi Daya Pembeda ... 52

3.9 Hasil Analisis Daya Pembeda Soal Uji Coba ... 52

3.10 Uji Normalitas Gain ... 55

3.11 Kriteria keberhasilan terahadap hasil observasi ... 58

4.1 Hasil Uji Homogenitas Nilai Rapor Mata Pelajaran Fisika Semester Gasal ... 60

4.2 Hasil Uji Normalitas Nilai Rapor Mata Pelajaran Fisika Semester Gasal ... 61

4.3 Deskriptif Data Kemampuan Awal Siswa ... 61

4.4 Deskriptif Data Hasil Belajar Setelah Pembelajaran ... 62

4.5 Hasil Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 63

4.6 Hasil Uji Peningkatan Pemahaman Konsep Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 64

4.7 Deskriptif Data Keterampilan Kerja Ilmiah Pertemuan I ... 65

4.8 Deskriptif Data Keterampilan Kerja Ilmiah Pertemuan II ... 66

4.9 Keterampilan Kerja Ilmiah Siswa ... 68

4.10 Hasil Uji Peningkatan Kerja Ilmiah Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 68

4.11 Hasil Uji t Pihak Kanan Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 69

4.12 Hasil Uji Signifikansi terhadap Pencapaian KKM Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 70

4.13 Rata-rata Skor Keterampilan Kerja Ilmiah Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 71

4.14 Rata-rata Skor Perpaduan antara multiple intelligences dengan nilai-nilai karakter konservasi siswa ... 72

4.15 Pembagian Siswa berdasarkan perpaduan antara multiple intelligences dengan nilai-nilai karakter konservasi ... 74

4.16 Pembagian Kelompok berdasarkan perpaduan antara multiple intelligences dengan nilai-nilai karakter konservasi ... 75


(12)

2.1Skema Skala Suhu ºC, ºR, ºF, dan K ... 31

2.2Kerangka Berpikir ... 36

3.1Tahap Penelitian ... 42

4.1Diagram Peningkatan Rata-rata Pemahaman Konsep Siswa ... 64

4.2Diagram Peningkatan Rata-rata Keterampilan Kerja Ilmiah I ... 66

4.3Diagram Peningkatan Rata-rata Keterampilan Kerja Ilmiah II ... 67

4.4Diagram Peningkatan Rata-rata Keterampilan Kerja Ilmiah ... 69

4.5Diagram Keterampilan Kerja Ilmiah Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 71

4.6Diagram Perpaduan antara multiple intelligences dengan nilai-nilai karakter konservasi siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 73

4.7Diagram Persentase Perpaduan antara Multiple Intelligences dengan Nilai-nilai Karakter Konservasi ... 74


(13)

1. Kisi-kisi Soal Uji Coba Materi Suhu dan Pemuaian ... 91

2. Daftar Kode Siswa Uji Coba Soal Kelas XI-MIA.2 ... 92

3. Soal Uji Coba Materi Suhu dan Pemuaian ... 93

4. Kunci Jawaban Soal Uji Coba ... 95

5. Hasil Analisis Uji Coba Soal ... 100

6. Perhitungan Validitas ... 104

7. Perhitungan Reliabilitas ... 106

8. Perhitungan Tingkat Kesukaran ... 107

9. Perhitungan Daya Pembeda ... 108

10.Kisi-kisi Soal Pre Test dan Post Test ... 109

11.Soal Pre Test dan Post Test ... 110

12.Kunci Jawaban Pre Test dan Post Test ... 112

13.Daftar Kode Siswa Kelas X-MIA.4 (Kelas Eksperimen) ... 116

14.Daftar Kode Siswa Kelas X-MIA.3 (Kelas Kontrol) ... 117

15.Daftar Nilai Rapor Mata Pelajaran Fisika Semester Gasal Kelas X SMA Negeri 3 Demak ... 118

16.Uji Homogenitas Sampel ... 120

17.Uji Normalitas Data Nilai Kelas X-MIA.4 ... 121

18.Uji Normalitas Data Nilai Kelas X-MIA.3 ... 122

19.Rekapitulasi Skor Perpaduan antara Multiple Intelligences dengan Nilai-nilai Karakter Konservasi ... 123

20.Pembagian Kelompok Kelas Eksperimen ... 125

21.Pembagian Kelompok Kelas Kontrol ... 126

22.Data Nilai Pre Test dan Pre Test Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 127

23.Data Nilai Post test dan Post Test Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 129

24.Uji Normalitas Data Post Test Kelas Eksperimen ... 131

25.Uji Normalitas Data Post Test Kelas Kontrol ... 132

26.Uji Gain <g> Peningkatan Pemahaman Konsep Siswa ... 133

27.Uji t Pihak Kanan Data Hasil Post Test Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 134

28.Uji Ketuntasan Belajar Subjek Penelitian Kelas Eksperimen ... 136

29.Uji Ketuntasan Belajar Subjek Penelitian Kelas Kontrol ... 137

30.Silabus Mata Pelajaran Fisika ... 138

31.Rencana Pelaksanaan Pembelajaran I (Kelas Eksperimen) ... 142

32.Rencana Pelaksanaan Pembelajaran II (Kelas Eksperimen) ... 147


(14)

38.Lembar Kuesioner Perpaduan antara Multiple Intelligences dengan Nilai-nilai Karakter Konservasi ... 170 39.Rubrik Penskroran Keterampilan Kerja Ilmiah Siswa dalam Kegiatan

Eksperimen ... 172 40.Lembar Observasi Keterampilan Kerja Ilmiah Siswa ... 174 41.Analisis Keterampilan Kerja Ilmiah Kelompok Eksperimen Pertemuan I .. 176 42.Analisis Keterampilan Kerja Ilmiah Kelompok Kontrol Pertemuan I ... 177 43.Analisis Keterampilan Kerja Ilmiah Kelompok Eksperimen Pertemuan II . 179 44.Analisis Keterampilan Kerja Ilmiah Kelompok Kontrol Pertemuan II ... 181 45.Uji Gain <g> Peningkatan Keterampilan Kerja Ilmiah Siswa ... 182 46.Uji Normalitas Data Eksperimen I Keterampilan Kerja Ilmiah Kelas

Eksperimen ... 183 47.Uji Normalitas Data Eksperimen II Keterampilan Kerja Ilmiah Kelas

Eksperimen ... 184 48.Uji Normalitas Data Eksperimen I Keterampilan Kerja Ilmiah Kelas

Kontrol ... 185 49.Uji Normalitas Data Eksperimen II Keterampilan Kerja Ilmiah Kelas

Kontrol ... 186 50.Lembar Observasi Perpaduan antara Multiple Intelligences dengan Nilai-nilai

Karakter Konservasi Siswa ... 187 51.Analisis Perpaduan antara Multiple Intelligences dengan Nilai-nilai Karakter

Konservasi Siswa Kelas Eksperimen Pertemuan I ... 192 52.Analisis Perpaduan antara Multiple Intelligences dengan Nilai-nilai Karakter

Konservasi Siswa Kelas Eksperimen Pertemuan II ... 194 53.Analisis Perpaduan antara Multiple Intelligences dengan Nilai-nilai Karakter

Konservasi Siswa Kelas Kontrol Pertemuan I ... 196 54.Analisis Perpaduan antara Multiple Intelligences dengan Nilai-nilai Karakter

Konservasi Siswa Kelas Kontrol Pertemuan II ... 198 55.Foto Penelitian ... 200


(15)

1.1

Latar Belakang

Pendidikan mengemban tugas untuk menghasilkan generasi yang baik, manusia-manusia yang lebih berkebudayaan, manusia sebagai individu yang memiliki kepribadian yang lebih baik. Nilai-nilai yang hidup dan berkembang di suatu masyarakat atau negara, menggambarkan pendidikan dalam suatu konteks yang sangat luas, menyangkut kehidupan seluruh umat manusia, yang digambarkan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mencapai suatu kehidupan yang lebih baik (Munib dkk, 2011:29). Terjadinya proses pendidikan berarti terjadi pula proses belajar.

Hal tersebut sesuai yang dikemukakan oleh Hamalik (2012:45) bahwa belajar mengandung pengertian terjadinya perubahan dari persepsi dan perilaku, termasuk juga perbaikan perilaku, misalnya pemuasan kebutuhan masyarakat dan pribadi secara lengkap. Ini berarti semua mata pelajaran mempunyai peran penting untuk mengubah perilaku setiap siswa termasuk dalam proses pembelajaran fisika.

Fisika merupakan produk dan proses yang dapat diartikan bahwa dalam membelajarkan fisika, subyek belajar (siswa) harus dilibatkan secara fisik maupun mental dalam pemecahan masalah-masalah. Inti pembelajaran fisika meliputi proses-proses sains (keterampilan proses sains) yaitu merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang dan melaksanakan percobaan, interpretasi data, mengkomunikasikan perolehan. Dalam pembelajaran diperlukan interaksi dengan


(16)

obyek nyata dan interaksi dengan lingkungan belajar serta diskusi yang intensif. Akibatnya kegiatan tersebut mampu mendorong perkembangan kognitif dan kemampuan berpikir operasional formal (Yulianti dan Wiyanto, 2009:2).

Di SMA Negeri 3 Demak, banyak siswa yang menyukai fisika, tetapi kurang menguasainya. Siswa beranggapan bahwa fisika adalah mata pelajaran yang sulit untuk dipelajari karena banyaknya rumus dan hitung-hitungan. Siswa cenderung untuk menghafalkan rumus-rumus dan sayangnya mereka kurang untuk memahami konsepnya. Selain itu, tidak pada setiap materi melainkan hanya beberapa materi tertentu siswa melakukan eksperimen. Ketika melaksanakan eksperimen siswa diberi kebebasan untuk membentuk kelompok, kelompok yang mereka buat beranggotakan siswa yang sudah terbiasa kumpul bersama. Namun tidak semua anggota kelompok berpartisipasi aktif. Hal tersebut berakibat tidak tercapainya tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

Untuk itu diperlukan adanya suatu perubahan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran yang menekankan pada pemberian pengalaman langsung dapat menghasilkan pengetahuan yang mudah diingat dan bertahan lama. Guru juga harus menggunakan model dan metode pembelajaran yang membuat siswa dapat belajar dengan menyenangkan akan tetapi dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.

Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menggunakan model inkuiri terbimbing berupa kegiatan eksperimen dengan menerapkan teori multiple intelligences yang dipadukan dengan nilai-nilai karakter konservasi. Dengan kegiatan eksperimen diharapkan siswa dapat termotivasi untuk belajar fisika dan


(17)

tidak lagi menganggap bahwa fisika itu sulit, sehingga ilmu yang didapat siswa akan lebih tahan lama. Teori multiple intelligences yang dipadukan dengan nilai-nilai karakter konservasi digunakan untuk menyusun siswa dalam satu kelompok. Setiap siswa memiliki keunikannya masing-masing. Mereka memiliki kecerdasan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Pandangan yang menyatakan bahwa kecerdasan seseorang dapat dilihat berdasarkan hasil tes IQ sudah tidak relevan lagi karena tes IQ hanya membatasi pada kecerdasan logika (matematika) dan bahasa (Susanto,2005:74). Selain itu, Kwartolo (2012:77) menyatakan bahwa setiap peserta didik memiliki lebih dari satu kecerdasan. Namun biasanya, hanya satu atau dua kecerdasan yang benar-benar menonjol. Dalam konteks sekolah, maka menjadi tugas guru berupaya agar berbagai kecerdasan itu berkembang secara optimal, sehingga akibatnya dapat berguna untuk menghadapi masa depannya.

Diduga rendahnya pemahaman konsep siswa tentang fisika salah satunya dipengaruhi oleh karakter siswa. Menurut Handoyo dan Tijan (2010: 32), menyatakan bahwa selama ini orang menyangka bahwa pendidikan karakter hanya berkaitan dengan upaya membina kepribadian manusia. Dalam kenyataanya, pendidikan karakter tidak saja berhubungan dengan pengembangan kepribadian manusia, tetapi juga memiliki pengaruh signifikan terhadap akademik seseorang. Dengan pendidikan karakter, suasana sekolah dapat lebih menyenangkan dan kondusif untuk proses belajar mengajar yang efektif. Anak-anak yang berkarakter baik adalah mereka yang memiliki kematangan emosi dan spiritual tinggi, sehingga dapat mengelola stresnya secara lebih baik, yang pada


(18)

akhirnya akan meningkatkan ketahanan fisiknya. Ketahanan fisik inilah yang ditengarai turut menyumbang pencapaian akademik.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, peneliti mengambil judul “Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dengan Menerapkan Nilai-Nilai Karakter Konservasi untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Kerja Ilmiah Siswa SMA”.

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu:

(1) Apakah pembelajaran inkuiri terbimbing dengan menerapkan nilai-nilai karakter konservasi efektif untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa SMA?

(2) Apakah pembelajaran inkuiri terbimbing dengan menerapkan nilai-nilai karakter konservasi efektif untuk meningkatkan keterampilan kerja ilmiah siswa SMA?

1.3

Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

(1) Mengetahui efektivitas peningkatan pemahaman konsep siswa SMA setelah diterapkan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan menerapkan nilai-nilai karakter konservasi.


(19)

(2) Mengetahui efektivitas peningkatan keterampilan kerja ilmiah siswa SMA setelah diterapkan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan menerapkan nilai-nilai karakter konservasi.

1.4

Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

(1) Nilai-nilai karakter konservasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah jujur, santun, cerdas, dan tangguh yang dipadukan dengan teori multiple intelligences.

(2) Teori multiple intelligences dalam penelitian ini dibatasi pada 4 jenis kecerdasan dari 7 jenis kecerdasan dalam teori multiple intelligences temuan Howard Gardner yaitu kecerdasan verbal linguistik, logis-matematis, badani-kinestetik dan interpersonal. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner tes yang digunakan untuk pembagian kelompok.

(3) Keterampilan kerja ilmiah yang digunakan dalam penelitian ini adalah merumuskan masalah, membuat hipotesis, merancang percobaan, melakukan percobaan, mengumpulkan data, menganalisis data, membuat kesimpulan dan mengkomunikasikan hasil. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian keterampilan.

(4) Model yang digunakan adalah model inkuiri terbimbing. (5) Pokok bahasan dalam penelitian ini adalah suhu dan pemuaian.


(20)

1.5

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Bagi Siswa

Membantu siswa meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan kerja ilmiah melalui model inkuiri terbimbing dengan menerapkan nilai-nilai karakter konservasi.

(2) Bagi Guru

Menambah referensi guru dalam melakukan variasi pembelajaran. (3) Bagi Peneliti

Memberikan pengalaman penulis melaksanakan penelitian dan memperkaya model pembelajaran yang bisa diterapkan dalam proses pembelajaran.

1.6

Penegasan Istilah

Penegasan istilah diperlukan untuk menghindari terjadinya salah penafsiran dalam penelitian ini. Adapun istilah yang dijelaskan sebagai berikut:

1.6.1 Pembelajaran inkuiri Terbimbing

Inkuiri berasal dari kata dalam bahasa inggris “inquiry” yang berarti menyelidiki atau dapat pula diartikan sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukan dalam kegiatan penyelidikan. Model inkuiri merupakan suatu teknik instruksional dalam proses pembelajaran dengan cara siswa diberikan suatu permasalahan. Bentuk pembelajaran terutama memberi motivasi kepada siswa untuk menyelidiki suatu masalah yang ada


(21)

dengan menggunakan cara-cara dan keterampilan ilmiah dalam rangka mencari penjelasan-penjelasannya (Yulianti dan Wiyanto, 2009: 19).

1.6.2 Menerapkan

Menerapkan berasal dari kata terap dalam Kamus Bahasa Indonesia (KBI), yang berarti mengenakan dan mempraktikkan (ilmu kita di kehidupan sehari-hari). Pada penelitian ini menerapkan yang dimaksud adalah menerapkan nilai-nilai karakter konservasi untuk meningkatan pemahaman konsep dan keterampilan kerja ilmiah siswa SMA.

1.6.3 Nilai-nilai karakter konservasi

Nilai-nilai karakter yang dikembangkan oleh Universitas Negeri Semarang (Unnes) mencakup nilai religius, jujur, toleran, peduli, demokratis, santun, cerdas, dan tangguh. Nilai-nilai tersebut merupakan tiang penyangga pembentukan pribadi-pribadi berkarakter baik melalui kegiatan pembelajaran di kelas (kurikuler) dan di luar kelas (ko-kurikuler) maupun kegiatan kemahasiswaan (ekstrakurikuler). Penyemaian nilai-nilai karakter dalam kegiatan pembelajaran (akademik) dan kemahasiswaan akan dapat mewujudkan praktik-praktik hidup baik, yang berlandaskan pada kebaikan, berisikan kebaikan, dan berdampak baik kepada masyarakat dan lingkungan. Pribadi berkarakter sebagai outcome dari sistem pendidikan karakter di Unnes akan turut menyumbang pencapaian visi Unnes konservasi, yaitu sebuah visi mulai untuk menjaga, memelihara, dan mengembangkan lingkungan hidup dan budaya (Handoyo dan Tijan, 2010:47).


(22)

1.6.4 Meningkatkan

Meningkatkan berasal dari kata tingkat dalam Kamus Bahasa Indonesia (KBI), yang berarti menaikkan (derajat, taraf, dsb), mempertinggi, dan memperhebat (produksi, dsb). Pada penelitian ini meningkatkan yang dimaksud adalah cara untuk meningkatkan atau menaikkan pemahaman konsep dan keterampilan kerja ilmiah siswa SMA dalam pembelajaran fisika.

1.6.5 Pemahaman Konsep

Pemahaman adalah salah satu aspek pada ranah kognitif yang menunjukkan kemampuan untuk menjelaskan hubungan yang sederhana di antara fakta-fakta atau konsep (Arikunto, 2009:118).

1.6.6 Keterampilan Kerja Ilmiah

Keterampilan kerja ilmiah menurut Nur (2000) sebagaimana dikutip oleh Januar (2012), merupakan suatu proses yang dilakukuan oleh siswa melalui suatu metode ilmiah untuk mendapatkan pemecahan atau jawaban dari suatu permasalahan. Adapun keterampilan kerja ilmiah meliputi keterampilan untuk melakukan metode ilmiah antara lain keterampilan melakukan pengamatan, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang percobaan, melakukan percobaan, menganalisis hasil percobaan, membuat kesimpulan dan keterampilan menyampaikan hasil percobaan secara lisan maupun tertulis.


(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Belajar

Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku setiap orang dan belajar itu mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan oleh seseorang. Belajar memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi seseorang. (Rifai dan Anni, 2011:82). Belajar merupakan perubahan yang dialami oleh seorang individu, dari tidak tahu menjadi tahu.

2.2

Pembelajaran Fisika

Fisika merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sains, dengan demikian mempunyai karakteristik yang tidak berbeda dengan sains pada umumnya. Jadi fisika juga merupakan produk dan proses yang dapat diartikan bahwa dalam membelajarkan fisika subyek belajar (siswa) harus dilibatkan secara fisik maupun mental dalam pemecahan masalah-masalah. Inti pembelajaran fisika meliputi proses-proses sains (keterampilan proses sains) yaitu merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang dan melaksanakan percobaan, interpretasi data, mengkomunikasikan perolehan. Dalam pembelajaran diperlukan interaksi dengan obyek nyata dan interaksi dengan lingkungan belajar serta diskusi yang intensif.


(24)

Akibatnya kegiatan tersebut mampu mendorong perkembangan kognitif dan kemampuan berpikir operasional formal (Yulianti dan Wiyant0, 2009:2).

Pembelajaran sains termasuk fisika, lebih menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi, agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara alamiah. Pendidikan sains diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendasar tentang alam sekitar (Yulianti dan Wiyanto, 2009:2). Pemberian pengalaman langsung dalam pembelajaran akan menjadi pengalaman tersendiri bagi siswa, sehingga ilmu yang didapatkannya akan lebih mudah diingat. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Santoso (2007:160), sebagaimana dikutip oleh Yulianti dan Wiyanto (2009:2), pembelajaran dengan pengembangan pengalaman langsung dan kondisi nyata (real world) akan menghasilkan pengetahuan yang mudah diingat dan bertahan lama. Dalam pembelajaran, siswa terlibat secara aktif dalam mengamati, mengoperasikan alat, atau berlatih menggunakan objek konkret sebagai bagian dari pelajaran. Siswa akan lebih mudah menerima pelajaran jika materi disampaikan bersifat nyata melalui pengalaman langsung karena akan mudah diingat.

2.3

Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

Strategi inkuiri menurut Gulo, sebagaimana dikutip oleh Trianto (2007:135), berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis,


(25)

analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri, sedangkan menurut Sanjaya (2006:196) menyatakan bahwa strategi pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Inkuiri adalah proses dinamis yang terbuka untuk pertanyaan dan keingintahuan dan datang untuk mengetahui dan memahami dunia (Galileo Educational Network (2004) sebagaimana dikutip oleh Alberta).

Pembelajaran inkuiri adalah tentang menyelidiki, menemukan, dan akhirnya mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi. Pembelajaran ini memiliki sejumlah langkah mencakup aktif mengidentifikasi topik atau masalah, membangkitkan jawaban sebuah percobaan, menyelidiki masalah dengan melakukan percobaan yang relevan, berpikir kritis tentang masalah, menjawab pertanyaan dari dugaan sementara, menarik kesimpulan dan melakukan pembelajaran inkuiri. Inkuiri terbimbing berbeda dengan inkuiri terbuka yang mana guru memberikan bahan atau masalah, menyajikan penyelidikan sebagai buah pikiran, tetapi siswa menemukan tata cara mereka sendiri untuk memecahkan masalah. Inkuiri terbimbing digunakan untuk menantang pemahaman konsep siswa dan keterampilan untuk mengembangkan kreativitas, untuk menemukan pemahaman yang lebih dalam dan lebih luas dari subjeknya, dan untuk memperoleh beberapa keterampilan dari melakukan percobaan (Vajoczki, 2011:4-5).


(26)

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa model inkuiri merupakan model pembelajaran yang fokusnya siswa memperoleh konsep-konsep dengan cara menemukan sendiri. Pendekatan inkuiri adalah cara yang ampuh untuk pemahaman ilmu pengetahuan alam. Siswa belajar bagaimana untuk mengajukan pertanyaan dan menggunakan bukti untuk menjawab pertanyaanya. Dalam proses pembelajaran inkuiri, siswa belajar untuk melakukan penyelidikan, dan mengumpulkan bukti-bukti dari berbagai sumber, mengembangkan penjelasan dari data, dan mengkomunikasikan dan mempertahankan kesimpulannya (Wenning. 2011:3).

Salah satu jenis model pembelajaran inkuiri adalah model pembelajaran inkuiri terbimbing. Pembelajaran inkuiri terbimbing adalah suatu model pembelajaran inkuiri yang dalam pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa. Sebagian besar perencanaannya dibuat oleh guru. Dalam pembelajaran inkuiri terbimbing, guru tidak melepas begitu saja kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa. Menurut Maniotes dan Caspari (2007) sebagaimana dikutip oleh Collier (2010:2) menyatakan bahwa inkuiri yang terbimbing dipandu oleh tim instruksi yang memungkinkan siswa untuk memperoleh pengetahuan yang dalam dan pribadi yang perspektif melalui menyusun berbagai sumber informasi. Inkuiri terbimbing melengkapi siswa dengan kemampuan dan kompetensi untuk mengalami tantangan yang tak menentu.

Beberapa hal yang menjadi ciri utama strategi pembelajaran inkuiri yang diungkapkan oleh Sanjaya (2006:196) adalah menekankan kepada aktivitas siswa


(27)

secara maksimal untuk mencari dan menemukan, mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis.

Strategi pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran yang banyak dianjurkan oleh karena strategi ini memiliki beberapa keunggulan, diantaranya:

(1) Strategi pembelajaran inkuiri merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna

(2) Strategi pembelajaran inkuiri dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka

(3) Strategi pembelajaran inkuiri merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman

(4) Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.

Disamping memiliki keunggulan, strategi pembelajaran inkuiri juga mempunyai kelemahan, diantaranya:

(1) Jika strategi pembelajaran inkuiri digunakan sebagai strategi pembelajaran, maka akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa


(28)

(2) Strategi ini sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar

(3) Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan

(4) Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pelajaran, maka strategi pembelajaran inkuiri akan sulit diimplementasikan oleh setiap guru.

(Sanjaya, 2006:208)

Langkah –langkah (sintaks) model inkuiri menurut sejumlah ahli ada perbedaan, akan tetapi kegiatan inkuiri meliputi proses : mengidentifikasi dan merumuskan masalah, , menyusun hipotesis, mengumpulkan dan mengolah data, perampatan/generalisasi dan mengkomunikasikan hasil.

(Sarwi, 2015:4)

2.4

Perpaduan antara

Multiple Intelligences

dengan

Nilai-nilai Karakter Konservasi

2.4.1 Teori Multiple Intelligences

Teori multiple intelligences atau teori kecerdasan majemuk adalah validasi tertinggi gagasan bahwa perbedaan individu adalah penting. Teori kecerdasan majemuk bukan hanya mengakui perbedaan individual ini untuk tujuan-tujuan praktis, seperti pengajaran dan penilaian, tetapi juga menganggap serta menerimanya sebagai sesuatu yang normal, wajar, bahkan menarik dan sangat berharga (Jasmine, 2007:11-12).


(29)

Macam-macam kecerdasan dalam teori multiple intelligences menurut Gardner (1983), sebagaimana dikutip oleh Jasmine (2007:16-28) adalah sebagai berikut:

Kecerdasan Linguistik

Kecerdasan linguistik, yang disebut oleh sebagian pendidik dan penulis sebagai kecerdasan verbal, berbeda dari kecerdasan-kecerdasan lainnya karena setiap orang yang mampu bertutur dan berkata-kata dapat dikatakan memiliki kecerdasan tersebut dalam beberapa level. Kecerdasan linguistik mewujudkan dirinya dalam kata-kata, baik dalam tulisan maupun lisan. Orang yang memiliki jenis kecerdasan ini juga memiliki keterampilan auditori (berkaitan dengan pendengaran) yang sangat tinggi, dan mereka belajar melalui mendengar. Mereka gemar membaca, menulis dan berbicara, dan suka bercengkerama dengan kata-kata. Gardner menyebut penyair sebagai contoh pemilik kecerdasan ini, walaupun hal ini juga bisa ditemukan pada diri penggemar teka-teki silang atau pecandu permainan scrabble.

Penggunaan bahasa ini antara lain mencakup retorika (penggunaan bahasa untuk mempengaruhi orang lain melakukan tindakan tertentu), memorik/hafalan (penggunaan bahasa untuk mengingat informasi), explanasi (penggunaan bahasa untuk memberi informasi), dan metabahasa (penggunaan bahasa untuk membahas bahasa itu sendiri) (Armstrong, 2004: 2).

Kecerdasan Logis-Matematis

Kecerdasan logis-matematis berhubungan dengan dan mencakup kemampuan ilmiah. Inilah jenis kecerdasan yang dikaji dan didokumentasikan oleh Piaget,


(30)

yakni jenis kecerdasan yang sering dicirikan sebagai pemikiran kritis dan digunakan sebagai bagian dari metode ilmiah. Orang dengan kecerdasan ini gemar bekerja dengan data: mengumpulkan dan mengorganisasi, menganalisis serta menginterpretasikan, menyimpulkan dan meramalkan. Mereka suka memecahkan problem (soal) matematis dan memainkan permainan strategi seperti sebuah dam dan catur. Mereka cenderung menggunakan berbagai grafik baik untuk menyenangkan diri (sebagai kegemaran) maupun untuk menyampaikan informasi kepada orang lain.

Proses yang digunakan dalam kecerdasan matematis-logis ini antara lain, kategorisasi, klasifikasi, pengambilan kesimpulan, generalisasi, perhitungan, dan pengujian hipotesis (Armstrong, 2004: 2).

Kecerdasan Spasial

Kecerdasan spasial, yang kadang-kadang disebut kecerdasan visual atau visual-spasial, adalah kemampuan untuk membentuk dan menggunakan model mental. Orang yang memiliki kecerdasan jenis ini cenderung berpikir dalam atau dengan gambar dan cenderung mudah belajar melalui sajian-sajian visual seperti film, gambar, video, dan peragaan yang menggunakan model dan slaid. Mereka gemar menggambar, melukis atau mengukir gagasan-gagasan yang ada di kepala dan sering menyajikan suasana serta perasaan hatinya melalui seni. Mereka sangat bagus dalam hal membaca peta dan diagram dan begitu menikmati upaya memecahkan jejaring yang ruwet serta menyusun atau memasang jigsaw puzzle.


(31)

Kecerdasan ini meliputi kemampuan membayangkan, mempresentasikan ide secara visual atau spasial, dan mengorientasikan diri secara tepat dalam matriks spasial (Armstrong, 2004: 3).

Kecerdasan Musikal

Sebagian orang menyebut kecerdasan musikal sebagai kecerdasan ritmik atau kecerdasan musikal. Orang yang mempunyai kecerdasan jenis ini sangat peka terhadap suara atau bunyi, lingkungan dan juga musik. Mereka sering bernyanyi, bersiul atau bersenandung ketika melakukan aktivitas lain. Mereka gemar mendengarkan musik, mungkin mengoleksi kaset atau CD lagu, serta bisa dan kerap memainkan satu instrumen musik. Mereka bernyanyi dengan memakai kunci nada yang tepat dan mampu mengingat serta, secara vokal, dapat mereproduksi melodi. Mereka bisa bergerak secara ritmis ketika mengiringi suatu musik (atau mengiringi suatu aktivitas) atau membuat ritme-ritme serta lagu-lagu untuk membantunya mengingat fakta dan informasi lain.

Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada irama, pola titinada atau melodi, dan warna nada atau warna suara suatu lagu (Armstrong, 2004: 4).

Kecerdasan Badani-Kinestetik

Kecerdasan badani-kinestetik sering disebut sebagai kecerdasan kinestetik saja. Orang yang memiliki kecerdasan jenis ini memproses informasi melalui sensasi yang dirasakan pada badan mereka. Mereka tak suka diam dan ingin bergerak terus, mengerjakan sesuatu dengan tangan atau kakinya, dan berusaha menyentuh orang yang diajak bicara. Mereka sangat baik dalam keterampilan jasmaninya baik dengan menggunakan otot kecil maupun otot besar, dan


(32)

menyukai aktivitas fisik dan berbagai jenis olahraga. Mereka lebih nyaman mengomunikasikan informasi dengan peragaan (demonstrasi) atau pemodelan. Mereka dapat mengungkapkan emosi dan suasana hatinya melalui tarian.

Kecerdasan ini meliputi kemampuan-kemampuan fisik yang spesifik, seperti koordinasi, keseimbangan, keterampilan, kekuatan, kelenturan, dan kecepatan maupun kemampuan menerima rangsangan dan hal yang berkaitan dengan sentuhan (Armstrong, 2004: 3).

Kecerdasan Interpersonal

Kecerdasan interpersonal ditampakkan pada kegembiraan berteman dan kesenangan dalam berbagai macam aktivitas sosial serta ketaknyamanan atau keengganan dalam kesendirian dan menyendiri. Orang yang memiliki jenis kecerdasan ini menyukai dan menikmati bekerja secara berkelompok (bekerja berkelompok), belajar sambil berinteraksi dan bekerja sama, juga kerap merasa senang bertindak sebagai penengah atau mediator dalam perselisihan dan pertikaian baik di sekolah maupun di rumah. Metode belajar bersama mungkin sangat baik dipersiapkan bagi mereka, dan boleh jadi perancang aktivitas belajar bersama (pembelajaran kooperatif) sebagai metode pengajaran juga mempunyai jenis kecerdasan ini.

Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada ekspresi wajah, suara, gerak-isyarat, kemampuan membedakan berbagai macam tanda interpersonal, dan kemampuan menanggapi secara efektif tanda tersebut dengan tindakan pragmatis tertentu (Armstrong, 2004: 4).


(33)

Kecerdasan Intrapersonal

Kecerdasan intrapersonal tercermin dalam kesadaran mendalam akan perasaan batin. Inilah kecerdasan yang memungkinkan seseorang memahami diri sendiri, kemampuan dan pilihannya sendiri. Orang dengan kecerdasan intrapersonal tinggi pada umumnya mandiri, tak tergantung pada orang lain, dan yakin dengan pendapat diri yang kuat tentang hal-hal yang kontroversial. Mereka memiliki rasa percaya diri yang besar serta senang sekali bekerja berdasarkan program sendiri dan hanya dilakukan sendirian.

Kecerdasan ini meliputi kemampuan memahami diri yang akurat (kekuatan dan keterbatasan diri), kesadaran akan suasana hati, maksud, motivasi, temperamen, dan keinginan, serta kemampuan berdisiplin diri, memahami dan menghargai diri (Armstrong, 2004: 4).

2.4.1 Nilai-nilai Karakter Konservasi

Indonesia sebagai bangsa yang besar tidak dengan mudah untuk menjadi negara yang maju. Pada masa sekarang masih ditemui banyaknya kasus tawuran yang dilakukan oleh para remaja, padahal remaja adalah agen perubahan suatu bangsa. Hal tersebut terjadi dikarenakan merosotnya moral para penerus bangsa. Untuk mengatasi kemerosotan moral para penerus bangsa diperlukan nilai-nilai karakter agar hal tersebut tidak berkelanjutan yang bias menghambat pertumbuhan Indonesia.

Salah satu lembaga pendidikan yang menerapkan nilai-nilai karakter adalah Universitas Negeri Semarang. Unnes mengembangkan pendidikan karakter dengan berbasis konservasi. Masrukhi (2012: 24-25) menyatakan bahwa


(34)

konservasi tidak hanya berkenaan dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat fisik semata, terkait dengan relasi antara manusia dengan alam, tetapi merambah tata nilai yang luas dan universal. Dalam kajian bahasa, “conservation” (con berarti together dan servave berarti save) memiliki upaya memelihara apa yang dipunyai secara bijaksana. Pada berbagai kesempatan Sastroatmodjo selaku deklarator Unnes sebagai universitas konservasi menegaskan bahwa konservasi bukanlah fisik semata. Konservasi adalah tata nilai. yang berkenaan dengan keselarasan, keserasian, dan keharmonisan. Dalam konteks demikian, maka hak dan kewajiban menjadi penyangga utama sikap dan perilaku manusia, yaitu bahwa apa yang kita peroleh haruslah seimbang dengan apa yang kita berikan.

Nilai-nilai karakter yang dikembangkan di Unnes mencakup beberapa nilai, menurut Handoyo dan Tijan (2010, 47) diantaranya yaitu: nilai religius, jujur, toleran, peduli, demokratis, santun, cerdas, dan tangguh. Nilai-nilai tersebut merupakan tiang penyangga pembentukan pribadi-pribadi berkarakter baik melalui kegiatan pembelajaran di kelas (kurikuler) dan di luar kelas (ko-kurikuler) maupun kegiatan kemahasiswaan (ekstrakurikuler). Penyemaian nilai-nilai karakter dalam kegiatan pembelajaran (akademik) dan kemahasiswaan, akan dapat mewujudkan praktik-praktik hidup baik, yang berlandaskan pada kebaikan, berisikan kebaikan, dan berdampak baik kepada masyarakat dan lingkungan. Pribadi berkarakter sebagai outcome dari sistem pendidikan karakter di Unnes akan turut menyumbang pencapaian visi Unnes konservasi, yaitu sebuah visi mulai untuk menjaga, memelihara, dan mengembangkan lingkungan hidup dan budaya.


(35)

Tujuan pendidikan karakter berbasis konservasi menurut Handoyo dan Tijan (2010, 6-7), menyatakan bahwa tujuan pendidikan karakter berbasis konservasi adalah: (1) menggali potensi karakter luhur warga Universitas Negeri Semarang, (2) mengembangkan kebiasaan dan perilaku terpuji warga Universitas Negeri Semarang berdasarkan karakter luhur, (3) mengarahkan perilaku dosen dan tenaga administrasi agar senantiasa dapat menjadi teladan bagi mahasiswa, (4) membina kepribadian mahasiswa sesuai dengan karakter luhur, (5) menciptakan suasana lingkungan kampus yang mampu menyemaikan, menyuburkan, dan mengembangkan karakter luhur bagi mahasiswa, dosen, dan tenaga administrasi.

Pengembangan nilai-nilai karakter luhur yang menjadi acuan bagi seluruh warga Unnes, sudah berlangsung selama puluhan tahun. Nilai-nilai itu disemaikan melalui pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan kegiatan lain yang diselenggarakan oleh warga Unnes. Selain itu, diperkuat oleh keteladanan para founding fathers dan pendahulu Unnes. Ada sejumlah nilai karakter luhur yang dapat digali dari khazanah kehidupan warga Unnes. Nilai-nilai karakter luhur yang sudah berkembang selama ini dan dapat dikembangkan lebih lanjut, meliputi nilai religius, jujur, peduli, toleran, demokratis, santun, cerdas, dan tangguh. Kedelapan nilai tersebut merupakan jabaran dari nilai utama Unnes, yaitu sehat, unggul, dan sejahtera. Rincian dari delapan nilai karakter tersebut sebagai berikut:

 Religius

Adalah sikap pandang dan perilaku yang mencerminkan ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa.


(36)

 Jujur

Adalah satunya sikap, ucapan, dan perilaku yang menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya.

 Peduli

Adalah sikap dan perbuatan yang diarahkan untuk berbagi dan membantu orang lain dan berbuat untuk memelihara lingkungan alam secara berkelanjutan.

 Toleran (tepa slira)

Adalah sikap memahami dan menerima kenyataan, sikap, atau tindakan orang lain yang berbeda dari yang diyakini atau dilakukannya.

 Demokratis

Adalah sikap atau tindakan yang didasarkan pada penghormatan terhadap hak dan kewajiban orang lain dalam kesetaraan.

 Santun

Adalah sikap yang mencerminkan kehalusan budi dan tingkah laku sebagai wujud penghormatan terhadap orang lain.

 Cerdas

Adalah kemampuan untuk mengetahui dan memahami segala hal dengan cepat dan tepat serta berkemampuan memecahkan masalah.

 Tangguh

Adalah kemampuan yang tak mudah dikalahkan karena kekuatan, keandalan, ketabahan, dan ketahanannya dalam menghadapi situasi apapun.


(37)

2.4.3 Perpaduan antara Teori Multiple Intelligences dengan Nilai-nilai Karakter Konservasi

Perpaduan antara teori multiple intelligences dengan nilai-nilai karakter konservasi yang akan digunakan oleh peneliti adalah:

Kecerdasan Linguistik dan Santun

Kecerdasan linguistik berhubungan dengan bahasa yang diucapkan oleh seseorang. Kecerdasan linguistik disebut juga sebagai kecerdasan verbal, karena setiap orang yang mampu bertutur dan berkata-kata dapat dikatakan (Jasmine, 2007:16). Bahasa yang digunakan seseorang pun ada yang baku dan tidak baku, sesuai dengan konteks pembicaraannya dan dapat mencerminkan sifat orang yang sedang berbicara. Untuk itu kecerdasan linguistik dapat dipadukan dengan nilai karakter konservasi santun. Karena santun adalah sikap yang mencerminkan kehalusan budi dan tingkah laku sebagai wujud penghormatan terhadap orang lain (Handoyo & Tijan, 2010:7).

Kecerdasan Logis-Matematis (Cerdas)

Kecerdasan logis-matematis berhubungan dengan dan mencakup kemampuan ilmiah. Inilah jenis kecerdasan yang dikaji dan didokumentasikan oleh Piaget, yakni jenis kecerdasan yang sering dicirikan sebagai pemikiran kritis dan digunakan sebagai bagian dari metode ilmiah (Jasmine, 2007:19). Seseorang yang mempunyai kecerdasan logis-matematis tinggi terbiasa berpikir menggunakan logika atau otak kiri, dapat dengan cepat berhitung, cepat memahami segala hal, dan kritis terhadap berbagai hal. Untuk itu kecerdasan logis-matematis merupakan bagian dari nilai karakter konservasi cerdas. Karena cerdas adalah kemampuan


(38)

untuk mengetahui dan memahami segala hal dengan cepat dan tepat serta berkemampuan memecahkan masalah (Handoyo & Tijan, 2010:7)

Kecerdasan Kinestetik dan Tangguh

Kecerdasan badani-kinestetik berhubungan dengan orang yang memproses informasi melalui sensasi yang dirasakan pada badan mereka. Mereka tak suka diam dan ingin bergerak terus, mengerjakan sesuatu dengan tangan atau kakinya, dan berusaha menyentuh orang yang diajak bicara (Jasmine, 2007:25). Seseorang yang mempunyai kecerdasan badani-kinestetik tinggi terbiasa melakukan aktivitas, sedangkan orang yang sering melakukan aktivitas dan tidak suka diam cenderung memilki sikap yang tangguh atau tidak mudah putus asa. Oleh karena itu kecerdasan badani-kinestetik dapat dipadukan dengan nilai karakter konservasi tangguh. Karena tangguh adalah kemampuan yang tak mudah dikalahkan karena kekuatan, keandalan, ketabahan, dan ketahanannya dalam menghadapi situasi apapun (Handoyo & Tijan, 2010:7).

Kecerdasan Interpersonal dan Toleran

Kecerdasan interpersonal ditampakkan pada kegembiraan berteman dan kesenangan dalam berbagai macam aktivitas sosial (Jasmine, 2007:26). Seseorang yang mempunyai kecerdasan interpersonal tinggi ditandai dengan senang berkumpul dan mempunyai banyak teman serta tidak memasalahkan dengan adanya perbedaan. Dengan kenyamanannya yang berada pada sebuah perbedaan tersebut membuat seseorang toleran dengan orang lain. Oleh karena itu kecerdasan interpersonal dapat dipadukan dengan nilai karakter konservasi toleran. Karena toleran adalah sikap memahami dan menerima kenyataan, sikap,


(39)

atau tindakan orang lain yang berbeda dari yang diyakini atau dilakukannya. (Handoyo & Tijan, 2010:7).

2.5

Pemahaman Konsep

Pemahaman adalah salah satu aspek pada ranah kognitif yang menunjukkan kemampuan untuk menjelaskan hubungan yang sederhana di antara fakta-fakta atau konsep (Arikunto, 2009:118). Pemahaman memerlukan kemampuan untuk menangkap atau mengerti maksud dari suatu konsep.

Pemahaman termasuk juga merupakan kemampuan untuk meningkatkan aktivitas dan kemampuan otak. Sehingga pemahaman merupakan kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu yang telah disampaikan. Siswa dikatakan memahami apabila dapat mengungkapkan apa yang didapatkan menggunakan bahasa dan cara sendiri sehingga dapat menyebabkan orang di sekitarnya mengerti apa yang di maksudkan. Dalam taksonomi Bloom memahami berada pada tingkat kedua setelah ingatan.

Pemahaman konsep merupakan kompetensi yang ditunjukkan siswa dalam memahami konsep dalam prosedur (algoritma) secara luwes, akurat, efisien dan tepat. Adapun indikator pemahaman konsep menurut Kurikulum 2006, yaitu: (1) menyatakan ulang sebuah konsep, (2) mengklarifikasi objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya), (3) memberikan contoh dan non contoh dari konsep, (4) menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis, (5) mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep, (6) menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu, dan (7) mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.


(40)

Siswa dikatakan memahami konsep jika siswa mampu mendefinisikan konsep, mengidentifikasi dan memberi contoh atau bukan contoh dari konsep, mengembangkan kemampuan koneksi matematik antar berbagai ide, memahami bagaimana ide-ide matematik saling terkait satu sama lain sehingga terbangun pemahaman menyeluruh, dan menggunakan matematik dalam konteks di luar matematika.

Jadi, pemahaman konsep fisika adalah kemampuan mengungkapkan makna suatu konsep fisika yang meliputi kemampuan membedakan, menjelaskan, menguraikan lebih lanjut, dan mengubah konsep yang berisi gagasan atau ide mengenai suatu materi, pengalaman, peristiwa atau ciri-ciri khas suatu objek yang diabstraksikan secara tetap sehingga memudahkan manusia untuk mengadakan komunikasi dan berfikir.

2.6

Keterampilan Kerja Ilmiah

Keterampilan kerja ilmiah menurut Nur (2000) sebagaimana dikutip oleh Januar (2012), merupakan suatu proses yang dilakukuan oleh siswa melalui suatu metode ilmiah untuk mendapatkan pemecahan atau jawaban dari suatu permasalahan. Adapun keterampilan kerja ilmiah meliputi keterampilan untuk melakukan metode ilmiah antara lain keterampilan melakukan pengamatan, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang percobaan, melakukan percobaan, menganalisis hasil percobaan, membuat kesimpulan dan keterampilan menyampaikan hasil percobaan secara lisan maupun tertulis.


(41)

Keterampilan kerja ilmiah adalah langkah atau metode yang terencana dan sistematis untuk memperoleh informasi secara ilmiah melalui penalaran dan pengamatan. Menurut Rustaman (2005), menyatakan bahwa kemampuan dasar bekerja ilmiah sesungguhnya merupakan perluasan dari metode ilmiah, yang diartikan sebagai scientific inquiry yang diterapkan dalam tindakan dalam belajar IPA maupun dalam kehidupan. Kemampuan dasar bekerja ilmiah ini sebagian besar memiliki irisan dengan jenis-jenis keterampilan proses yang merupakan penjabaran dari metode ilmiah pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Keterampilan dasar bekerja ilmiah tersebut mencakup keterampilan mengajukan pertanyaan, melakukan pengamatan (observasi), menyusun (klasifikasi), melakukan inferensi, meramalkan (prediksi), menafsirkan (interpretasi), merencanakan percobaan/penyelidikan, menggunakan alat/bahan, berkomunikasi dan berhipotesis.

Keterampilan kerja ilmiah yang akan diteliti oleh peneliti adalah (1) merumuskan masalah, (2) membuat hipotesis, (3) merancang percobaan, (4) melakukan percobaan, (5) mengumpulkan data, (6) menganalisis data, (7) membuat kesimpulan dan (8) mengkomunikasikan hasil.

2.7

Tinjauan Materi

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah materi tentang suhu dan pemuaian.


(42)

2.7.1 Pengertian Suhu

Suhu menyatakan derajat panas suatu benda atau ukuran panas dinginnya suatu benda.

2.7.2 Alat Pengukur Suhu

Alat pengukur suhu disebut dengan termometer. Termometer bekerja menggunakan bahan yang bersifat termometrik. Artinya, sifat-sifat benda tersebut dapat berubah jika ada perubahan suhu. Berdasarkan sifat ini, terdapat beberapa jenis termometer, yaitu:

a. Termometer zat cair yang bekerja berdasarkan pemuaian zat yang dipanaskan

b. Termometer bimetal yang bekerja berdasarkan pemuaian logam yang dipanaskan

c. Termometer hambatan yang bekerja karena bertambahnya hambatan listrik jika kawat logamnya dipanaskan. Kemudian, akan terjadi pulsa-pulsa listrik yang menunjukkan suhu yang dikur

d. Termokopel yang prinsipnya terjadi pemuaian dua logam karena ujungnya disentuhkan. Akibatnya timbullah gaya gerak listrik (GGL) dan inilah yang akan menunjukkan suhu suatu benda

e. Pyrometer, merupakan alat ukur untuk suhu yang tinggi (500ºC - 3000ºC). Sementara itu, berdasarkan manfaat dan tempatnya ada beberapa jenis termometer, antara lain:


(43)

a. Termometer Badan

Sesuai dengan namanya, termometer ini digunakan untuk mengukur suhu badan seseorang. Termometer ini biasa disebut termometer klinis atau termometer demam. Skala pada termometer ini berkisar antara 34º C atau 35 º C sampai 42 º C.

b. Termometer maksimum-minimum

Termometer yang digunakan oleh Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) untuk mengukur perkiraan cuaca dan suhu kisaran di suatu daerah. Termometer ini disebut juga dengan termometer Six Belani.

c. Termometer dinding

Termometer ini dimanfaatkan untuk mengukur suhu udara di ruangan atau biasa kita menyebutnya dengan nama suhu kamar. Skalanya berkisar antara - 50 º C sampai 50 º C.

d. Termometer Batang

Biasanya digunakan untuk mengukur suhu pada percobaan-percobaan di laboratorium. Termometer ada yang menggunakan alkohol dan ada yang menggunakan air raksa. Skala termometer ini antara -10 º C sampai dengan 110 º C

2.7.3 Penentuan Skala Suhu

Saat melakukan pengukuran suhu dengan suatu termometer, kita memerlukan suatu acuan. Acuan ini ada didasarkan pada skala termometer. Skala ini mempunyai dua acuan, yakni titik didih dan titik beku air. Titik didih air dijadikan


(44)

sebagai titik acuan atas, sedangkan titik beku air dijadikan titik acuan bawah. Kemudian, di antara keduanya dibagi dalam beberapa skala kecil.

Beberapa ilmuwan telah menentukkan titik acuan dalam termometer. Skala yang mereka tentukan menjadi dasar penentuan skala suhu. Ilmuwan yang dimaksud anatara lain:

a. Anders Celcius (1701 – 1744)

Ia membuat termometer dengan titik beku air pada skala 0 dan titik didih air pada skala 100. Termometer buatannya dikenal sebagai termometer Celcius dengan satuan suhu dalam derajat Celciu (ºC). Jadi, termometer celcius mempunyai titik bawah 0° C dan titik atasnya 100° C.

b. Gabriel Daniel Fahrenheit (1686 – 1736)

Ia menetapkan titik beku air pada skala 32° sebagai titik acuan bawah dan titik didih air pada skala 212° sebagai titik acuan atas. Termometer hasil rancangannya disebut termometer Fahreinheit dengan satuan suhu derajat Fahrenheit (°F).

c. Antoine Ferchault de Reamur (1683 – 1757)

Termometer rancangannya disebut sebagai termometer Reamur dengan titik acuan bawah 0° R dan titik acuan atas 80° R.

d. Lord Kelvin (1824 – 1904)

Ia merancang termometer yang dikenal sebagai termometer Kelvin. Termometer ini mempunyai titik acuan bawah 273 dan titik acuan atas 373. Skala satuan suhu termometer ini dinyatakan dalam Kelvin (K).


(45)

Berdasarkan penetapan dari ilmuwan-ilmuwan ini, kita dapat mengenal 4 macam skala (derajat) dalam suhu, yaitu Celcius (°C), Fahrenheit (°F), Reamur (°R), dan Kelvin (K).

Gambar 2.1 Skema skala suhu °C, °R, °F, dan K Perbandingan keempat skala tersebut adalah: C : R : F : K = 100: 80 : 180 :100 = 5: 4: 9:5 (Nufus, N. & A. Furqon As., 2009:206-209)

2.7.4 Pemuaian zat padat

Jika suatu benda dipanaskan, benda tersebut akan memuai dan sebaliknya jika benda didinginkan akan menyusut.

a. Pemuaian Panjang

Sebuah batang yang panjangnya mula-mula L0 pada suhu T0 dipanaskan sehingga suhunya berubah sebesar ΔT. Akibatnya, panjang batang juga akan berubah (memuai) sebesar ΔL. Jika perubahan suhu ΔT tidak terlalu besar, ΔL berbanding lurus dengan ΔT. Secara matematis perubahan panjang zat padat dituliskan sebagai berikut:


(46)

Keterangan:

b. Pemuaian Luas

Jika zat padat berbentuk pelat (bidang) dipanaskan, akan terjadi pemuaian dalam arah panjang dan lebar. Dengan kata lain zat tersebut mengalami pemuaian luas. Besarnya pemuaian luas (ΔA) akan sebanding dengan perubahan suhu ΔT. Secara sistematis pemuaian luas zat padat dituliskan sebagai berikut:

Keterangan:

c. Pemuaian Volume

Peningkatan atau kenaikan suhu ternyata juga dapat menimbulkan pemuaian volume. Besarnya pemuaian volume (ΔV) berbanding lurus dengan perubahan suhu ΔT dan volume awal V0. Secara matematis pemuaian volume dituliskan sebagai berikut:

Keterangan:

= Pemuaian panjang (m)

 = koefisien muai panjang (°C-1)

 = Panjang mula-mula (m)

= Perubahan suhu (°C)

= Pemuaian luas (m2)

 = koefisien muai luas ( . ) (°C-1)

 = Luas mula-mula (m2)

= Perubahan suhu (°C)

= Pemuaian volume (m3)

 = koefisien muai volume ( . )

 = Volume mula-mula (m3)

= Perubahan suhu (°C) (°C-1)


(47)

Purwoko dan Fendi (2007:148-159)

2.8

Kerangka Berpikir

Banyak siswa yang ingin menyukai fisika, tetapi kurang menguasainya. Meskipun dilakukan berbagai upaya yang dilakukan oleh guru, namun hasil belajar yang diharapkan belum tercapai. Tak heran jika dalam pengamatan peneliti ketika PPL dalam suatu kelompok tidak semua anggota berpartisipasi aktif. Sehingga hasil belajar yang berupa pemahaman konsep dan keterampilan kerja ilmiah ketika melaksanakan eksperimen belum mencapai hasil yang diinginkan. Dalam penelitian ini peneliti mencoba membagi kelompok eksperimen berdasarkan teori multiple intelligences yang dipadukan dengan nilai-nilai karakter konservasi. Diharapkan tiap anggota kelompok berpartisipasi aktif sehingga pemahaman konsep dan keterampilan kerja ilmiah siswa dapat meningkat.

Teori multiple intelligences merupakan teori yang memandang bahwa setiap anak tidak ada yang bodoh dan memiliki tujuh kecerdasan dimana setiap siswa setidaknya minimal memiliki satu atau lebih kecerdasan yang menonjol, sedangkan nilai-nilai karakter konservasi adalah nilai-nilai karakter yang dikembangkan oleh Unnes yang bertujuan agar mahasiswa lulusan Unnes mempunyai perilaku terpuji. Namun, peneliti mencoba untuk menrapkan nilai-nilai karakter konservasi pada jenjang SMA karena Unnes dan SMA sama-sama sebagai lembaga pendidikan. Nilai-nilai karakter diperlukan agar remaja tidak mangalamai kemerosotan moral.


(48)

Nilai-nilai karakter didukung pula oleh undang-undang yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 3 dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta beradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Salah satu upaya yang digunakan untuk menunjang teori multiple intelligences yang dipadukan dengan nilai-nilai karakter konservasi adalah dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing. Pada inkuiri terbimbing, guru tidak lagi berperan sebagai pemberi informasi dan siswa sebagai penerima informasi, tetapi guru membuat rencana pembelajaran atau langkah-langkah eksperimen. Siswa melakukan eksperimen atau penyelidikan untuk menemukan konsep-konsep yang telah ditetapkan guru. Model pembelajaran tersebut menuntut keaktifan siswa dalam melaksanakan eksperimen.

Hal tersebut didukung sebagaimana Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Pada bab 1 pendahuluan peraturan disebutkan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,


(49)

kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Pada bab 2 karakteristik pembelajaran disebutkan pula bahwa sesuai dengan standar kompetensi lulusan, sasaran pembelajaran mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan. Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses psikologi) yang berbeda. Sikap diperoleh melalui aktivitas “menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan”. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas “mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, mencipta”. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas “mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta”. Karaketristik kompetensi beserta perbedaan lintasan perolehan turut serta memperngaruhi karakteristik standar proses. Untuk memperkuat pendekatan ilmiah (scientific), tematik terpadu (tematik antar mata pelajaran), dan tematik (dalam suatu mata pelajaran) perlu diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning). Untuk mendorong kemampuan peserta didik untuk menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun kelompok maka sangat disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalaha (project based learning).


(50)

Guna memperjelas kerangka berpikir tersebut, berikut ini digambarkan bagan kerangka berfikirnya.

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir Penelitian

2.9

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah: (1) Peningkatan pemahaman konsep siswa SMA melalui pembelajaran inkuiri

terbimbing dengan menerapkan nilai-nilai karakter konservasi lebih tinggi dari pada peningkatan pemahaman konsep siswa SMA melalui pembelajaran inkuiri terbimbing tanpa menerapkan nilai-nilai karakter konservasi.

(2)

Peningkatan keterampilan kerja ilmiah siswa SMA melalui pembelajaran inkuiri terbimbing dengan menerapkan nilai-nilai karakter konservasi lebih tinggi dari pada peningkatan keterampilan kerja ilmiah siswa SMA melalui Permasalahan:(1)Rendahnya pemahaman

konsep dan keterampilan kerja ilmiah siswa, (2)kerjasama antar siswa dalam

pembelajaran masih kurang, (3) tidak semua materi dilakukan eksperimen.

Solusi : (1)Pembelajaran yang menarik, (2) Menerapkan teori multiple intelligences yang dipadukan dengan nilai-nilai karakter konservasi, dan (3) Model pembelajaran inkuiri terbimbing

Kajian Pustaka: (1) Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 3, (2) Peraturan menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Landasan Teori: (1)Teori multiple intelligences, (2) Nilai-nilai karakter konservasi

Harapan: Penggunaan model inkuiri terbimbing dengan menerapkan nilai-nilai karakter konservasi dapat meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan kerja ilmiah siswa.


(51)

pembelajaran inkuiri terbimbing tanpa menerapkan nilai-nilai karakter konservasi.


(52)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 3 Demak yang terletak di Jl. Sultan Trenggono No. 81, Demak, Jawa Tengah.

3.2

Subjek Penelitian

3.2.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009:80).

Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 3 Demak tahun ajaran 2014/2015 yang berjumlah 9 kelas yang terdiri dari 4 kelas jurusan MIA dan 5 kelas jurusan IIS.

3.2.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. (Sugiyono, 2009:81). Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah


(53)

purposive sampling. Menurut Sugiyono (2009:85) menyatakan bahwa purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah siswa kelas X-MI.4 sebagai kelas eksperimen dan X-MIA.3 sebagai kelas kontrol SMA Negeri 3 Demak tahun ajaran 2014/2015.

3.3

Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimental karena tidak dapat sepenuhnya mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan penelitian. Penelitian yang dilaksanakan menggunakan rancangan Pretest-Posttest Control Group Design seperti :

Tabel 3.1 Rancangan Pretest-Posttest Control Group Design

Periode Pertama Perlakuan Periode Kedua

Kelas Eksperimen O1 X1 O2

Kelas Kontrol O3 X2 O4

Keterangan:

O1 = Pretest kelas eksperimen O3 = Pretest kelas kontrol

X1 = Penerapan model inkuiri terbimbing dengan menerapkan nilai-nilai karakter konservasi

X2 = Penerapan model inkuiri terbimbing tanpa menerapkan nilai-nilai karakter konservasi

O2 = Posttest kelas eksperimen O4 = Posttest kelas kontrol

3.4

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap persiapan, penelitian dan pengolahan data. Berikut secara rinci bagian-bagian dalam penelitian:


(54)

1) Tahap Persiapan Penelitian

a. Studi pustaka mengenai teori yang berkaitan dengan pembelajaran inkuiri terbimbing, teori multiple intelligences dan nilai-nilai karakter konservasi, pemahaman konsep dan keterampilan kerja ilmiah.

b. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan model inkuiri terbimbing dengan menerapkan nilai-nilai karakter konservasi dengan materi suhu dan pemuaian

c. Menyusun lembar kuesioner multiple intelligences yang dipadukan dengan nilai-nilai karakter konservasi

d. Validasi lembar kuesioner multiple intelligences yang dipadukan dengan nilai-nilai karakter konservasi oleh dosen pembimbing

e. Mengujikan lembar kuesioner multiple intelligences yang dipadukan dengan nilai-nilai karakter konservasi pada kelas eksperimen guna mengetahui keadaan multiple intelligences siswa yang dipadukan dengan nilai-nilai karakter konservasi

f. Merancang perangkat pembelajaran seperti lembar kerja siswa (LKS), lembar penilaian, lembar observasi keterampilan kerja ilmiah dan lembar observasi perpaduan antara multiple intelligences yang dipadukan dengan nilai-nilai karakter konservasi.

g. Memetakan keadaan multiple intelligences yang dipadukan dengan nilai-nilai karakter konservasi siswa dalam kelas

h. Menyusun kelompok eksperimen berdasarkan keadaan multiple intelligences yang dipadukan dengan nilai-nilai karakter konservasi siswa


(55)

2) Tahap Penelitian

a. Memberikan pretest pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol untuk mengetahui pemahaman konsep awal siswa

b. Melakukan treatment selama dua kali pertemuan berupa pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing dengan menerapkan nilai-nilai karakter konservasi pada kelas eksperimen dan model inkuiri terbimbing tanpa menerapkan nilai-nilai karakter konservasi pada kelas kontrol serta observasi mengenai keterampilan kerja ilmiah dan multiple intelligences siswa yang dipadukan dengan nilai-nilai karakter konservasi selama pembelajaran dilakukan

c. Memberikan posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. 3) Tahap Pengolahan Data

a. Mengolah data hasil pretest, posttest dan lembar observasi

b. Melakukan analisis dan pembahasan terhadap hasil pengolahan data penelitian

c. Menarik kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang diproleh untuk menjawab rumusan masalah penelitian.


(56)

Secara keseluruhan tahapan penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1 Tahap Penelitian

3.5

Variabel Penelitian

Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,2012:2). Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan adalah :

3.5.1 Variabel Bebas

Variabel independen atau dalam bahasa Indonesia sering disebut variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat) (Sugiyono, 2012:4). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model inkuiri terbimbing dengan menerapkan nilai-nilai karakter konservasi dalam pokok bahasan suhu dan pemuaian.

Studi pustaka

Mempersiapkan instrumen

multiple intelligences yang dipadukan dengan nilai-nilai karakter konservasi

Validasi instrumen

multiple intelligences

yang dipadukan dengan nilai-nilai karakter konservsi

Uji kuesioner Menyusun kelompok

Pretest

Pembelajaran inkuiri terbimbing

Posttest Analisis data penelitian

Pembahasan Kesimpulan


(57)

3.5.2 Variabel Terikat

Variabel dependen atau dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2012:4). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pemahaman konsep dan keterampilan kerja ilmiah yang dikenai model inkuiri terbimbing dengan menerapkan nilai-nilai karakter konservasi pada siswa kelas X MIA SMA Negeri 3 Demak semester II Tahun Ajaran 2014/2015.

3.6

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini antara lain :

3.6.1 Teknik Tes

3.6.1.1 Tes

Tes menurut Muchtar Bukhori, sebagaimana dikutip oleh Arikunto (2009:32), ialah suatu percobaan yang diadakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hasil-hasil pelajaran tertentu pada seorang murid atau kelompok murid. Tes yang digunakan berupa tes subjektif. Menurut Arikunto (2009:162), tes subjektif yang pada umumnya berbentuk esai (uraian). Tes bentuk esai adalah sejenis tes kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata. Tes uraian digunakan sebagai penilaian hasil belajar kognitif untuk mengukur pemahaman konsep terhadap materi yang disampaikan. Soal yang diujikan sebelumnya telah diuji cobakan untuk mengetahui validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda. Hasil tes akan dianalisis untuk


(58)

menguji kebenaran hipotesis penelitian, sehingga akan diketahui bagaimana peningkatan pemahaman konsep siswa dengan model pembelajaran yang berbeda pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tes akan dilakukan dua kali yaitu:

a. Pretest, yaitu tes yang dilakukan pada awal observasi digunakan untuk mengetahui tingkat pemahaman konsep awal siswa sebelum pembelajaran diterapkan.

b. Posttest, yaitu tes yang dilakukan pada akhir observasi untuk mengetahui tingkat pemahaman konsep siswa setelah pembelajaran diterapkan.

Teknik penskoran yang digunakan pada teknik tes ini adalah dengan menggunakan :

Keterangan:

= jumlah skor yang diperoleh = jumlah skor maksimum

Kemudian hasil perhitungan disesuaikan dengan kriteria keberhasilan yaitu: Tabel 3.2 Kriteria Keberhasilan terhadap Hasil Belajar Kognitif Siswa

Nilai Angka Nilai Huruf Predikat 80 ke atas

66-79 56-65 46-55 45 ke bawah

A B C D E

Baik sekali Baik Cukup Kurang

Gagal


(59)

3.6.2 Teknik Non Tes 3.6.2.1 Kuesioner

Kuesioner (questionair) menurut Arikunto (2009:27-28), juga sering dikenal sebagai angket. Pada dasarnya, kuesioner adalah sebuah daftar pertanyaan yang diisi oleh orang yang akan diukur (responden). Dengan kuesioner ini orang dapat diketahui tentang keadaan/data diri, pengalaman, pengetahuan sikap atau pendapatnya, dan lain-lain. Kuesioner yang digunakan adalah kuesiner langsung. Kuesioner dikatakan langsung jika kuesioner tersebut dikirimkan dan diisi langsung oleh orang yang dimintai jawaban tentang dirinya (Arikunto, 2009:28). Tujuan digunakan kuesioner dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui multiple intelligences yang dipadukan dengan nilai-nilai karakter konservasi siswa.

Teknik penskoran yang digunakan pada lembar kuesioner adalah dengan menggunakan skala Likert. Skala ini disusun dalam bentuk suatu pertanyaan dan diikuti oleh lima respons yang menunjukkan tingkatan. Misalnya:

Dengan menggunakan:

Keterangan:

= jumlah skor yang diperoleh = jumlah skor maksimum SS = sangat setuju

S = setuju

KS = kurang setuju

TS = tidak setuju STS = sangat tidak setuju


(60)

Kriteria Kemudian hasil perhitungan disesuaikan dengan kriteria keberhasilan yaitu:

Tabel 3.3 Kriteria Keberhasilan terhadap Kuesioner yang digunakan yaitu:

Nilai Angka Nilai Huruf Predikat

80% ke atas 66%-79% 56%-65% 46%-55% 45% ke bawah

A B C D E

Baik sekali Baik Cukup Kurang

Gagal

(Arikunto, 2009:245)

3.6.2.2 Observasi

Observasi menurut Nasution (1988), sebagaimana dikutip oleh Sugiyono (2009:226) adalah dasar semua ilmu pengetahuan. para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Dalam penelitian ini yang diamati adalah keterampilan kerja ilmiah siswa.

Teknik penskoran dengan menggunakan skala bertingkat (1-4)(Marzano, 2006). Selanjutnya dikonversikan dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

= jumlah skor yang diperoleh = jumlah skor maksimum


(61)

Kriteria Kemudian hasil perhitungan disesuaikan dengan kriteria keberhasilan yaitu:

Tabel 3.4 Kriteria Keberhasilan Terhadap Observasi yang digunakan yaitu: Nilai Angka Nilai Huuruf Predikat

80% ke atas 66%-79% 56%-65% 46%-55% 45% ke bawah

A B C D E

Baik sekali Baik Cukup Kurang

Gagal

(Arikunto, 2009:245)

3.6.2.3 Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu (Sugiyono, 2009:240). Dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Adapun data-data yang diperoleh oleh penulis yaitu daftar nama dan nilai rapor mata pelajaran fisika semester gasal kelas X-MIA SMA Negeri 3 Demak tahun 2014/2015 yang digunakan untuk menentukan sampel penelitian yang kemudian diuji homogenitasnya.

3.7

Uji Coba Instrumen Penelitian

Instrumen tes diuji cobakan pada siswa yang telah mendapatkan materi suhu dan pemuaian dengan tujuan untuk mendapatkan butir soal tes yang baik.

Langkah-langkah analisis yang dilakukan untuk soal tes meliputi: validitas, reliabilitas, taraf kesukaran dan daya pembeda soal.

3.7.1 Validitas Tes

Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu tes. Validitas butir soal atau validitas item digunakan untuk mengetahui


(62)

butir-butir tes manakah yang menyebabkan soal secara keseluruhan tersebut jelek karena memiliki validitas rendah. Sebuah item memiliki validitas yang tinggi jika skor pada item mempunyai kesejajaran dengan skor total. Kesejajaran ini dapat diartikan dengan korelasi sehingga untuk mengetahui validitas item digunakan rumus korelasi product moment.

∑ ∑ ∑

√ ∑ ∑ ∑ ∑

Keterangan:

rxy : Koefisien korelasi skor butir soal dan skor total. N : Banyaknya subjek.

ΣX : Banyaknya butir soal. ΣY : Jumlah skor total.

ΣXY : Jumlah perkalian skor butir dengan skor total. ΣX2

: Jumlah kuadrat skor butir soal. ΣY2

: Jumlah kuadrat skor total.

Hasil perhitungan rxy dibandingkan dengan rtabel dengan taraf signifikansi , jika rxy > rtabel maka butir soal tersebut valid (Arikunto, 2009:72). Hasil analisis validitas soal uji coba dapat dilihat pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5 Hasil Analisis Validitas Soal Uji Coba

No. Kriteria No. Soal Jumlah %

1. Valid 2,3,4,5,6,7,8,9,10,11 10 83%


(63)

3.7.2 Reliabilitas Tes

Reliabilitas tes berhubungan dengan masalah ketetapan hasil tes. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberi hasil yang tetap. Atau seandainya hasilnya berubah-ubah, perubahan yang terjadi dapat dikatakan tidak berarti (Arikunto, 2009:86).

Menilai soal bentuk uraian tidak dapat dilakukan hanya dengan menilai “benar” atau “salah”. Suatu butir soal uraian menghendaki gradualisasi penilaian, misalnya saja soal nomor 1 penilaian terendah 0 dan tertinggi 8, tetapi butir soal nomor 2 nilai tertinggi hanya 5 dan sebagainya. Rumus yang digunakan adalah rumus Alpha.

Langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut : (1) Menghitung � (varians tia-tiap item)

� ∑

Keterangan:

� = Varians tiap-tiap item

∑ = Jumlah kuadrat dari skor tiap item ∑ = Jumlah skor tiap item

= Banyaknya item

(2) Menghitung Σ� (varians semua item)

Σ� Σ� Σ� Σ�

(3) Menghitung � (varians total)


(64)

(4) Menghitung reliabilitas dengan rumus alpha

( ) Σ�

Dengan :

= reliabilitas yang dicari

= banyaknya butir item yang dikeluarkan dalam tes Σ� = jumlah varians skor tiap-tiap item

� = varians total

Perhitungan reliabilitas akan sempurna jika hasil tersebut dikonsultasikan dengan tabel r product moment dengan taraf signifikansinya adalah dan banyaknya sampel . Jika r11> rtabel maka soal tersebut reliabel. (Arikunto, 2009: 109-112).

Dari hasil analisis yang dilakukan, diketahui rtabel untuk soal pre test dan post test adalah sebagai berikut :

Dengan jumlah soal 12 didapatkan r11 = 0,80 dan rtabel = 0,33. Karena r11> rtabel maka soal tersebut reliabel.

3.7.3 Taraf Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang teralu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya (Arikunto, 2009:207).


(65)

Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index). Indeks kesukaran ini menunjukkan taraf kesukaran soal dengan symbol P, singkatan dari kata “proporsi”.

Untuk mengetahui derajat kesukaran pada soal uraian, dapat digunakan rumus:

Keterangan :

= tingkat kesukaran

=

= skor maksimal yang ditetapkan di penskoran.

(Rusilowati, 2008:17)

Tabel 3.6 Indeks Kesukaran Besarnya P Interpretasi 0 ≤ P ≤ 0,29 Soal sukar

0,30 ≤ P ≤ 0,69 Soal cukup (sedang) 0,70 < P ≤ 1 Terlalu mudah

(Arikunto, 2009:210) Hasil analisis tingkat kesukaran soal uji coba dapat dilihat pada Tabel 3.7 dibawah ini.

Tabel 3.7 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba No. Kriteria Soal Nomor Soal

1. Mudah 1,3,5,7,8,9

2. Sedang 2,4,11


(66)

3.7.4 Daya Pembeda Soal

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah) (Arikunto, 2009:211). Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi, disingkat D. Indeks diskriminasi (daya pembeda) ini berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Untuk menghitung daya pembeda soal menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

� = Daya Pembeda

=

Tabel 3.8 Klasifikasi Daya Pembeda

Besarnya angka indeks Diskriminasi Item (D) Interpretasi 0,00 ≤ D ≤ 0,19 Soal Jelek 0,β0 < D ≤ 0,39 Soal cukup baik 0,40 < D ≤ 0,69 Soal baik 0,70 < D ≤ 1,00 Soal baik sekali

(Rusilowati, 2008:19) Hasil analisis daya pembeda soal uji coba dapat dilihat pada Tabel 3. 9

Tabel 3.9 Hasil Analisis Daya Pembeda Soal Uji Coba No. Kriteria Soal Nomor Soal

1. Baik Sekali ---

2. Baik 2,4

3. Cukup Baik 3,5,6,7,8,9,10,11


(67)

3.8

Metode Analisis Data

3.8.1 Analisis Tahap Awal 3.8.1.1 Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi yang ada bersifat homogen (sama).

Langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut: (1) Menghitung dari masing-masing kelas

∑ ̅ Keterangan :

= Varians sampel

= Tanda kelas = ̅ = Rata-rata (mean)

= Jumlah sampel (Sugiyono, 2012:57)

(2) Menghitung varians gabungan dari semua kelas dengan rumus ∑

∑ (3) Menghitung harga satuan B dengan rumus

(4) Menghitung nilai statis chi kuadrat dengan rumus ∑


(1)

207

Gambar 3. Siswa melakukan persiapan eksperimen


(2)

208

Gambar 5. Siswa mulai mengerjakan LKS


(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP FISIKA DAN MENGEMBANGKAN NILAI KARAKTER SISWA SMP

0 14 175

ANALISIS NILAI-NILAI KARAKTER, KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA TOPIK KOLOID MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING.

4 7 40

PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA PADA MATERI HIDROLISIS GARAM.

0 3 22

PEMBELAJARAN INKUIRI REFLEKTIF UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP TERMOKIMIA DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA.

0 6 52

PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN SIKAP ILMIAH SISWA SEKOLAH DASAR.

0 0 39

PENERAPAN PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN GENERIK SAINS DAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA SMP.

0 0 34

MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMK PADA KONSEP HASIL KALI KELARUTAN.

0 0 40

Keefektifan Pembelajaran Fisika Berbasis Kerja Laboratorium dengan Metode Eksperimen Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep, Keterampilan Proses, dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA.

0 0 1

ANALISIS NILAI-NILAI KARAKTER, KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA TOPIK KOLOID MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING - repository UPI T KIM 1202629 Title

0 0 3

ANALISIS KETERAMPILAN KERJA ILMIAH SISWA DI SMA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

0 0 12