Siswa dikatakan memahami konsep jika siswa mampu mendefinisikan konsep, mengidentifikasi dan memberi contoh atau bukan contoh dari konsep,
mengembangkan kemampuan koneksi matematik antar berbagai ide, memahami bagaimana ide-ide matematik saling terkait satu sama lain sehingga terbangun
pemahaman menyeluruh, dan menggunakan matematik dalam konteks di luar matematika.
Jadi, pemahaman konsep fisika adalah kemampuan mengungkapkan makna suatu konsep fisika yang meliputi kemampuan membedakan, menjelaskan,
menguraikan lebih lanjut, dan mengubah konsep yang berisi gagasan atau ide mengenai suatu materi, pengalaman, peristiwa atau ciri-ciri khas suatu objek yang
diabstraksikan secara tetap sehingga memudahkan manusia untuk mengadakan komunikasi dan berfikir.
2.6 Keterampilan Kerja Ilmiah
Keterampilan kerja ilmiah menurut Nur 2000 sebagaimana dikutip oleh Januar 2012, merupakan suatu proses yang dilakukuan oleh siswa melalui suatu
metode ilmiah untuk mendapatkan pemecahan atau jawaban dari suatu permasalahan. Adapun keterampilan kerja ilmiah meliputi keterampilan untuk
melakukan metode ilmiah antara lain keterampilan melakukan pengamatan, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang percobaan, melakukan
percobaan, menganalisis hasil percobaan, membuat kesimpulan dan keterampilan menyampaikan hasil percobaan secara lisan maupun tertulis.
Keterampilan kerja ilmiah adalah langkah atau metode yang terencana dan sistematis untuk memperoleh informasi secara ilmiah melalui penalaran dan
pengamatan. Menurut Rustaman 2005, menyatakan bahwa kemampuan dasar bekerja ilmiah sesungguhnya merupakan perluasan dari metode ilmiah, yang
diartikan sebagai scientific inquiry yang diterapkan dalam tindakan dalam belajar IPA maupun dalam kehidupan. Kemampuan dasar bekerja ilmiah ini sebagian
besar memiliki irisan dengan jenis-jenis keterampilan proses yang merupakan penjabaran dari metode ilmiah pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.
Keterampilan dasar bekerja ilmiah tersebut mencakup keterampilan mengajukan pertanyaan, melakukan pengamatan observasi, menyusun klasifikasi,
melakukan inferensi, meramalkan prediksi, menafsirkan interpretasi, merencanakan percobaanpenyelidikan, menggunakan alatbahan, berkomunikasi
dan berhipotesis. Keterampilan kerja ilmiah yang akan diteliti oleh peneliti adalah 1
merumuskan masalah, 2 membuat hipotesis, 3 merancang percobaan, 4 melakukan percobaan, 5 mengumpulkan data, 6 menganalisis data, 7
membuat kesimpulan dan 8 mengkomunikasikan hasil.
2.7 Tinjauan Materi
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah materi tentang suhu dan pemuaian.
2.7.1 Pengertian Suhu
Suhu menyatakan derajat panas suatu benda atau ukuran panas dinginnya
suatu benda. 2.7.2
Alat Pengukur Suhu
Alat pengukur suhu disebut dengan termometer. Termometer bekerja menggunakan bahan yang bersifat termometrik. Artinya, sifat-sifat benda tersebut
dapat berubah jika ada perubahan suhu. Berdasarkan sifat ini, terdapat beberapa jenis termometer, yaitu:
a. Termometer zat cair yang bekerja berdasarkan pemuaian zat yang
dipanaskan b.
Termometer bimetal yang bekerja berdasarkan pemuaian logam yang dipanaskan
c. Termometer hambatan yang bekerja karena bertambahnya hambatan listrik
jika kawat logamnya dipanaskan. Kemudian, akan terjadi pulsa-pulsa listrik yang menunjukkan suhu yang dikur
d. Termokopel yang prinsipnya terjadi pemuaian dua logam karena ujungnya
disentuhkan. Akibatnya timbullah gaya gerak listrik GGL dan inilah yang akan menunjukkan suhu suatu benda
e. Pyrometer, merupakan alat ukur untuk suhu yang tinggi 500ºC - 3000ºC.
Sementara itu, berdasarkan manfaat dan tempatnya ada beberapa jenis termometer, antara lain:
a. Termometer Badan
Sesuai dengan namanya, termometer ini digunakan untuk mengukur suhu
badan seseorang. Termometer ini biasa disebut termometer klinis atau
termometer demam. Skala pada termometer ini berkisar antara 34º C atau 35 º C sampai 42 º C.
b. Termometer maksimum-minimum
Termometer yang digunakan oleh Badan Meteorologi dan Geofisika BMG untuk mengukur perkiraan cuaca dan suhu kisaran di suatu daerah.
Termometer ini disebut juga dengan termometer Six Belani. c.
Termometer dinding Termometer ini dimanfaatkan untuk mengukur suhu udara di ruangan atau
biasa kita menyebutnya dengan nama suhu kamar. Skalanya berkisar antara - 50 º C sampai 50 º C.
d. Termometer Batang
Biasanya digunakan untuk mengukur suhu pada percobaan-percobaan di laboratorium. Termometer ada yang menggunakan alkohol dan ada yang
menggunakan air raksa. Skala termometer ini antara -10 º C sampai dengan 110 º C
2.7.3 Penentuan Skala Suhu
Saat melakukan pengukuran suhu dengan suatu termometer, kita memerlukan suatu acuan. Acuan ini ada didasarkan pada skala termometer. Skala ini
mempunyai dua acuan, yakni titik didih dan titik beku air. Titik didih air dijadikan
sebagai titik acuan atas, sedangkan titik beku air dijadikan titik acuan bawah.
Kemudian, di antara keduanya dibagi dalam beberapa skala kecil.
Beberapa ilmuwan telah menentukkan titik acuan dalam termometer. Skala yang mereka tentukan menjadi dasar penentuan skala suhu. Ilmuwan yang
dimaksud anatara lain:
a. Anders Celcius 1701
– 1744 Ia membuat termometer dengan titik beku air pada skala 0 dan titik didih
air pada skala 100. Termometer buatannya dikenal sebagai termometer Celcius dengan satuan suhu dalam derajat Celciu ºC. Jadi, termometer
celcius mempunyai titik bawah 0° C dan titik atasnya 100° C. b.
Gabriel Daniel Fahrenheit 1686 – 1736
Ia menetapkan titik beku air pada skala 32° sebagai titik acuan bawah dan titik didih air pada skala 212° sebagai titik acuan atas. Termometer hasil
rancangannya disebut termometer Fahreinheit dengan satuan suhu derajat Fahrenheit °F.
c. Antoine Ferchault de Reamur 1683
– 1757 Termometer rancangannya disebut sebagai termometer Reamur dengan
titik acuan bawah 0° R dan titik acuan atas 80° R. d.
Lord Kelvin 1824 – 1904
Ia merancang termometer yang dikenal sebagai termometer Kelvin. Termometer ini mempunyai titik acuan bawah 273 dan titik acuan atas
373. Skala satuan suhu termometer ini dinyatakan dalam Kelvin K.
Berdasarkan penetapan dari ilmuwan-ilmuwan ini, kita dapat mengenal 4 macam skala derajat dalam suhu, yaitu Celcius °C, Fahrenheit °F,
Reamur °R, dan Kelvin K.
Gambar 2.1 Skema skala suhu °C, °R, °F, dan K Perbandingan keempat skala tersebut adalah:
C : R : F : K = 100: 80 : 180 :100 = 5: 4: 9:5 Nufus, N. A. Furqon As., 2009:206-209
2.7.4 Pemuaian zat padat
Jika suatu benda dipanaskan, benda tersebut akan memuai dan sebaliknya jika
benda didinginkan akan menyusut.
a. Pemuaian Panjang
Sebuah batang yang panjangnya mula-mula L pada suhu T
dipanaskan sehingga suhunya berubah sebesar ΔT. Akibatnya, panjang batang juga
akan berubah memuai sebesar ΔL. Jika perubahan suhu ΔT tidak terlalu besar, ΔL berbanding lurus dengan ΔT. Secara matematis perubahan
panjang zat padat dituliskan sebagai berikut:
Keterangan:
b. Pemuaian Luas
Jika zat padat berbentuk pelat bidang dipanaskan, akan terjadi pemuaian dalam arah panjang dan lebar. Dengan kata lain zat tersebut mengalami
pemuaian luas. Besarnya pemuaian luas ΔA akan sebanding dengan perubahan suhu ΔT. Secara sistematis pemuaian luas zat padat dituliskan
sebagai berikut:
Keterangan:
c. Pemuaian Volume
Peningkatan atau kenaikan suhu ternyata juga dapat menimbulkan pemuaian volume. Besarnya pemuaian volume ΔV berbanding lurus
dengan perubahan suhu ΔT dan volume awal V . Secara matematis
pemuaian volume dituliskan sebagai berikut:
Keterangan: = Pemuaian panjang m
= koefisien muai panjang °C
-1
= Panjang mula-mula m
= Perubahan suhu °C
= Pemuaian luas m
2
= koefisien muai luas . °C
-1
= Luas mula-mula m
2
= Perubahan suhu °C
= Pemuaian volume m
3
= koefisien muai volume .
= Volume mula-mula m
3
= Perubahan suhu °C °C
-1
Purwoko dan Fendi 2007:148-159
2.8 Kerangka Berpikir
Banyak siswa yang ingin menyukai fisika, tetapi kurang menguasainya. Meskipun dilakukan berbagai upaya yang dilakukan oleh guru, namun hasil
belajar yang diharapkan belum tercapai. Tak heran jika dalam pengamatan peneliti ketika PPL dalam suatu kelompok tidak semua anggota berpartisipasi aktif.
Sehingga hasil belajar yang berupa pemahaman konsep dan keterampilan kerja ilmiah ketika melaksanakan eksperimen belum mencapai hasil yang diinginkan.
Dalam penelitian ini peneliti mencoba membagi kelompok eksperimen berdasarkan teori multiple intelligences yang dipadukan dengan nilai-nilai
karakter konservasi. Diharapkan tiap anggota kelompok berpartisipasi aktif sehingga pemahaman konsep dan keterampilan kerja ilmiah siswa dapat
meningkat. Teori multiple intelligences merupakan teori yang memandang bahwa setiap
anak tidak ada yang bodoh dan memiliki tujuh kecerdasan dimana setiap siswa setidaknya minimal memiliki satu atau lebih kecerdasan yang menonjol,
sedangkan nilai-nilai karakter konservasi adalah nilai-nilai karakter yang dikembangkan oleh Unnes yang bertujuan agar mahasiswa lulusan Unnes
mempunyai perilaku terpuji. Namun, peneliti mencoba untuk menrapkan nilai- nilai karakter konservasi pada jenjang SMA karena Unnes dan SMA sama-sama
sebagai lembaga pendidikan. Nilai-nilai karakter diperlukan agar remaja tidak mangalamai kemerosotan moral.
Nilai-nilai karakter didukung pula oleh undang-undang yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun
2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 3 dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
beradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Salah satu upaya yang digunakan untuk menunjang teori multiple
intelligences yang dipadukan dengan nilai-nilai karakter konservasi adalah dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing. Pada inkuiri terbimbing,
guru tidak lagi berperan sebagai pemberi informasi dan siswa sebagai penerima informasi, tetapi guru membuat rencana pembelajaran atau langkah-langkah
eksperimen. Siswa melakukan eksperimen atau penyelidikan untuk menemukan konsep-konsep yang telah ditetapkan guru. Model pembelajaran tersebut menuntut
keaktifan siswa dalam melaksanakan eksperimen. Hal tersebut didukung sebagaimana Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Pada bab 1 pendahuluan peraturan disebutkan
bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik
untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Pada bab 2 karakteristik pembelajaran disebutkan
pula bahwa sesuai dengan standar kompetensi lulusan, sasaran pembelajaran mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang
dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan. Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan proses psikologi yang berbeda. Sikap diperoleh
melalui aktivitas “menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan”. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas “mengingat, memahami,
menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, mencipta”. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas “mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan
mencipta”. Karaketristik kompetensi beserta perbedaan lintasan perolehan turut serta memperngaruhi karakteristik standar proses. Untuk memperkuat pendekatan
ilmiah scientific, tematik terpadu tematik antar mata pelajaran, dan tematik dalam suatu mata pelajaran perlu diterapkan pembelajaran berbasis
penyingkapanpenelitian discoveryinquiry
learning. Untuk
mendorong kemampuan peserta didik untuk menghasilkan karya kontekstual, baik individual
maupun kelompok maka sangat disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalaha project
based learning.
Guna memperjelas kerangka berpikir tersebut, berikut ini digambarkan bagan kerangka berfikirnya.
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir Penelitian
2.9 Hipotesis Penelitian