kuning atau mi bakso. Kandungan air mi basah sekitar 52 sehingga cepat rusak dan hanya bertahan 40 jam.
c. Mi Kering
Mi kering sering juga disebut sebagai mi telur, karena dalam proses pembuatannya ditambahkan telur segar atau tepung telur. Mi kering berwarna kuning
karena kandungan telurnya. Setelah dibentuk atau dicetak, mi biasanya dijemur atau dioven terlebih dahulu hinggi kering, lalu dikemas dan dipasarkan. Mi jenis ini
memiliki daya tahan lebih lama karena kandungan airnya rendah, yaitu sekitar 13.
d. Mi Instan
Mi instan, mi yang paling popular diantara jenis mi yang lainnya. Selain praktis, mi instan juga tahan disimpan lama karena kandungan airnya hanya 5-8.
Proses pembuatannya, setelah mi dibentuk, mi instan biasanya dikeringkan dengan cara digoreng atau dipanaskan. Jadi mi sebenarnya udah matang, maka hanya dengan
merebus air sekitar 4 menit sampai mendidih, mi instan sudah matang dan bisa dimakan.
2.2.2. Nilai Gizi Mi Basah
Bahan baku untuk membuat mi adalah tepung terigu, telur, air, dan bahan tambahan lainnya. Dengan demikian, mi mengandung karbohidrat, protein, lemak,
dan mineral. Adapun komposisi gizi bahan pembuat mi disajikan dalam tabel berikut Suyanti, 2010.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3. Komposisi Bahan Baku Mi Setiap 100 Gram Bahan Zat Gizi
Terigu Telur Ayam
Energi kkal Protein g
Lemak g Karbohidrat g
Kalsium mg Fosfor mg
Besi mg Vitamin A mg
Vitamin B1 mg Air g
BDD 365
8,9 1,3
77,3 16
106 1,2
- 0,12
12 100
162 12,8
11,5 0,7
54 180
2,7 900
0,1 74
90
Sumber: DKBM, 2005
Mi basah merupakan bahan pangan sumber energi. Energi yang dihasilkan mi basah berasal dari protein, karbohidrat, dan lemak yang terkandung dalamnya. Setiap
1 gram protein dan karbohidrat menyumbang energi sebesar 4 kkal, dan 1 gram lemak menyumbang energi sebesar 9 kkal.
2.2.3. Bahan Pembuatan Mi Basah 1. Tepung Terigu
Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan mi. Tepung terigu diperoleh dari biji gandum Triticum vulgare yang digiling. Keistimewaan terigu diantara
serealia lainnya adalah kemampuannya membentuk gluten pada adonan mi menyebabkan mi yang dihasilkan tidak mudah putus pada proses pencetakan dan
pemasakan. Mutu terigu yang dikehendaki adalah terigu yang memiliki kadar air 14, kadar protein 8-12, kadar abu 0,25-0,60 dan gluten basah 24-36
Astawan, 2008. Bila ingin mendapatkan mutu mi yang lebih baik dapat menggunakan terigu jenis hard flour dengan kadar gluten yang lebih tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan kandungan protein gluten, terdapat 3 jenis terigu yang ada dipasaran, yaitu sebagai berikut Suyanti, 2010:
a. Terigu hard flour. Terigu jenis ini mempunyai kadar protein 12-13 . Jenis tepung ini digunakan untuk pembuatan mi dan roti. Contohnya terigu cap cakra
kembar. b. Terigu medium hard flour. Jenis tepung ini mrngandung protein 9,5-11 .
Tepung ini banyak digunkan untuk campuran pembuatan mie, roti dan kue. Contohnya adalah terigu cap segitiga biru.
c. Terigu soft flour. Jenis terigu ini mengandung protein 7-8,5 . Jenis tepung ini hanya cocok untuk membuat kue. Contohnya adalah terigu cap kunci.
2. Air
Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dengan karbohidrat akan mengembang, melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal gluten. Air yang
digunakan sebaiknya memiliki pH antara 6-9. makin tinggi pH air maka mi yang dihasilkan tidak mudah patah karena absorbsi air mengikat dengan meningkatnya pH.
Selain pH, air yang digunakan harus air yang memenuhi persyaratan sebagai air minum, diantaranya tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasal Astawan, 2008.
Adapun jumlah air yang ditambahkan ke dalam adonan berkisar 28-38 . Jika air kurang dari 28 adonan menjadi sulit dicetak. Sementara itu, penambahan air yang
lebih dari 38 akan menyebabkan adonan itu lengket Suyanti, 2010.
3. Garam Dapur
Dalam pembutan mi, penambahan garam dapur untuk memberi rasa, memperkuat tekstur mi, meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mi, serta untuk
Universitas Sumatera Utara
mengikat air Astawan, 2008. Penambahan garam pada pembuatan mi juga dapat menghambat pertumbuhan jamurkapang serta menghambat aktivitas enzim protease
dan amilase sehingga adonan menjadi tidak lengket dan mengembang secara berlebihan Suyanti, 2010. Penambahan garam dapur pada pembuatan mi sebanyak
10 gram setiap 1 kg tepung Sutomo, 2008
4. Telur
Secara umum, penambahan telur dimaksudkan untuk meningkatkan mutu protein mi dan menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak mudah terputus-
putus. Putih telur berfungsi untuk mencegah kekeruhan saus mi waktu pemasakan. Penggunaan putih telur harus secukupnya saja, karena pemakaian yang berlebihan
dapat menurunkan kemampuan mi menyerap air waktu direbus. Kuning telur dipakai sebagai pengemulsi karena dalam kuning telur terdapat
lechitin. Selain sebagai pengemulsi, lechitin juga dapat mempercepat hidrasi air pada tepung dan untuk mengembangkan adonan. Penambahan kuning telur juga akan
memberikan warna yang seragam Astawan, 2008. Pemakaian minimal telur adalah 3-10 dari berat tepung. Mi yang
menggunakan telur rasanya lebih gurih, lebih kenyal, dan elastis Suyanti, 2010.
5. CMC Carboxy Methyl Cellulose
Carboxy Methyl Cellulose adalah turunan dari selulosa dan sering dipakai dalam industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik. Fungsi CMC yang
terpenting adalah sebagai pengental, stabilisator, pembentuk gel, sebagai pengemulsi dan dalam beberapa hal dapat meratakan penyebaran antibiotik Winarno, 1997.
Emulsifier memiliki kemampuan untuk menyatukan dua jenis bahan yang tidak saling
Universitas Sumatera Utara
melarut karena molekulnya terdiri dari gugus hidrofilik dan lipofilik sekaligus. Gugus hidrofilik mampu berikatan dengan air atau bahan lain yang bersifat polar, sedangkan
gugus lipofilik mampu berikatan dengan minyak atau bahan lain yang bersifat non polar Suryani et al., 2002. Karboksi metil selulosa memiliki sifat higroskopis,
mudah larut dalam air, dan membentuk larutan koloid Astawan, 2008. Dalam pembuatan mi, CMC berfungsi sebagai pengembang. Bahan ini dapat
mempengaruhi sifat adonan, memperbaiki ketahanan tehadap air, dan mempertahankan keempukkan selama penyimpanan Widyaningsih, 2006. Jumlah
bahan pengembang yang ditambahkan berkisar antara 0,5-1,0 dari berat tepung terigu, tergantung dari jenis terigu. Penggunaan yang berlebihan akan menyebabkan
tekstur mi terlalu keras dan daya rehidrasi mi menjadi berkurang Astawan, 2008.
6. Garam Alkali
Terdapat beberapa jenis garam alkali yang biasa digunakan dalam pada pembuatan mi antara lain sebagai berikut :
1. Sodium karbonat Na2CO3 atau dikenal dengan nama soda abu 2. Potasium karbonat K2CO3 atau kalium karbonat
3. STPP sodium tripolifosfat 4. Kansui air abu Suyanti, 2010.
Soda abu merupakan campuran dari natrium karbonat dan kalium karbonat perbandingan 1:1. Berfungsi untuk mempercepat pengikatan gluten, meningkatkan
elastisitas dan fleksibilitas mie, meningkatkan kehalusan tekstur, serta meningkatkan sifat kenyal. Bahan ini dapat diperoleh di toko-toko penjual bahan kimia
Astawan,2008. Sunaryo 1985 menyatakan bahwa natrium karbonat dan garam
Universitas Sumatera Utara
fosfat telah sejak dahulu dipakai sebagai alkali utuk pembuatan mie. Komponen tersebut berfungsi untuk mempercepat pengikatan gluten, meningkatkan elastisitas
dan fleksibilitas garam fosfat dan meningkatkan kehalusan tekstur pengaruh senyawa Na2CO3.
Garam alkali yang ditambahkan pada pembuatan mi cukup dipilih satu jenis saja atau campuran dari 2 jenis. Jumlah maksimum garam alkali yang ditambahkan
pada pembuatan mi adalah 1 dari total pemakaian tepung terigu yang digunakan. Fungsi penambahan garam alkali ke dalam pembuatan mi adalah sebagai berikut
Suyanti, 2010: a.
Menguatkan struktur gluten sehingga menjadi mi yang lentur b.
Mengubah sifat pati tepung terigu sehingga menjadi lebih kenyal. c.
Mengubah sifat zat warna pigmen dalam terigu sehingga lebih cerah d.
Semakin besar garam alkali yang digunakan, mi semakin keras dan kenyal. Namun, penggunaan yang berlebihan akan menyebabkan bau yang tidak sedap
pada mi yang dihasilkan.
2.2.4. Proses Pembuatan Mi Basah 1. Pencampuran dan pengadukan
Tahap awal dalam pembuatan mi adalah pencampuran tepung terigu dengan air. Campuran diaduk sampai menjadi adonan yang merata, lama proses ini kira-kira
15 menit. Adonan yang terbentuk diharapkan lunak, lembut, halus, dan kompak Astawan, 2008. Tujuan pengadukan adalah mencampur rata air dan bahan lainnya
hingga membentuk adonan yang seragam atau homogen. Pengadukan juga bertujuan untuk mengembangkan gluten serta membentuk warna mi. Waktu pengadukan yang
Universitas Sumatera Utara
baik sekitar 15 menit. Jika pengadukan lebih dari 25 menit, akan menyebabkan adonan keras, rapuh, dan kering. Sementara itu, pengadukan kurang dari 15 menit
akan menyebabkan adonan lengket dan tidak merata. Ciri adonan yang baik adalah agak pera, tidak menggumpal dan tidak kering, serta berwarna kekuningan merata
Suyanti, 2010. Proses pencampuran bertujuan untuk menghidrasi tepung dengan air,
membuatnya merata dengan mencampur dan membuat adonan dengan bentuk jaringan gluten dengan meremas-remas. Untuk membuat adonan yang baik, faktor
yang harus diperhatikan adalah jumlah air yang ditambahkan, waktu pengadukan dan temperatur Soenaryo, 1985.
2. Pembentukan Lembaran
Setelah adonan menjadi homogen, campuran tersebut dimasukkan ke dalam mesin pelempeng. Dalam mesin pelempeng, adonan akan dibentuk menjadi
lempengan-lempengan, dimana pada proses ini serat-serat gluten akan menjadi halus Astawan, 2008. Adonan mi yang telah terbentuk dimasukkan ke dalam alat pembuat
lembaran secara bertahap. Awalnya, lembaran yang terbentuk berupa lempengan tebal. Penggilingan dilakukan beberapa kali sampai diperoleh lembaran agak tebal
yang kalismerata. Penurunan ketebalan dilakukan secara bertahap. Hal ini disebabkan jumlah penipisan akan berpengaruh terhadap sifat mi yang dihasilkan.
Lembaran mi yang terbentuk sebaiknya tidak sobek, permukaanya halus berwarna kekuningan, dan merata serta terjaga dari kotoran Suyanti,2010.
Universitas Sumatera Utara
3. Pembentukan Mi
Dari lembaran tipis tersebut kemudian secara otomatis masuk ke dalam mesin penyisir lembaran tipis membentuk untaian tali seperti pita dengan selera konsumen
Ubaidillah, 1997. Lembaran mi dimasukkan ke dalam alat pemotong mi dan alat diputar sampai lembaran mi terpotong habis. Potongan mi ditaburi dengan tepung
tapioka dan siap untuk dimasak atau disimpan Suyanti, 2010. Mi dibuat dalam bentuk pilinan bergelombang karena memiliki keuntungan, diantaranya adalah
mempercepat laju penguapan dan penggorengan karena adanya konduksi panas dan sirkulasi panas dari minyak di dalamnya Astawan, 2008.
4. Perebusan
Setelah melalui proses pencetakan dilakukan pemasakan mi dengan pemanasan. Pemanasan ini menyebabkan gelatinisasi dan koagulasi gluten. Menurut
Astawan 2008 gelatinisasi ini dapat menyebabkan : -
Pati meleleh dan membentuk lapisan tipis film yang dapat mengurangi penyerapan minyak dan memberikan kelembutan mi.
- Meningkatkan daya cerna pati dan mempengaruhi daya rehidrasi mi.
- Terjadi perubahan pati beta menjadi alfa yang lebih mudah dimasak sehingga
struktur alfa ini harus dipertahankan dalam mi kering dengan cara dehidrasi pengeringan sampai kadar air kurang dari 10 .
Tahapan perebusan dilakukan pada pembuatan mi kering maupun mi basah. Pemanasan tersebut menyebabkan gelatinisasi dan koagulasi gluten sehingga mi
menjadi keras, kuat, dan kenyal serta tidak menyerap minyak terlalu banyak saat digoreng Suyanti, 2010.
Universitas Sumatera Utara
5. Pendinginan
Mi yang telah direbus kemudian didinginkan. Tujuan pendinginan adalah untuk melepaskan sisa uap panas. Jika tidak didinginkan, sisa uap panas akan
terkondensasi saat dikemas sehingga memberi peluang jamur untuk tumbuh Suyanti, 2010. Mi yang telah direbus didinginkan dengan menggunakan kipas angin dalam
mesin pendingin. Mesin ini bekerja dengan meniupkan angin ke arah mi yang masih panas. Proses pendinginan ini akan menyebabkan pengerasan minyak yang terserap
dan menempel pada mie sehingga mie pun menjadi keras Astawan, 2008.
2.3 Cita Rasa Makanan
Menurut Wirakusumah 1990 yang dikutip oleh Latifah 2010, Kesukaan terhadap makanan didasari oleh sensorik, sosial, psikologi, agama, emosi, budaya,
kesehatan, ekonomi, cara persiapan dan pemasakan makanan, serta faktor-faktor terkait lainnya. Penilaian seseorang terhadap kualitas makanan berbeda-beda
tergantung selera dan kesenangannya. Perbedaan suku, pengalaman, umur dan tingkat ekonomi seseorang mempunyai penilaian tertentu terhadap jenis makanan, sehingga
standar kualitas makanan sulit untuk ditetapkan. Walaupun demikian ada beberapa aspek yang dapat dinilai yaitu persepsi terhadap cita rasa makanan, nilai gizi dan
higiene atau kebersihan makanan tersebut.
1. Penampilan dan cita rasa makanan
Menurut Moehyi 1992 yang dikutip oleh Latifah 2010, Cita rasa makanan mencakup 2 aspek utama yaitu penampilan makanan sewaktu dihidangkan dan rasa
makanan pada saat dimakan. Kedua aspek tersebut sama pentingnya untuk diperhatikan agar benar-benar dapat menghasilkan makanan yang memuaskan. Daya
Universitas Sumatera Utara
penerimaan terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang ditimbulkan oleh makanan melalui indera penglihat, penciuman serta perasa atau pencecap bahkan
mungkin pendengar. Walaupun demikian faktor utama yang akhirnya mempengaruhi daya penerimaan terhadap makanan yaitu rangsangan cita rasa yang ditimbulkan oleh
makanan itu. Oleh karena itu, penting sekali dilakukan penilaian cita rasa untuk mengetahui daya penerimaan konsumen.
Menurut Winarno 1997 rasa suatu makanan merupakan faktor yang turut menentukan daya terima konsumen. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan
karena merupakan rangsangan pertama pada indera mata. Warna makanan yang menarik dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa. Oleh sebab itu dalam
penyeleggaraan makanan harus mengetahui prinsip-prinsip dasar untuk mempertahankan warna makanan yang alami, baik dalam bentuk tehnik memasak
maupun dalam penanganan makanan yang dapat mempengaruhi makan.
2. Konsistensi atau tekstur makanan
Konsistensi atau tekstur makanan juga merupakan komponen yang turut menentukan cita rasa makanan karena sensitifitas indera cita rasa dipengaruhi oleh
konsistensi makanan. Makanan yang berkonsistensi padat atau kental akan memberikan rangsangan lebih lambat terhadap indera kita.
Penyajian makanan merupakan faktor tertentu dalam penampilan hidangan yang disajikan. Jika penyajian makanan tidak dilakukan dengan baik, seluruh upaya
yang telah dilakukan guna menampilkan makanan dengan cita rasa tinggi akan tidak
Universitas Sumatera Utara
berarti. Penampilan makanan waktu disajikan akan merangsang indera terutama penglihatan yang berkaitan dengan cita rasa makanan itu.
Rasa makanan merupakan faktor kedua yang menentukan cita rasa makanan setelah penampilan makanan itu sendiri. Apabila penampilan makanan yang disajikan
merangsang saraf melalui indera penglihatan sehingga mampu membangkitkan selera untuk mencicipi makanan itu, maka pada tahap selanjutnya rasa makanan itu akan
ditentukan oleh rangsangan terhadap indera penciuman dan indera perasa. Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat
dan mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera. Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang mudah
menguap sebagai akibat atau reaksi karena pekerjaan enzim atau dapat juga terbentuk tanpa bantuan reaksi enzim.
2.4 Uji Organopleptik