Pengembangan Wilayah di Indonesia

70 • Angkatan kerja, meliputi: partisipasi tenaga kerja, jumlah jam kerja, sumber penghasilan utama, status pekerjaan • Keluaraga Berencana dan fertilitas, meliputi: penggunaan asi, tingkat imunisasi, kehadiran tenaga kesehatan pada kelahiran, penggunaan alat kontrasepsi • Ekonomi, khusus tingkat konsumsi perkapita • Kriminalitas, meliputi: jumlah pencurian per tahun, jumlah pembunuhan per tahun, jumleh perkosaan pertahun • Perjalanan wisata, yang meliputi frekuensi perjalanan wisata per tahun • Akses ke media massa, meliputi jumlah surat kabar, jumlah radio dan jumlah TV

2.3.1 Pengembangan Wilayah di Indonesia

Perencanaan regional wilayah secara spesifik berupaya untuk mengantisipasi permasalahan di masing-masing wilayah dan mengupayakan keseimbangan pembangunan antar wilayah. Perencanaan regional meliputi seluruh bentuk perencanaan yang dilaksanakan secara terpadu. Perencanaan regional merupakan penghubung antara perencanaan tingkat nasional dan tingkat lokal. Dalam konteks regional, imbang tidak berarti kesamarataan equality, keseragaman ataupun kesesuaian conformity, tetapi lebih pada kesamaan kesempatan bagi setiap daerah untuk mengatasi kelemahan demografi, ekonomi, sosial dan lingkungan dan untuk mewujudkan seluruh potensi yang dilimiliki Tjahyati et al ed, 1997:398. Perencanaan wilayah dalam pengembangan wilayah mempunyai tiga tujuan pokok yaitu: meminimalkan konflik kepentingan antar sektor, meningkatkan 71 kemajuan sektoral dan membawa kemajuan bagi masyarakat secara keseluruhan Ambardi et al ed, 2002:48. Dalam perencanaan pengembangan wilayah di Indonesia mengalami pergeseran dari dekade ke dekade. Menurut Ruchyat Winarso et al ed, 2002:9 sejarah perencanaan pengembangan wilayah dapat dibagi ke dalam periode 60-an, 70-an, 80-an, 90-an serta periode 2000-an yang masih berjalan. Periode 60-an merupakan awal bagi pembangunan terencana. Kebijakan pada saat itu lebih menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi, perencanaan diwarnai pendekatan-pendekatan sektoral dan parsial serta adanya garis pemisah antara kota dan desa yang menberikan dampak pembangunan yang kurang menguntungkan secara regional misalnya terjadi disparitas kegiatan ekonomi dan demografi antara kota sebagai growth pole dan desa sebagai hinterland-nya. Pada awal 70-an perencanaan secara kewilayahan sudah mulai meskipun konsepnya sebat sektoral dan berjalan sendiri-sendiri. Perencanaan ini bertujuan untuk meningkatkan optimasi penggunaan ruang dan sumberdaya wilayah, Sehingga tampak adanya duplikasi pendanaan pembangunan, benturan kepentingan sektoral, sentralisasi, normative dan supply driven oriented. Pada pertengahan 70-an teori growth pole masih digunakan tetapi muncul teori yang merupakan reaksi dari kelemahan teori tersebut yang mengetengahkan bahwa kemajuan di suatu lokasikawasan jangan menyebabkan kemunduran lokasikawasan lain. Untuk itu perlu pendekatan komprehensif agar pembangunan saling sinergi sehingga di suatu wilayah tercipta suatu kondisi yang secara totalitas menunjukkan resultante perkembangan optimum pareto optima. Pada masa ini berkembang pendekatan pengembangan wilayah melalui pembangunan infrastruktur, pengembangan wilayah 72 berbasis sistem kegiatan ekonomi, pengembangan wilayah melalui koordinasi antar daerah, pengembangan wilayah melalui sinkronisasi program pembangunan. Pada tahun 80-an dirumuskan pengembangan wilayah melalui program pembangunan perkotaan dengan P3KT-nya. Dengan kelemahan belum dapat diwujudkan keterpaduan antara prasarana keciptakaryaan dengan prasarana kota lainnya, keterpaduan antar kota, keterpaduan antara kota dengan kabupaten. Pada masa ini juga muncul pengembangan wilayah melalui pendekatan lingkungan dengan upaya peningkatan keterpaduan pembangunan sektoral dan daerah melalui pelaksanaan pembangunan yang berwawasan lingkungan dan manusia untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan pengembangan wilayah berdasarkan pendekatan penataan ruang yang dinamis dengan penekanan pendekatan pada keterpaduan untuk melengkapi pendekatan sektoral. Upaya yang dilakukan adalah dengan meng-exis-kan tata ruang dalam dokumen resmi perencanaan pembangunan. Sebagai kristalisasi proses perkembangan konseppendekatan wilayah, pada masa 90-an lahir UU No 24 tahun 1992 tentang penataan ruang UUPR dan termuatnya rencana tata ruang sebagai dasar perencanaan pembangunan dalam GBHN 1993, GBHN 1999 dan UU Propenas 2000-2004. Pengembangan wilayah berdasarkan pendekatan wilayah adalah suatu cara pandang untuk memahami kondisi, ciri, fenomena dan hubungan sebab akibat causal efect dari unsur-unsur pembentuk wilayah, seperti penduduk, sumber daya alam, sumber daya buatan, sosial, ekonomi, budaya, fisik lingkungan serta merumuskan tujuan, sasaran dan target pengembangan wilayah. Dengan ikutnya Indonesia dalam revolusi 3 T 73 telekomunikasi, transportasi dan tourism, berkembang tuntutan masyarakat akan transparansi, keterlibatanperanserta masyarakat dalam pembangunan, desentralisasi otonomi daerah, dan penghargaan terhadap HAM. Dalam konteks perencanaan, rencana pembangunan diperkaya dengan rencana tindak action plan yang dapat memecahkan masalah secara strategis, serta memanfaatkan petensi yang ada yaitu dengan meningkatkan competitive advantage disamping memanfaatkan comparative advantage suatu sektor yang menjadi prime-mover pengembangan kawasan. Pada era otonomi daerah ini 2000-an terjadi paradigma baru pengembangan wilayahkawasan yaitu: sasaran menitikberatkan pada kesejahteraan, keterpaduan, mikro dan local based, pendekatan perencanaan lebih lokal spesifik dengan pandangan holistik, berfikir ke depan secara global, kontemporer dan sosio kualitatif, arah pembangunan yang interaktif, bottom up approach dan participatory, serta kontrol yang menekankan pada umpan balik dan penyempurnaan proses. Perencanaan pembangunan wilayah ditujukan untuk mengupayakan keserasian dan keseimbangan pembangunan antar daerah sesuai dengan potensi alamnya dan memanfaatkan potensi tersebut secara efisien, tertib dan aman.Riyadi, 2002. Dengan pendekatan holistik meskipun dalam pelaksanaan akhirnya tetap membangun jalan, jembatan, drainase dan irigasi yang sama, tetapi pembangunan tersebut sudah dibekali dengan wawasan yang lebih luas, dengan horison yang lebih panjang dan jangkauan pemikiran yang lebih dalam. 74

2.3.2 Pembangunan Daerah