62 regional manager oleh dan kepada pihak legislatif regional. Regionalisasi
desentralistik dalam pola hard form belum ditemui di Indonesia. b.
Regionalisasi dalam bentuk Soft Form Pola ini ditandai dengan kerjasama antar daerah berdasarkan dinamika
pembangunan yang ditandai dengan berbagai keterkaitan akan kebutuhan dan kepentingan masing-masing daerah yang terlibat. Aspek fleksibilitas, efisiensi
dan orientasi sektoral biasanya menjadi fokus kegiatan kelembagaan kerjasama. Pemilihan dan pertanggungjawaban pimpinan lembaga kerjasama cukup
dilakukan kepada jajaran eksekutif atau aktor regional penentu sebagai pihak yang mengangkat dan memberhentikan.
Ada tiga aspek penting yang perlu diperhatikan dalam kajian kerjasama regional ini, yaitu aspek pertumbuhan ekonomi, aspek integrasi kelembagaan, aspek
sinergi sosial dan lingkungan Baiquni, 2004:155.
2.2.3 Regional Management
Barlingmascakeb
1
Best Practise
Barlingmascakep merupakan salah satu pioneer dalam pelaksanaan regionalisasi desentralistik. Proses pembentukan RM Barlingmascakeb yang terdiri
dari kabupaten Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap dan Kebumen pada tanggal 16 Desember 2002, tidak lahir semata-mata dari inisiatif regional yang
tumbuh dari kesadaran sendiri. Kontribusi pihak eksternal tim advokasi dari Magister Pembangunan Wilayah Kota Undip Semarang, dalam bentuk advokasi
yang memberikan know how dan mengawal proses pelaksanaan , menjadi salah satu faktor penentu.
Faktor perekat dari RM Barlingmascakeb dari faktor internal adalah kesamaan aspek sosio kultural, khususnya budaya banyumasan, kerekatan hubungan
1
Abdurahman, 2005:63
63 geografis, keragaman sumberdaya yang saling menunjang, adanya berbagai potensi
dan produk unggulan dari pertanian dan pertambangan, adanya sarana dan prasarana yang saling melengkapi.
Sedangkan dari aspek ekternal adalah: terbukanya peluang yang lebih baik dalam rangka memperjuangkan program pembangunan daerah bila dilaksanakan
melalui platform yang bersifat regional, terciptanya peluang perbaikan efisiensi, khususnya dalam konteks administratif dan pembiayaan program pembangunan,
terciptanya program pembangunan yang lebih sinergis sehingga dapat meningkatkan efektivitas program pembangunan yang disusun melalui konsensus, adanya dorongan
dan tuntutan pasar terhadap upaya konkret daerah dalam menjawab tantanngan embangunan dan adanya dukungan Pemerintah Pusat dan Propinsi.
KESEPAKATAN BERSAMA PEMKAB SKB BUPATI PEMBENTUKAN REGIONAL MANAGEMENT
DPRD DPRD
FORUM REGIONAL PARA BUPATI PERTEMUAN PERIODIK
DEWAN EKSEKUTIF KETUA DIBANTU SEKRETARIAT
PARA PEJABAT PETUGAS UNIT KERJA TERKAIT UTUSAN KABUPATEN
LEMBAGA DONOR
BAKORLIN WIL III MPWK UNDIP
APKASI JATENG FASILITATOR ADVISOR
REGIONAL MANAGER RM SEKRETARIS
ANALISIS HUKUM DAN PERUNDANG-
UNDANGAN ANALISIS
PEMASARAN ANALISIS
EKONOMI REGIONAL
STAF
Sumber:RMB dalam Abdurahman, 2005:71
GAMBAR 2.2 PENGORGANISASIAN REGIONAL MANAGEMENT
BARLINGMASCAKEB
64
2.3 Pengembangan Wilayah
Pengertian wilayah tidak dapat dilepaskan dengan penggunaannya dalam berbagai tujuan. Yang dimaksud wilayah disini adalah suatu area geografis yang
memiliki ciri tertentu dan merupakan media bagi segala sesuatu untuk berlokasi dan berinteraksi Nugroho et al, 2003:9.
Secara umum dikenal tiga tipe wilayah, meliputi wilayah fungsional, wilayah homogen, dan wilayah administrasi Blair, ibid. Pertama, wilayah fungsional yang
merupakan wilayah geografik dengan memperlihatkan suatu koherensi fungsional tertentu, suatu interdependensi dari bagian-bagian, apabila didasarkan pada kriteria-
kriteria tertentu. Wilayah tipe ini dicirikan oleh adanya derajat integrasi antara komponen-komponen di dalamnya yang berinteraksi kedalam wilayah. Hubungan
fungsional biasanya ditunjukkan dengan arus yang berupa kriteria sosial dan ekonomi. Perbedaan batas antar wilayah diperlihatkan dengan adanya pengaruh
pusat terhadap daerah pelayananhinterland. Salah satu wujud wilayah fungsional yang paling umum adalah wilayah nodal. Wilayah nodal didasarkan pada susunan
sistem yang berhirarki dari suatu hubungan di antara simpul-simpul perdagangan. Suatu pusat atau simpul perdagangan kecil diikat tergantung oleh pusat
perdagangan yang lebih besar dan keduanya diikat oleh perdagangan yang lebih besar. Konsep ini berimplikasi bahwa ada wilayah di dalam wilayah yang lebih
besar, atau kota-kota menegah memiliki kota-kota kecil sebagai wilayah pinggiran dari suatu kota besar sebagai inti core. Dengan demikian wilayah nodal lebih
dibatasi dari aspek kekuatan interaksi dan hubungan ekonomi, bukan dari aspek wilayah dalam arti geografis. ibid.