166 KAD Pawonsari dalam pengembangan wilayah rendah, apalagi apabila ditinjau dari
tujuan KAD Pawonsari “....... mengembangkan potensi daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat” yang merupakan prisip dari pengembangan
wilayah yaitu meningkatkan kesejahteraan masayarakat.
4.4 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja KAD Pawonsari
4.4.1 Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Kerjasama Antar Daerah
Dalam pelaksanaan di lapangan, faktor yang mempengaruhi kinerja kerjasama antar daerah. Dari beberapa faktor yang disampaikan oleh banyak ahli
Tabel.II.4 dengan dinilai oleh responden yang terlibat dalam pelaksanaan KAD Pawonsari dan diolah dengan software SPSS diperoleh hasil sebagaimana berikut:
Variabel yang diteliti: 1.
Bergesernya egoisme sektoral menjadi fanatisme daerah yang ditandai dengan adanya istilah putra daerah dan aset daerah,
2. Ada tendensi masing-masing daerah mementingkan daerahnya sendiri dan
bahkan bersaing satu sama lain dalam berbagai hal terutama mengumpulkan PAD pendapatan asli daerah yang kemudian diidentikkan dengan automoney,
3. Terkait dengan timing dan political will, yang dikarenakan otonomi daerah
dicanangkan pada saat pemerintah pusat mulai goyah basis kredibilitas dan legitimasinya,
4. Masih adanya grey area kewengangan antara pusat, provinsi, kabupatenkota
karena belum tuntasnya penyerahan saranaprasarana maupun pengalihan pegawai pusat ke daerah,
5. Lemahnya koordinasi antar sektor dan antar daerah.
6. Beberapa tugas dengan eksternalitas dan skala ekonomi yang besar seperti
pengelolaan kawasan lintas kabupatenkota belum atau tidak dilakukan
167 7.
Belum tampak adanya upaya yang signifikan dari pusat dalam memanfaatkan strategi dan mendorong proses regionalisasi desentralistik
8. Belum adanya inisiatif daerah dalam memanfaatkan strategi dan mendorong
proses regionalisasi desentralistik 9.
Minimnya kesiapan perangkat perundang-undangan yang mendukung proses tersebut, terutama yang melekat pada Undang-undang otonomi daerah.
10. Masih adanya kebiasaan penggunaan pola sentralistik yang kontradiktif dengan
pendekatan desentralistik sehingga mengakibatkan gesekan dan berbagai kebuntuan di lapangan.
11. Keterbatasan know how dan kemampuan untuk menggunakan strategi
regionalisasi desentralistik yang sesuai dengan situasi serta kondisi di lapangan oleh para pelaku pembangunan
12. Belum tumbuhnya kesadaran akan pentingnya melakukan kerjasama oleh
sebagian besar pemerintah lokal. 13.
Belum ada mekanisme dan prosedur yang jelas, aplikatif dan tepat proper sebagai stimulannya.
14. Perbedaan kepentingan dan prioritas,
15. Besarnya harapan terhadap pemerintah pusat khususnya dalam hal pendanaan,
16. Kuatnya peran pemerintah pusat,
17. Masalah dana
18. Tidak ada dokumen legalitas sebagai payung kerjasama
Dari 18 variabel yang diteliti, dengan proses faktoring dikeluarkan 3 variabel besarnya harapan terhadap pemerintah pusat khususnya dalam hal pendanaan,
kuatnya peran pemerintah pusat dan tidak ada dokumen legalitas sebagai payung kerjasama bisa direduksi menjadi 3 faktor.
168 Dari analisa faktor, diperoleh KMO 0.7520.5 dan nilai signifikansi 0.000
jauh dibawah 0.05 0.0000.05, maka variabel dan sampel yang ada sudah dapat dianalisis lebih lanjut.
TABEL IV.11 KMO AND BARTLETTS TEST
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy.
.752 Bartletts Test of
Sphericity Approx. Chi-Square
328.723 Df
105 Sig.
.000
Faktor yang terbentuk:
TABEL IV.12 ROTATED COMPONENT MATRIXA
Component 1
2 3
fanatisme_daerah .215
.827 .110
pad .137
.823 .350
timing_politicalwill -.075
-.119 -.933
grey_area .858
.200 .088
koordinasi .607
.617 .111
keterbatasan -.234
-.251 -.834
upaya_signufikan .815
.236 .208
inisiatif_daerah .746
.387 -.016
uu_minim .709
.580 .056
pola_sentralistik .597
.418 .475
know_how .765
.522 .052
kesadaran_berkad .625
.478 .171
prosedur_jelas .876
-.057 .237
prioritas .337
.847 .193
dana .579
.250 .205
Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.
a Rotation converged in 5 iterations
.
169
TABEL IV.13 FAKTOR YANG TERBENTUK DARI ANALISA FAKTOR
Nama Faktor
Variabel
Faktor 1 • masih adanya grey area kewenangan antara pusat, provinsi, kabupatenkota karena belum
tuntasnya penyerahan saranaprasarana maupun pengalihan pegawai pusat ke daerah, • belum tampak adanya upaya yang signifikan dari pusat dalam memanfaatkan strategi dan
mendorong proses regionalisasi desentralistik, • belum adanya inisiatif daerah dalam memanfaatkan strategi dan mendorong proses
regionalisasi desentralistik, • minimnya kesiapan perangkat perundang-undangan yang mendukung proses tersebut,
terutama yang melekat pada Undang-undang otonomi daerah, • masih adanya kebiasaan penggunaan pola sentralistik yang kontradiktif dengan pendekatan
desentralistik sehingga mengakibatkan gesekan dan berbagai kebuntuan di lapangan, • keterbatasan know how dan kemampuan untuk menggunakan strategi regionalisasi
desentralistik yang sesuai dengan situasi serta kondisi di lapangan oleh para pelaku pembangunan,
• belum tumbuhnya kesadaran akan pentingnya melakukan kerjasama oleh sebagian besar pemerintah lokal,
• belum ada mekanisme dan prosedur yang jelas, aplikatif dan tepat proper sebagai stimulannya,
• masalah dana Faktor 2
• bergesernya egoisme sektoral menjadi fanatisme daerah yang ditandai dengan adanya istilah putra daerah dan aset daerah,
• ada tendensi masing-masing daerah mementingkan daerahnya sendiri dan bahkan bersaing satu sama lain dalam berbagai hal terutama mengumpulkan PAD pendapatan asli daerah
yang kemudian diidentikkan dengan automoney, • lemahnya koordinasi antar sektor dan antar daerah,
• perbedaan kepentingan dan prioritas Faktor 3
• terkait dengan timing dan political will, yang dikarenakan otonomi daerah dicanangkan pada saat pemerintah pusat mulai goyah basis kredibilitas dan legitimasinya,
• adanya beberapa tugas dengan eksternalitas dan skala ekonomi yang besar seperti pengelolaan kawasan lintas kabupatenkota belum atau tidak dilakukan.
Sumber: Hasil Analisis, 2006
Adapun nama baru dari faktor-faktor tersebut di atas adalah sebagai berikut:
TABEL IV.14 NAMA BARU DARI FAKTOR YANG TERBENTUK DARI ANALISA
FAKTOR
Faktor Nama baru faktor
Faktor 1 Kurangnya peraturan yang implementatif, minimnya kemampuan daerah dan
pelaksanan otonomi daerah setengah-setengah Faktor 2
Adanya egoisme daerah Faktor 3
Lemahnya dukungan pemerintah terhadap permasalahan lintas kabupatenkota
Sumber: Hasil Analisis, 2006
Interpretasi dari faktor-faktor tersebut diatas adalah: 1.
Semakin tinggi sektor ini maka semakin mempengaruhi kinerja kerjasama antar daerah, dalam hal ini kurangnya peraturan yang implementatif, minimnya
kemampuan daerah dan pelaksanan otonomi daerah setengah-setengah menjadi
170 kendala dalam pelaksanaan kerjasama antar daerah. Karena tidak ada aturan
baku, SDM daerah yang rendah dan kemampuan finansial yang kurang mendukung maka kerjasama antar daerah dilaksanakan sesuai interpretasi dari
masing-masing daerah, maka banyak upaya regionalisasi saat ini masih berhenti pada tataran MoU surat kesepakatan bersama atau kurang terasa manfaatnya
Abdurahman, 2005:74-75. Sehingga tujuan dari kerjasama, yaitu agar kedua belah pihak akan mendapatkan nilai lebih lebih cepat dan lebih efisien
dibandingkan apabila dilakukan sendiri Pitts, 1996 tidak tercapai. 2.
Semakin tinggi ego suatu daerah maka akan semakin mempengaruhi kinerja suatu daerah. Dalam hal ini egoisme daerah menyebabkan kinerja kerjasama yang
rendah, karena masing-masing daerah hanya mementingkan kepentingan daerahnya sendiri.
Dengan adanya egoisme daerah, upaya penyerasian pertumbuhan antar daerah wilayahkawasan yang berorientasi pada kepentingan bersama pengembangan
potensi lokal, keserasian program-program pembangunan sektoral dan daerah dalam skenario pengembangan wilayah, dan keserasian antar unsur multipihak
stakeholders dalam dinamika pengembangan wilayah, yang dilakukan dalam bentuk kerjasama joint efforts, koordinasi antar daerah dan temu konsultatif
perencanaan pendekatan regionalisasi, dalam pencapaian tujuan fungsional pembangunan yaitu kesejahteraan masyarakat Sumarsono, tidak tercapai.
3. Semakin tinggi faktor ini yang berarti makin lemah daya dukung pemerintah
terhadap permasalahan lintas kabupatenkota maka semakin mempengaruhi kinerja kerjasama antar daerah. Dikarenakan pernyataanya negatif maka daya
dukung pemerintah yang kuat akan mempengaruhi kinerja kerjasama, dalam hal ini daya dukung berupa kebijakan terhadap lintas batas daerahkabupaten, iklim
171 politik yang stabil, fasilitasi, advokasi dan pendanaan, akan meningkatkan kinerja
kerjasama antar daerah dalam upaya pengembangan wilayah dapat dilaksanakan.
4.4.2 Analisis BKAD Pawonsari