KAUSALITAS HAM DAN NEGARA

KAUSALITAS HAM DAN NEGARA

Secara sejarah, konsep Hak Asasi Manusia atau HAM sendiri di dunia barat dikenal berakar dari pemikiran seorang filsuf bernama John Locke. Melalui karyanya yang fenomenal, yaitu Two Treatises of Civil Governement, John Locke menaruh dasar-dasar pemikiran mengenai konsep negara madani (civil government), dimana

Salah satu instrumen HAM internasional yang menjadi sangat penting untuk diratifikasi adalah Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant On Civil And Political Rights) dan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau

Merendahkan Martabat Manusia (Convention Against Torture & Others Cruel, Inhuman or Degrading Punishment/ CAT), hal ini mengingat banyak sekali terjadi pelanggaran HAM dalam bidang ini di masa orde baru. Kedua perangkat HAM Internasional ini akhirnya diratifikasi oleh indonesia melalui UU No. 12 Tahun 2005 dan UU No. 5 Tahun 1998.

Hak asasi yang dimaksud oleh Locke tentu saja merupakan hak alamiah yang dimiliki oleh setiap manusia sedari lahir. Sebuah hak yang terberi (given) dari Tuhan. Hak itu merupakan hak atas kehidupan, hak kebebasan, dan hak untuk mencapai kebahagiaan. Hak-hak pada keadaan alamiah inilah yang kelak dikembangkan menjadi konsep yang dikenal sebagai HAM pada dunia modern dengan disahkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) pada tanggal 10 Desember 1948 di Paris. Melalui DUHAM, PBB seolah-olah ingin menekankan bahwa konsep HAM diasari

oleh hukum kodrat alamiah yang dianggap lebih tinggi dari hukum negara, sehingga tidak dapat dihapuskan dan diganggu gugat (Alkatiri, 2010).

Sejatinya, Indonesia adalah sebuah bangsa yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Hal ini terlihat pada tercantumnya prinisip-prinsip penegakan HAM pada dasar-dasar negara ini, yaitu Pancasila dan UUD 1945. Dalam Pancasila, ada dua sila yang dengan tegas menekankan penjaminan akan hak warganya, yaitu pada sila ke dua dan sila ke lima. Sedangkan pada UUD 1945, pasal-pasal penjaminan akan hak asasi warganya terdapat dalam pasal 28, dimana dalam pasal ini terkandung 27 materi tentang Hak Asasi Manusia (Asshidiqie, 2005).

Kedua dasar republik ini ternyata telah dirumuskan sebelum Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) atau lebih sering disingkat DUHAM yang dideklarasikan di Paris pada tahun 1948. Kini, DUHAM lah yang menjadi acuan bagi negara di seluruh dunia untuk mengenali dan mendefiniskan HAM. Seperti kita ketahui bersama, kedua asas

dasar negara tersebut dilahirkan dari pergumulan panjang yang tidak saja dari prinsip kebebasan dunia internasional, melainkan juga digali dari mutiara-mutiara kebijaksanaan hidup bangsa kita sendiri. dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa sesungguhnya manusia indonesia itu memiliki kebudayaan untuk menghargai hak asasi manusia.

Niatan baik pemerintah Indonesia dalam perlindungan HAM juga terlihat lebih serius pasca Reformasi 1998. MPR RI mengeluarkan Ketetapan MPR No. XVII/MPR 1998 tentang HAM untuk penegakan HAM di Indonesia. Melalui TAP ini, negara menghendaki agar pelanggaran-pelanggaran HAM di masa lampau tidak lagi terjadi di

Di tengah situasi konflik, pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi poin krusial yang seringkali terabaikan. Padahal atmosfer konflik sosial memiliki dampak serius terhadap HAM masyarakat lokal. Kasus-kasus penggunaan kekerasan baik pada

diusut agar dampak-dampak negatif terhadap kemanusiaan yang setipe tidak terus menerus berulang. Demikian pula dengan kasus-kasus kriminalisasi terkait pihak kontra tambang dan pembela HAM. Stereotipe ideologis tanpa dasar seperti “komunis” dan “teroris” masih seringkali dilabelkan pada warga yang menolak adanya pabrik semen maupun aktivis untuk provokasi dan justifikasi praktik kekerasan.

standar dan hukum HAM. Batasan-batasan mengenai tindakan aparat pada periode konflik dan aksi protes jelas tertuang dalam undang-undang nasional maupun perjanjian internasional. Hal ini

tindakan-tindakan pelanggaran HAM terjadi di dalam konflik Rembang.

Secara sejarah, konsep Hak Asasi Manusia atau HAM sendiri di dunia barat dikenal berakar dari pemikiran seorang filsuf bernama John Locke. Melalui karyanya yang fenomenal, yaitu Two Treatises of Civil Governement, John Locke menaruh dasar-dasar pemikiran mengenai konsep negara madani (civil government), dimana

Salah satu instrumen HAM internasional yang menjadi sangat penting untuk diratifikasi adalah Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant On Civil And Political Rights) dan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau

Merendahkan Martabat Manusia (Convention Against Torture & Others Cruel, Inhuman or Degrading Punishment/ CAT), hal ini mengingat banyak sekali terjadi pelanggaran HAM dalam bidang ini di masa orde baru. Kedua perangkat HAM Internasional ini akhirnya diratifikasi oleh indonesia melalui UU No. 12 Tahun 2005 dan UU No. 5 Tahun 1998.

alamiah yang dimiliki oleh setiap manusia sedari lahir. Sebuah hak yang terberi (given) dari Tuhan. Hak itu merupakan hak atas kehidupan, hak kebebasan, dan hak untuk mencapai kebahagiaan. Hak-hak pada keadaan alamiah inilah yang kelak dikembangkan menjadi konsep yang dikenal sebagai HAM pada dunia modern dengan disahkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) pada tanggal 10 Desember 1948 di Paris. Melalui DUHAM, PBB seolah-olah ingin menekankan bahwa konsep HAM diasari

(Alkatiri, 2010). Sejatinya, Indonesia adalah sebuah bangsa yang menjunjung tinggi

Hak Asasi Manusia. Hal ini terlihat pada tercantumnya prinisip-prinsip penegakan HAM pada dasar-dasar negara ini, yaitu Pancasila dan UUD 1945. Dalam Pancasila, ada dua sila yang

pada sila ke dua dan sila ke lima. Sedangkan pada UUD 1945, pasal-pasal penjaminan akan hak asasi warganya terdapat dalam pasal 28, dimana dalam pasal ini terkandung 27 materi tentang Hak Asasi Manusia (Asshidiqie, 2005).

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) atau lebih sering disingkat DUHAM yang dideklarasikan di Paris pada tahun 1948. Kini, DUHAM lah yang

mendefiniskan HAM. Seperti kita ketahui bersama, kedua asas juga digali dari mutiara-mutiara kebijaksanaan hidup bangsa kita

sendiri. dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa menghargai hak asasi manusia. Niatan baik pemerintah Indonesia dalam perlindungan HAM juga

terlihat lebih serius pasca Reformasi 1998. MPR RI mengeluarkan Ketetapan MPR No. XVII/MPR 1998 tentang HAM untuk penegakan HAM di Indonesia. Melalui TAP ini, negara menghendaki agar pelanggaran-pelanggaran HAM di masa lampau tidak lagi terjadi di

Di tengah situasi konflik, pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi poin krusial yang seringkali terabaikan. Padahal atmosfer konflik sosial memiliki dampak serius terhadap HAM masyarakat lokal. Kasus-kasus penggunaan kekerasan baik pada

diusut agar dampak-dampak negatif terhadap kemanusiaan yang setipe tidak terus menerus berulang. Demikian pula dengan kasus-kasus kriminalisasi terkait pihak kontra tambang dan pembela HAM. Stereotipe ideologis tanpa dasar seperti “komunis” dan “teroris” masih seringkali dilabelkan pada warga yang menolak adanya pabrik semen maupun aktivis untuk provokasi dan justifikasi praktik kekerasan.

standar dan hukum HAM. Batasan-batasan mengenai tindakan aparat pada periode konflik dan aksi protes jelas tertuang dalam undang-undang nasional maupun perjanjian internasional. Hal ini

tindakan-tindakan pelanggaran HAM terjadi di dalam konflik Rembang.

Secara sejarah, konsep Hak Asasi Manusia atau HAM sendiri di dunia barat dikenal berakar dari pemikiran seorang filsuf bernama John Locke. Melalui karyanya yang fenomenal, yaitu Two Treatises of Civil Governement, John Locke menaruh dasar-dasar pemikiran mengenai konsep negara madani (civil government), dimana

Salah satu instrumen HAM internasional yang menjadi sangat penting untuk diratifikasi adalah Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant On Civil And Political Rights) dan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia (Convention Against Torture & Others Cruel, Inhuman or Degrading Punishment/ CAT), hal ini mengingat banyak sekali terjadi pelanggaran HAM dalam bidang ini di masa orde baru. Kedua perangkat HAM Internasional ini akhirnya diratifikasi oleh indonesia melalui UU No. 12 Tahun 2005 dan UU No. 5 Tahun 1998.

Aksi warga yang diwarnai penghadangan polisi