PERAMPASAN HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK OLEH APARAT

PERAMPASAN HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK OLEH APARAT

Fakta-fakta yang telah dikumpulkan tim Komune Rakapare melalui serangkaian riset di Rembang menemukan bahwa dalam

mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap pembangunan pabrik, masyarakat sekitar yang terdiri dari ibu-ibu telah mengalami dua kali tindak kekerasan. Pertama, pada tanggal 15 Juni 2014 ketika mereka melakukan penolakan terhadap peletakan batu pertama pembangunan pabrik semen. Kedua pada tanggal 26 November 2014, dimana ibu-ibu dihalau oleh pukulan preman hingga pingsan ketika melakukan pemblokiran jalan menuju lokasi PT SI. Pada kasus pertama, yang melakukan tindak kekerasan adalah aparat negara yang terdiri dari polisi dan tentara. Yang

kedua, yang melakukannya adalah preman yang disinyalir bayaran dari PT SI. Namun tetap saja ketika aparat datang, yang mereka lakukan bukannya berperan sebagai wakil negara untuk melindungi hak-hak warga, melainkan membubarkan ibu-ibu yang sudah terluka seolah-olah ibu-ibu bukan merupakan pihak yang harus dilindungi. Dari kedua kasus ini, dapat kita lihat bahwa negara berada dibalik tindak kekerasan terhadap ibu-ibu Rembang.

Dari rekam jejak di atas, dapat kita lihat bahwa negara melalui aparatnya tidak lagi berperan sebagai pencegah tindak penyiksaan sebagaimana yang tertuang dalam pasal 2 dan pasal 16 Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia, melainkan bahkan bertindak sebagai pelaku kekerasan. Padahal sebagaimana yang tertuang pada pasal 10 konvensi yang sama, setiap negara seharusnya menjamin bahwa aparatnya telah mendapatkan pendidikan dan informasi mengenai pelarangan terhadap penyiksaan. Dengan demikian, negara telah merebut hak asasi ibu-ibu Rembang karena seharusnya sebagaimana tertuang pada pasal 7 Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik (Hak Sipol), bahwa tidak seorang pun yang dapat dikenakan penyiksaan atau perlakuan atau hukuman lain yang keji, tidak manusiawi atau merendahkan martabat.

Melalui proses investigasi lebih lanjut, tim juga mendapatkan fakta bahwa telah terjadi:

1. Intimidasi dan ancaman penculikan dari aparat desa kepada dua orang warga pada pertemuan di balai desa Tegaldowo (22 april 2013),

2. Penyekapan empat warga oleh aparatur desa saat sosialisasi pembangunan pabrik semen di kantor balai desa Tegal dowo

pada (22 Juni 2013),

3. Todongan dengan pedang dari preman terhadap dua orang warga di tengah malam (24 september 2013),

4. Pembubaran acara dialog oleh preman di balai desa Tegaldowo (20 Februari 2014), dan pengepungan ibu-ibu yang sedang wiridan oleh polisi di tenda perjuangan (15 Juni 2014).

5. Semenjak akhir tahun 2012 sampai dengan Juni 2013 warga tidak dapat mendapatkan informasi pasti mengenai proses

pertambangan yang dilakukan di kawasan tempat hidup mereka. Padahal SK Bupati mengenai pemberian ijin Wilayah Ijin Usaha Pertambangan kepada PT SI telah keluar semenjak 2010.

Selain melakukan tindak kekerasan, pada konflik ini juga telah terjadi perampasan hak atas keamanan dan hak atas kebebasan

informasi terhadap warga. Hal ini terlihat dari serangkaian tindakan intimidasi dan ancaman yang diterima warga, baik dari pihak aparat maupun preman selama proses pembangunan pabrik

berlangsung. Hal ini menjadi ironis karena seharusnya hak atas keamanan dan

kebebasan informasi telah dijamin dalam Piagam Hak Asasi Manusia yang dikeluarkan bersamaan dengan TAP MPRS Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Hak atas keamanan dan perlindungan dari rasa takut serta penyiksaan tercantum pada pasal 22 – 25. Sedangkan hak atas informasi yang dapat mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya tercantum pada pasal 20. Dengan demikian, negara sekali lagi telah abai dan mengulang kesalahannya yang telah dia lakukan selama Orde Baru, yaitu membiarkan hak-hak sipil dan politik warganya tercerabut.

Ketika kita menilik kasus yang terjadi di Rembang, yang terjadi seolah-olah negara tidak hadir sebagaimana mestinya sebagai

dirinya secara maksimal. Dan itu hanya dapat dilakukan bila bidang ekonomi, sosial, dan kebudayaan. Dengan diratifikasinya konvenan internasional hak-hak ekosob bangsanya turut memberlakukan apa-apa yang tertulis dalam

konvenan tersebut, sekaligus menghormati apa-apa saja yang menjadi prinsip dasarnya. Salah satu prinsipnya meletakan negara sebagai salah satu aktor utama penjamin tegaknya Hak Ekosob bagi warganya. Dalam salah stau prinsipnya, negara memiliki

dan memenuhi (to fulfill) hak-hak ekosob warganya. Dengan dan tanggung jawab (duty holders) dalam mewujudkan hak-hak

sekitar pendirian pabrik. Dan yang menjadi menarik adalah usaha penghilangan hak tersebut seringkali dilakukan oleh aparat negara. Maka jika kita kembalikan konsepsi HAM kepada pemikiran John Locke, kewajiban untuk patuh terhadap peraturan-peraturan

pelindung hak-hak mereka.

Hak ekosob merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia yang kebebasan, dan keadilan sosial secara bersamaan. Berbeda

dengan Hak Sipol, hak asasi yang termaktub di dalam hak ekosob melainkan juga hak sebagai pengakuan atas integritas manusia.

mengembangkan dirinya, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama (komunal) dijamin (Mihradi, 2006)

Hak yang dikenal sebagai HAM generasi kedua ini berakar dari tradisi sosialis Saint-Simonians pada awal abad ke-19 di perancis.

masyarakat jajahan. Di dunia internasional, hak ini diwujudkan melaui kovenan internasional hak-hak ekosob (International Covenant on Economic, Social, and Cultural) pada tahun 1966. Semenjak 2005, Indonesia mengakui Hak Ekosob ini Melalui keputusan presiden nomor 40 Tahun 2004 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia Tahun 2004-2009, presiden mengamanatkan agar konvenan internasional tentang Hak Ekosob diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005.

Dalam konvenan internasional hak-hak ekosob, telah diungkapkan terkandung dalam konvenan internasional hak-hak sipol,

Dalam kovenan internasional hak-hak ekosob, disebutkan bahwa

menyebarkan budaya yang mereka yakini. Hal ini tertuang dalam pasal 1, pasal 6, dan pasal 15 dari kovenan tersebut.

pembangunan PT Semen Indonesia yaitu desa Tegaldowo, Pasucen, Timbrangan, Suntri, Bitingan memiliki mata pencaharian utama dalam bidang pertanian. Pembangunan pertambangan semen di lokasi CAT Watuputih tersebut kini akan mengancam eksistensi dari sumber utama ekonomi warga. Pasalnya, pertambangan yang

dan pada akhirnya akan mengganggu pertanian warga. air yang tersebar di wilayah CAT Watuputih, dan lebih dari 90%

pemanfaatannya digunakan untuk pertanian. Berdasarkan seperti

penyimpan cadangan air. Dengan demikian, air yang dihasilkan dari serangkaian proses geologi CAT Watuputih akan berkurang,

sumber air tersebut akan terganggu. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pertambangan yang akan dilakukan oleh PT SI tersebut akan mengganggu aktivitas ekonomi warga.

Selain menghilangkan hak atas kebebasan masyarakat dalam dilakukan di kawasan CAT Watuputih juga berpotesi besar untuk

menghilangkan kebebasan masyarakat dalam berkebudayaan. Pasalnya Pegunungan Kendeng, sebutan bagi CAT Watuputih, tidak

memiliki makna keindahan atau estetis. Makna estetis inilah pada masyarakat di sekitar gunung kendeng.

Melalui proses investigasi lebih lanjut, tim juga mendapatkan fakta

Dalam kovenan internasional hak-hak ekosob, disebutkan bahwa bahwa telah terjadi:

sekitar pendirian pabrik. Dan yang menjadi menarik adalah usaha

penghilangan hak tersebut seringkali dilakukan oleh aparat negara.

1. Intimidasi dan ancaman penculikan dari aparat desa kepada

Maka jika kita kembalikan konsepsi HAM kepada pemikiran John Locke, kewajiban untuk patuh terhadap peraturan-peraturan

negara telah hilang manakala negara tidak lagi berperan sebagai

2. Penyekapan empat warga oleh aparatur desa saat sosialisasi

pelindung hak-hak mereka.

menyebarkan budaya yang mereka yakini. Hal ini tertuang dalam pasal 1, pasal 6, dan pasal 15 dari kovenan tersebut.

3. Todongan dengan pedang dari preman terhadap dua orang

ALAM DAN PERTANIAN SEBAGAI HAK

pembangunan PT Semen Indonesia yaitu desa Tegaldowo, Pasucen,

Timbrangan, Suntri, Bitingan memiliki mata pencaharian utama Tegaldowo (20 Februari 2014), dan pengepungan ibu-ibu yang

4. Pembubaran acara dialog oleh preman di balai desa

EKOSOB

dalam bidang pertanian. Pembangunan pertambangan semen di sedang wiridan oleh polisi di tenda perjuangan (15 Juni 2014).

Hak ekosob merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia yang

lokasi CAT Watuputih tersebut kini akan mengancam eksistensi dari

5. Semenjak akhir tahun 2012 sampai dengan Juni 2013 warga

menekankan bahwa semua manusia berhak menikmati hak,

sumber utama ekonomi warga. Pasalnya, pertambangan yang

kebebasan, dan keadilan sosial secara bersamaan. Berbeda dengan Hak Sipol, hak asasi yang termaktub di dalam hak ekosob

dan pada akhirnya akan mengganggu pertanian warga. mereka. Padahal SK Bupati mengenai pemberian ijin Wilayah

sejatinya bermakna tidak saja sekedar kepemilikan, yang lebih

Ijin Usaha Pertambangan kepada PT SI telah keluar semenjak

sering diartikan sebagai hak yang dimiliki oleh seseorang,

melainkan juga hak sebagai pengakuan atas integritas manusia.

air yang tersebar di wilayah CAT Watuputih, dan lebih dari 90%

pemanfaatannya digunakan untuk pertanian. Berdasarkan seperti Selain melakukan tindak kekerasan, pada konflik ini juga telah

Melalui hak ekosob, hak untuk bisa hidup, terhormat dan bisa

mengembangkan dirinya, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama (komunal) dijamin (Mihradi, 2006)

informasi terhadap warga. Hal ini terlihat dari serangkaian

Hak yang dikenal sebagai HAM generasi kedua ini berakar dari

penyimpan cadangan air. Dengan demikian, air yang dihasilkan

dari serangkaian proses geologi CAT Watuputih akan berkurang, berlangsung.

tradisi sosialis Saint-Simonians pada awal abad ke-19 di perancis.

Generasi ini timbul sebagai bagian dari kritik terhadap perkembangan kapitalisme yang mengeksploitasi kelas pekerja dan

dirinya secara maksimal. Dan itu hanya dapat dilakukan bila

sumber air tersebut akan terganggu. Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa pertambangan yang akan dilakukan oleh PT SI kebebasan informasi telah dijamin dalam Piagam Hak Asasi

masyarakat jajahan. Di dunia internasional, hak ini diwujudkan

tersebut akan mengganggu aktivitas ekonomi warga. Manusia yang dikeluarkan bersamaan dengan TAP MPRS Nomor

melaui kovenan internasional hak-hak ekosob (International

bidang ekonomi, sosial, dan kebudayaan.

Covenant on Economic, Social, and Cultural) pada tahun 1966.

XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Hak atas keamanan

Semenjak 2005, Indonesia mengakui Hak Ekosob ini Melalui

Dengan diratifikasinya konvenan internasional hak-hak ekosob

Selain menghilangkan hak atas kebebasan masyarakat dalam

keputusan presiden nomor 40 Tahun 2004 tentang Rencana Aksi

pasal 22 – 25. Sedangkan hak atas informasi yang dapat

Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia Tahun 2004-2009, presiden

bangsanya turut memberlakukan apa-apa yang tertulis dalam

dilakukan di kawasan CAT Watuputih juga berpotesi besar untuk

menghilangkan kebebasan masyarakat dalam berkebudayaan. pada pasal 20. Dengan demikian, negara sekali lagi telah abai dan

mengamanatkan agar konvenan internasional tentang Hak Ekosob

konvenan tersebut, sekaligus menghormati apa-apa saja yang

diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005.

menjadi prinsip dasarnya. Salah satu prinsipnya meletakan negara

Pasalnya Pegunungan Kendeng, sebutan bagi CAT Watuputih, tidak

sebagai salah satu aktor utama penjamin tegaknya Hak Ekosob

Baru, yaitu membiarkan hak-hak sipil dan politik warganya

Dalam konvenan internasional hak-hak ekosob, telah diungkapkan

bagi warganya. Dalam salah stau prinsipnya, negara memiliki

tercerabut.

bahwa hak yang dimiliki oleh semua manusia sedari lahir bukan

memiliki makna keindahan atau estetis. Makna estetis inilah pada

saja terdiri dari hak untuk hidup bebas sebagaimana yang

dan memenuhi (to fulfill) hak-hak ekosob warganya. Dengan

terkandung dalam konvenan internasional hak-hak sipol,

masyarakat di sekitar gunung kendeng.

seolah-olah negara tidak hadir sebagaimana mestinya sebagai

melainkan juga penikmatan dari kebebasan dan kemelaratan,

dan tanggung jawab (duty holders) dalam mewujudkan hak-hak

Melalui proses investigasi lebih lanjut, tim juga mendapatkan fakta bahwa telah terjadi:

1. Intimidasi dan ancaman penculikan dari aparat desa kepada

2. Penyekapan empat warga oleh aparatur desa saat sosialisasi

3. Todongan dengan pedang dari preman terhadap dua orang

4. Pembubaran acara dialog oleh preman di balai desa Tegaldowo (20 Februari 2014), dan pengepungan ibu-ibu yang sedang wiridan oleh polisi di tenda perjuangan (15 Juni 2014).

5. Semenjak akhir tahun 2012 sampai dengan Juni 2013 warga mereka. Padahal SK Bupati mengenai pemberian ijin Wilayah

Ijin Usaha Pertambangan kepada PT SI telah keluar semenjak 2010.

Selain melakukan tindak kekerasan, pada konflik ini juga telah informasi terhadap warga. Hal ini terlihat dari serangkaian

berlangsung. kebebasan informasi telah dijamin dalam Piagam Hak Asasi

Manusia yang dikeluarkan bersamaan dengan TAP MPRS Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Hak atas keamanan

pasal 22 – 25. Sedangkan hak atas informasi yang dapat pada pasal 20. Dengan demikian, negara sekali lagi telah abai dan Baru, yaitu membiarkan hak-hak sipil dan politik warganya

tercerabut. seolah-olah negara tidak hadir sebagaimana mestinya sebagai

mengemukakan pendapat di depan umum hanya dapat berarti apabila diiringi dengan kebebasan untuk mengaktualisasikan dirinya secara maksimal. Dan itu hanya dapat dilakukan bila seorang manusia dapat dipenuhi kebutuhan dasarnya dalam bidang ekonomi, sosial, dan kebudayaan.

Dengan diratifikasinya konvenan internasional hak-hak ekosob oleh pemerintah, maka dengan ini Indonesia mengakui bahwa bangsanya turut memberlakukan apa-apa yang tertulis dalam konvenan tersebut, sekaligus menghormati apa-apa saja yang menjadi prinsip dasarnya. Salah satu prinsipnya meletakan negara sebagai salah satu aktor utama penjamin tegaknya Hak Ekosob bagi warganya. Dalam salah stau prinsipnya, negara memiliki kewajiban untuk menghormati (to respect), melindungi (to protect), dan memenuhi (to fulfill) hak-hak ekosob warganya. Dengan demikian, posisi negara diletakan sebagai pemegang kewajiban dan tanggung jawab (duty holders) dalam mewujudkan hak-hak

sekitar pendirian pabrik. Dan yang menjadi menarik adalah usaha penghilangan hak tersebut seringkali dilakukan oleh aparat negara. Maka jika kita kembalikan konsepsi HAM kepada pemikiran John Locke, kewajiban untuk patuh terhadap peraturan-peraturan

pelindung hak-hak mereka.

Hak ekosob merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia yang kebebasan, dan keadilan sosial secara bersamaan. Berbeda

dengan Hak Sipol, hak asasi yang termaktub di dalam hak ekosob melainkan juga hak sebagai pengakuan atas integritas manusia.

mengembangkan dirinya, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama (komunal) dijamin (Mihradi, 2006)

Hak yang dikenal sebagai HAM generasi kedua ini berakar dari tradisi sosialis Saint-Simonians pada awal abad ke-19 di perancis.

masyarakat jajahan. Di dunia internasional, hak ini diwujudkan melaui kovenan internasional hak-hak ekosob (International Covenant on Economic, Social, and Cultural) pada tahun 1966. Semenjak 2005, Indonesia mengakui Hak Ekosob ini Melalui keputusan presiden nomor 40 Tahun 2004 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia Tahun 2004-2009, presiden mengamanatkan agar konvenan internasional tentang Hak Ekosob diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005.

Dalam konvenan internasional hak-hak ekosob, telah diungkapkan terkandung dalam konvenan internasional hak-hak sipol,

Dalam kovenan internasional hak-hak ekosob, disebutkan bahwa

menyebarkan budaya yang mereka yakini. Hal ini tertuang dalam pasal 1, pasal 6, dan pasal 15 dari kovenan tersebut.

pembangunan PT Semen Indonesia yaitu desa Tegaldowo, Pasucen, Timbrangan, Suntri, Bitingan memiliki mata pencaharian utama dalam bidang pertanian. Pembangunan pertambangan semen di lokasi CAT Watuputih tersebut kini akan mengancam eksistensi dari sumber utama ekonomi warga. Pasalnya, pertambangan yang

dan pada akhirnya akan mengganggu pertanian warga. air yang tersebar di wilayah CAT Watuputih, dan lebih dari 90%

pemanfaatannya digunakan untuk pertanian. Berdasarkan seperti

penyimpan cadangan air. Dengan demikian, air yang dihasilkan dari serangkaian proses geologi CAT Watuputih akan berkurang,

sumber air tersebut akan terganggu. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pertambangan yang akan dilakukan oleh PT SI tersebut akan mengganggu aktivitas ekonomi warga.

Selain menghilangkan hak atas kebebasan masyarakat dalam dilakukan di kawasan CAT Watuputih juga berpotesi besar untuk

menghilangkan kebebasan masyarakat dalam berkebudayaan. Pasalnya Pegunungan Kendeng, sebutan bagi CAT Watuputih, tidak

memiliki makna keindahan atau estetis. Makna estetis inilah pada masyarakat di sekitar gunung kendeng.

Melalui proses investigasi lebih lanjut, tim juga mendapatkan fakta bahwa telah terjadi:

1. Intimidasi dan ancaman penculikan dari aparat desa kepada

2. Penyekapan empat warga oleh aparatur desa saat sosialisasi

3. Todongan dengan pedang dari preman terhadap dua orang

4. Pembubaran acara dialog oleh preman di balai desa Tegaldowo (20 Februari 2014), dan pengepungan ibu-ibu yang sedang wiridan oleh polisi di tenda perjuangan (15 Juni 2014).

5. Semenjak akhir tahun 2012 sampai dengan Juni 2013 warga mereka. Padahal SK Bupati mengenai pemberian ijin Wilayah

Ijin Usaha Pertambangan kepada PT SI telah keluar semenjak 2010.

Selain melakukan tindak kekerasan, pada konflik ini juga telah informasi terhadap warga. Hal ini terlihat dari serangkaian

berlangsung. kebebasan informasi telah dijamin dalam Piagam Hak Asasi

Manusia yang dikeluarkan bersamaan dengan TAP MPRS Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Hak atas keamanan

pasal 22 – 25. Sedangkan hak atas informasi yang dapat pada pasal 20. Dengan demikian, negara sekali lagi telah abai dan Baru, yaitu membiarkan hak-hak sipil dan politik warganya

tercerabut. seolah-olah negara tidak hadir sebagaimana mestinya sebagai

dirinya secara maksimal. Dan itu hanya dapat dilakukan bila bidang ekonomi, sosial, dan kebudayaan. Dengan diratifikasinya konvenan internasional hak-hak ekosob bangsanya turut memberlakukan apa-apa yang tertulis dalam

konvenan tersebut, sekaligus menghormati apa-apa saja yang menjadi prinsip dasarnya. Salah satu prinsipnya meletakan negara sebagai salah satu aktor utama penjamin tegaknya Hak Ekosob bagi warganya. Dalam salah stau prinsipnya, negara memiliki

dan memenuhi (to fulfill) hak-hak ekosob warganya. Dengan dan tanggung jawab (duty holders) dalam mewujudkan hak-hak

sekitar pendirian pabrik. Dan yang menjadi menarik adalah usaha penghilangan hak tersebut seringkali dilakukan oleh aparat negara. Maka jika kita kembalikan konsepsi HAM kepada pemikiran John Locke, kewajiban untuk patuh terhadap peraturan-peraturan

pelindung hak-hak mereka.

Hak ekosob merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia yang kebebasan, dan keadilan sosial secara bersamaan. Berbeda

dengan Hak Sipol, hak asasi yang termaktub di dalam hak ekosob melainkan juga hak sebagai pengakuan atas integritas manusia.

mengembangkan dirinya, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama (komunal) dijamin (Mihradi, 2006)

Hak yang dikenal sebagai HAM generasi kedua ini berakar dari tradisi sosialis Saint-Simonians pada awal abad ke-19 di perancis.

masyarakat jajahan. Di dunia internasional, hak ini diwujudkan melaui kovenan internasional hak-hak ekosob (International Covenant on Economic, Social, and Cultural) pada tahun 1966. Semenjak 2005, Indonesia mengakui Hak Ekosob ini Melalui keputusan presiden nomor 40 Tahun 2004 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia Tahun 2004-2009, presiden mengamanatkan agar konvenan internasional tentang Hak Ekosob diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005.

Dalam konvenan internasional hak-hak ekosob, telah diungkapkan terkandung dalam konvenan internasional hak-hak sipol,

Dalam kovenan internasional hak-hak ekosob, disebutkan bahwa setiap orang mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri,

baik itu dalam bidang ekonomi yang berarti kebebasan untuk memilih pekerjaannya secara bebas, ataupun dalam bidang kebudayaan yang berarti melestarikan, mengembangkan dan

menyebarkan budaya yang mereka yakini. Hal ini tertuang dalam pasal 1, pasal 6, dan pasal 15 dari kovenan tersebut.

Masyarakat di lima desa yang akan terkena dampak dari pembangunan PT Semen Indonesia yaitu desa Tegaldowo, Pasucen, Timbrangan, Suntri, Bitingan memiliki mata pencaharian utama dalam bidang pertanian. Pembangunan pertambangan semen di lokasi CAT Watuputih tersebut kini akan mengancam eksistensi dari sumber utama ekonomi warga. Pasalnya, pertambangan yang

dilakukan akan mengganggu sistem hidrologi dari karst tersebut dan pada akhirnya akan mengganggu pertanian warga.

Berdasarkan pendataan yang telah dilakukan, terdapat 109 mata air yang tersebar di wilayah CAT Watuputih, dan lebih dari 90% pemanfaatannya digunakan untuk pertanian. Berdasarkan seperti yang telah dipaparkan oleh Budi Brahmantyo, seorang pakar geologi karst dari ITB, bahwa pertambangan yang dilakukan tersebut akan menghilangkan sebagian dari fungsi karst sebagai penyimpan cadangan air. Dengan demikian, air yang dihasilkan dari serangkaian proses geologi CAT Watuputih akan berkurang, dan pertanian warga yang sumebr pengairannya bertumpu pada sumber air tersebut akan terganggu. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pertambangan yang akan dilakukan oleh PT SI tersebut akan mengganggu aktivitas ekonomi warga.

Selain menghilangkan hak atas kebebasan masyarakat dalam mengejar kemajuan secara ekonomi, pertambangan yang

dilakukan di kawasan CAT Watuputih juga berpotesi besar untuk menghilangkan kebebasan masyarakat dalam berkebudayaan. Pasalnya Pegunungan Kendeng, sebutan bagi CAT Watuputih, tidak saja bermakna ekonomis, dalam artian berfungsi sebagai tempat bertani dan beternak bagi masyarakat sekitar, melainkan juga memiliki makna keindahan atau estetis. Makna estetis inilah pada akhirnya yang memberikan makna lebih bagi alam untuk masyarakat di sekitar gunung kendeng.

perusahaan. Karena dalam perkembangannya, aktor yang turut serta hadir dalam permasalahan HAM adalah perusahaan. Hal inilah yang membawa perkembangan konsep HAM tidak saja

empat hingga generasi kelima. Dalam perdebatan kontemporer ini, permasalahan HAM juga meliputi hubungan-hubungan horisontal sehingga mengalami perluasan kategori pelanggaran HAM dan aktor pelanggarnya.

menjadi tanggungjawab korporasi-korporasi yang dalam aktivitasnya bersinggungan dengan kehidupan masyarakat.

bahwa aktivitas korporasi, secara langsung maupun tidak, telah (Asshiddiqie, 2005). Atas kesadaran penuh akan hal ini, bagaimana

proses penegakan HAM dalam pusaran konflik Rembang akan jalan perjuangan.

Nahas, Indonesia sebagai sebuah negara yang telah meratifikasi kovenan internasional hak-hak ekosob seharusnya bertindak sebagai penjamin dan pelindung dari hak-hak ekosob yang dimiliki oleh warga. Namun dalam kasus Rembang ini, negara seolah-olah malah berbalik menjadi pelaku perampasan hak-hak dasar warga tersebut. hal ini dikarenakan penambangan yang terjadi di

negara kepada pihak PT SI melalui keputusan Bupati No. 545/68/2010 perihal pemberian WIUP (Wilayah Izin Usaha Pertambangan) eksplorasi. Dengan demikian negara telah

terlindunginya hak ekosob warganya.

badan yang berfungsi untuk melindungi hak-hak kodratinya. demokrasi. Lewat demokrasi, masyarakat yang bersepakat untuk

perjanjian yang saat ini kita kenal dengan istilah ‘hukum’. Melalui diatur. Dengan demikian pemegang kekuasaan tertinggi tetap di

tangan rakyat.

seolah-olah kabur dan negara berubah menjadi sebuah entitas otoritarian yang mengikuti konsep negara milik Thomas Hobbes. Dalam salah satu magnum opusnya, Leviathan (1657), Thomas

bahkan sampai merampas hak asasi warganya. Jika kondisi telah

Hal ini dibutuhkan dan dimaknai dengan sangat dalam oleh masyarakat sekitar mengingat manusia sejatinya merupakan homo signans atau makhluk yang selalu mencari makna dari berbagai hal yang ada disekitarnya (Hoed, 2014). Dari makna inilah lahir apa yang dimaksud dengan kebudayaan. Dalam kebudayaan, manusia mengakui alam dalam arti seluas-luasnya sebagai ruang pelengkap untuk semakin memanusiakan dirinya, yang identik dengan kebudayaan alam. Ia tidak menguasai alam, melainkan mengetahuinya. Ia memberi cap manusia kepada alam dengan bersikap tuan dan abdi sekaligus (Bakker, 1984). Kebudayaan yang didapat dari proses pemaknaan terhadap alam itulah pada akhirnya yang melahirkan artefak berupa situs-situ budaya yang tersebar di sekitar gunung Kendeng seperti Gunung Percu, Patilasan dan Makam leluhur yang dikenal sebagai Mbah Dowo, Sumur Waru, Tanggulasi, dan masih banyak lagi seperti beragam candi yang tersebar di sekitar gunung kendeng.

Dengan masuknya alat berat ke dalam Gunung Kendeng, maka hal ini akan sangat berpotensi untuk merusak keindahan gunung kendeng dan menghancurkan berbagai situs budaya yang telah

dibangun sebagai sebuah sistem pemaknaan budaya. Dapat kita katakan jika alam dan beragam situs kebudayaan sebagai basis

dari sistem pemaknaan akan kebudayaan tersebut dirusak, maka kebudayaan masyarakat sekitar gunung kendeng pun telah dirusak. Dengan demikian hak kodrati yang melekat sebagai manusia berkebudayaan pada masyarakat skitar gunung kendeng telah dirampas. Atau dengan kata lain, telah terjadi perampasan akan proses kemanusiaan dari masyarakat.

Hak masyarakat lokal Rembang atas ekonomi dan kebudayaan mereka dirampas. Padahal dalam pasal 1 butir kedua kovenan tertulis dengan jelas bahwa “Dalam hal apapun tidak dibenarkan untuk merampas hak-hak suatu bangsa atas sumber-sumber penghidupannya sendiri”. Tentu saja yang dimaksud sebagai sumber penghidupannya disini tidak saja bermakna ekonomis, melainkan sosial juga budaya.

Nahas, Indonesia sebagai sebuah negara yang telah meratifikasi kovenan internasional hak-hak ekosob seharusnya bertindak sebagai penjamin dan pelindung dari hak-hak ekosob yang dimiliki

perusahaan. Karena dalam perkembangannya, aktor yang turut berbagai hal yang ada disekitarnya (Hoed, 2014). Dari makna inilah

serta hadir dalam permasalahan HAM adalah perusahaan. Hal lahir apa yang dimaksud dengan kebudayaan. Dalam kebudayaan,

oleh warga. Namun dalam kasus Rembang ini, negara seolah-olah

inilah yang membawa perkembangan konsep HAM tidak saja manusia mengakui alam dalam arti seluas-luasnya sebagai ruang

malah berbalik menjadi pelaku perampasan hak-hak dasar warga

tersebut. hal ini dikarenakan penambangan yang terjadi di Rembang bisa terjadi akibat ijin penambangan yang diberikan oleh

empat hingga generasi kelima. Dalam perdebatan kontemporer ini, dengan kebudayaan alam. Ia tidak menguasai alam, melainkan

permasalahan HAM juga meliputi hubungan-hubungan horisontal mengetahuinya. Ia memberi cap manusia kepada alam dengan

negara kepada pihak PT SI melalui keputusan Bupati No.

sehingga mengalami perluasan kategori pelanggaran HAM dan bersikap tuan dan abdi sekaligus (Bakker, 1984). Kebudayaan yang

545/68/2010 perihal pemberian WIUP (Wilayah Izin Usaha

Pertambangan) eksplorasi. Dengan demikian negara telah

aktor pelanggarnya.

menghianati kewajibannya sebagai penanggung jawab

akhirnya yang melahirkan artefak berupa situs-situ budaya yang

terlindunginya hak ekosob warganya.

dan Makam leluhur yang dikenal sebagai Mbah Dowo, Sumur menjadi tanggungjawab korporasi-korporasi yang dalam Waru, Tanggulasi, dan masih banyak lagi seperti beragam candi

aktivitasnya bersinggungan dengan kehidupan masyarakat. yang tersebar di sekitar gunung kendeng.

NEGARA, PERUSAHAAN, DAN HAK MASYARAKAT

bahwa aktivitas korporasi, secara langsung maupun tidak, telah

Jika kita kembalikan sejatinya fungsi sebuah negara dalam

(Asshiddiqie, 2005). Atas kesadaran penuh akan hal ini, bagaimana

proses penegakan HAM dalam pusaran konflik Rembang akan dibangun sebagai sebuah sistem pemaknaan budaya. Dapat kita

pemikiran John Locke, maka negara tersebut ada hanya karena

perjanjian masyarakatnya yang bersepakat membentuk suatu badan yang berfungsi untuk melindungi hak-hak kodratinya.

jalan perjuangan.

Dalam hal ini, konsep hak dan negara yang dikemukakan oleh John Locke dapat kita temukan konsekuensi logisnya dengan sistem

dirusak. Dengan demikian hak kodrati yang melekat sebagai

demokrasi. Lewat demokrasi, masyarakat yang bersepakat untuk membuat suatu mekanisme tadi akhirnya membuat suatu

telah dirampas. Atau dengan kata lain, telah terjadi perampasan

perjanjian yang saat ini kita kenal dengan istilah ‘hukum’. Melalui

akan proses kemanusiaan dari masyarakat.

hukum tersebutlah suatu pemerintahan yang diberikan kekeuasaan untuk menjalankan roda pemerintahan dibatasi dan diatur. Dengan demikian pemegang kekuasaan tertinggi tetap di

mereka dirampas. Padahal dalam pasal 1 butir kedua kovenan

tangan rakyat.

untuk merampas hak-hak suatu bangsa atas sumber-sumber

Namun melihat kondisi apa yang terjadi di Rembang, perwujudan

penghidupannya sendiri”. Tentu saja yang dimaksud sebagai

negara sebagai sebuah entitas negara demokrasi tersebut seolah-olah kabur dan negara berubah menjadi sebuah entitas

melainkan sosial juga budaya.

otoritarian yang mengikuti konsep negara milik Thomas Hobbes. Dalam salah satu magnum opusnya, Leviathan (1657), Thomas

Hobbes mengkonseptualisasikan sebuah negara dimana pemimpinnya merupakan perwujudan penguasa tertinggi atas hak rakyatnya, sehingga sebuah negara dapat memerintah, mengatur, bahkan sampai merampas hak asasi warganya. Jika kondisi telah

Nahas, Indonesia sebagai sebuah negara yang telah meratifikasi oleh warga. Namun dalam kasus Rembang ini, negara seolah-olah Rembang bisa terjadi akibat ijin penambangan yang diberikan oleh

proses penegakan HAM dalam pusaran konflik Rembang akan

Hak masyarakat lokal Rembang atas ekonomi dan kebudayaan

Namun melihat kondisi apa yang terjadi di Rembang, perwujudan

Namun, selain terhadap pemerintah, seharusnya permasalahan mengenai hak asasi manusia ini kita hadapkan juga terhadap perusahaan. Karena dalam perkembangannya, aktor yang turut serta hadir dalam permasalahan HAM adalah perusahaan. Hal inilah yang membawa perkembangan konsep HAM tidak saja mencapai generasi ketiga, melainkan telah menyentuh generasi empat hingga generasi kelima. Dalam perdebatan kontemporer ini, permasalahan HAM juga meliputi hubungan-hubungan horisontal sehingga mengalami perluasan kategori pelanggaran HAM dan aktor pelanggarnya.

Hak atas informasi dan hak partisipasi dalam pembangunan misalnya tidak hanya menjadi kewajiban negara, tetapi juga menjadi tanggungjawab korporasi-korporasi yang dalam aktivitasnya bersinggungan dengan kehidupan masyarakat. Dengan demikian kewajiban tersebut juga lahir karena kesadaran bahwa aktivitas korporasi, secara langsung maupun tidak, telah ikut menciptakan ketimpangan, kemiskinan, dan keterbelakangan (Asshiddiqie, 2005). Atas kesadaran penuh akan hal ini, bagaimana proses penegakan HAM dalam pusaran konflik Rembang akan ditegakan? Jawabannya seperti masih perlu kita cari tahu melalui jalan perjuangan.

Nahas, Indonesia sebagai sebuah negara yang telah meratifikasi kovenan internasional hak-hak ekosob seharusnya bertindak sebagai penjamin dan pelindung dari hak-hak ekosob yang dimiliki oleh warga. Namun dalam kasus Rembang ini, negara seolah-olah malah berbalik menjadi pelaku perampasan hak-hak dasar warga tersebut. hal ini dikarenakan penambangan yang terjadi di

negara kepada pihak PT SI melalui keputusan Bupati No. 545/68/2010 perihal pemberian WIUP (Wilayah Izin Usaha Pertambangan) eksplorasi. Dengan demikian negara telah

terlindunginya hak ekosob warganya.

badan yang berfungsi untuk melindungi hak-hak kodratinya. demokrasi. Lewat demokrasi, masyarakat yang bersepakat untuk

perjanjian yang saat ini kita kenal dengan istilah ‘hukum’. Melalui diatur. Dengan demikian pemegang kekuasaan tertinggi tetap di

tangan rakyat.

seolah-olah kabur dan negara berubah menjadi sebuah entitas otoritarian yang mengikuti konsep negara milik Thomas Hobbes. Dalam salah satu magnum opusnya, Leviathan (1657), Thomas

bahkan sampai merampas hak asasi warganya. Jika kondisi telah

berbagai hal yang ada disekitarnya (Hoed, 2014). Dari makna inilah lahir apa yang dimaksud dengan kebudayaan. Dalam kebudayaan, manusia mengakui alam dalam arti seluas-luasnya sebagai ruang

dengan kebudayaan alam. Ia tidak menguasai alam, melainkan mengetahuinya. Ia memberi cap manusia kepada alam dengan bersikap tuan dan abdi sekaligus (Bakker, 1984). Kebudayaan yang

akhirnya yang melahirkan artefak berupa situs-situ budaya yang dan Makam leluhur yang dikenal sebagai Mbah Dowo, Sumur

Waru, Tanggulasi, dan masih banyak lagi seperti beragam candi yang tersebar di sekitar gunung kendeng.

dibangun sebagai sebuah sistem pemaknaan budaya. Dapat kita

dirusak. Dengan demikian hak kodrati yang melekat sebagai telah dirampas. Atau dengan kata lain, telah terjadi perampasan

akan proses kemanusiaan dari masyarakat. mereka dirampas. Padahal dalam pasal 1 butir kedua kovenan

untuk merampas hak-hak suatu bangsa atas sumber-sumber penghidupannya sendiri”. Tentu saja yang dimaksud sebagai

melainkan sosial juga budaya.

sosial twitter. Pihak yang kontra dengan pabrik semen mulanya mengusung hashtag #SaveRembang, namun kampanye ini disusupi

menjadi bias. Hashtag #SaveRembang tidak bisa lagi dijadikan corong, pihak kontra pun mengusung hashtag #RembangMelawan.

#RembangBersatu dan #RembangBangkit. Melalui perangkat yang disediakan topsy.com, kami mendapatkan bahwa hashtag

paling awal oleh akun @Najma_hakiem tertanggal 3 April 2015 pukul 10:56.

Di sini terlihat bahwa konflik yang semula bersifat structural antara perusahaan-pemerintah dan warga setempat berkembang menjadi konflik horizontal antara yang pro pabrik semen dan kontra pabrik semen. Konflik horizontal ini termanifestasikan pada media-media, baik nyata maupun maya. Konflik horizontal ini bisa dipandang

informasi terkait pendirian pabrik semen.

Menteri (Permen) Lingkungan Hidup (LH) Nomor 11 Tahun 2006. wajib memiliki Amdal untuk memperoleh izin usaha. Menurut

Majelis Hukum PTTUN Surabaya, izin eksplorasi tidak membutuhkan Amdal karena masih dalam tahap pencarian data

seharusnya dilakukan setelah tahap eksplorasi. Pada tanggal 27 Mei 2010, Mahkamah Agung (MA) menerima

kasasi Walhi

dengan

mengeluarkan

Putusan Nomor 103K/TUN/2010 mengenai pembatalan putusan PTTUN Surabaya Nomor 138/B/2009/PT.TUN.SBY. Mahkamah Agung melihat adanya ketidaksesuaian putusan dengan UU Nomor 23 Tahun 1997. Pada

pejabat yang berwenang. Dari segi lingkungan, terdapat kesalahan diperlukannya Amdal untuk memperoleh izin eksplorasi.

Seharusnya, Amdal diperuntukan pula untuk penerbitan izin terhadap lingkungan hidup.

Dari segi tata ruang, Kecamatan Sukolilo dan beberapa kecamatan Menteri (Kepmen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor

0398 K/40/MEM/2005 tentang penetapan kawasan karst Sukolilo. Adapun berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional, kawasan bentang alam karst merupakan kawasan cagar alam geologi.

yang merupakan salah satu kawasan lindung nasional. Selain itu, penerbitan izin usaha untuk PT SG tersebut.

Dengan dikeluarkannya Putusan MA Nomor 103K/TUN/2010,