BERAWAL JARAK, BERAKHIR KEBUNTUAN

BERAWAL JARAK, BERAKHIR KEBUNTUAN

Karena ketiga aktor tersebut tidak menemukan pemecahan terhadap konflik politik ini, berita-berita miring yang menyalahkan ketiga pihak tidak dapat dihindari dan terus bermunculan. Koherensi antara ketiganya sebagai aktor politik pun terpisah

saling bertentangan. Padahal, dalam pengambilan keputusan politik, harus bisa melibatkan dan menyeimbangkan tiga hal.

Secara ekstratif (penyerapan sumber-sumber material dan manusia dari masyarakat), distributif (alokasi sumber-sumber

masyarakat). Tindakan penculikan, intimidasi, dan kekerasan yang justru memecah belah masyarakat sebagai satu kesatuan. apa yang dilakukan Ganjar Pranowo dalam menanggapi konflik ini

memutuskan untuk bertindak sendiri. Maka dari itu dianggap wajar mengapa masyarakat melakukan aksi perlawanan besar-besaran terhadap pemerintahnya sendiri.

kekuatannya sebagai instrumen politik terbesar dalam konflik Rembang ini. Karena asal mula kekacauan bukan berasal dari

Pemerintah itu sendiri. Yang jelas, apabila tidak ada inisiatif yang darah dan instabilitas politik yang semakin besar.

Politik sebagai cita-cita keputusan akan kebaikan bersama seluruh pihak tidak akan pernah tercapai. Melainkan akan semakin

dan dilemahkan, siapa yang paling diuntungkan dan dikorbankan. kepentingan segala pihak. Sebab politik adalah hal-hal yang

suatu wilayah tertentu. Politik yang merupakan "the art of possible" sebab kebijakan tersebut sangat sulit untuk diterapkan. Kemudian,

dalam memunculkan upaya mendamaikan persoalan. Alih-alih kepentingan nasional demi terbangunnya pabrik semen. Di

masyarakat yang dibantu aktivis dan LSM terus berkoar menuntut diberhentikannya pendirian pabrik.

Konflik politik skala mikro tidak terelakkan, pertentangan menghambat terjadinya solusi. Dengan terang-terangan spanduk

bertuliskan "Warung Pro Semen" dipasang bersebelahan dengan mural "Tolak Pabrik Semen" di pemukiman warga. Ibu-Ibu

yang mereka punya. Sayangnya, dalam skala makro, kelompok kelompok yang lemah. Pemerintah mengalokasikan kebijakannya

terayomi.

konflik politik terjadi hanya karena adanya komunikasi yang

apa yang dilakukan Ganjar Pranowo dalam menanggapi konflik ini

Mural perlawanan di dinding warga Desa Tegaldowo

kekuatannya sebagai instrumen politik terbesar dalam konflik

signifikansi fakta yang ada, (3) menyediakan diri sebagai platform

dalam memunculkan upaya mendamaikan persoalan. Alih-alih menyelesaikan, Gubernur dan Kepala Desa justru malah berpihak

Konflik tersebut juga akan mengganggu stabilitas politik baik secara

dan mempertahankan kepentingan mereka yang dikedoki kepentingan nasional demi terbangunnya pabrik semen. Di lapangan, terlihat pembangunan tidak kunjung berhenti meskipun masyarakat yang dibantu aktivis dan LSM terus berkoar menuntut diberhentikannya pendirian pabrik.

Konflik politik skala mikro tidak terelakkan, pertentangan horizontal dalam internal masyarakat sendiri pada akhirnya menghambat terjadinya solusi. Dengan terang-terangan spanduk bertuliskan "Warung Pro Semen" dipasang bersebelahan dengan mural "Tolak Pabrik Semen" di pemukiman warga. Ibu-Ibu Rembang pun terus menggalang kekuatan demi terdukungnya kepentingan mereka untuk mempertahankan sumber daya alam yang mereka punya. Sayangnya, dalam skala makro, kelompok

terjadi konflik kepentingan politik yang terjadi karena

dominan dalam penentu kebijakan justru belum juga adil dalam proses pendistribusian dan pengalokasian kebijakan kepada kelompok yang lemah. Pemerintah mengalokasikan kebijakannya

terhadap konflik politik ini, berita-berita miring yang menyalahkan

hanya pada Perusahaan, sehingga masyarakat merasa tidak

Namun konflik politik kemudian muncul justru karena kurangnya

terayomi.

Undang-Undang Minerba yang berdasar Undang-Undang Dasar RI berbentuk Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), Izin Usaha

keputusan Bupati dan keputusan Gubernur.

penguat daya saing dalam pasar dunia. Kepentingan itu lalu diwujudkan melalui kerjasama antara pengelola yaitu PT SI sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Berbekal izin dari Pemerintah, PT SI sebagai aktor politik lalu mengeksploitasi wilayah tersebut. PT SI lalu mengeluarkan Analisis

Masalah dan Dampak Lingkungan (AMDAL) yang telah disetujui terukur. Kebijakan yang dilakukan PT SI ini semata-mata untuk diamanahkan oleh Pemerintah.

memilih kebijakan mana yang akan diambil. Aktor juga memiliki kebijakan. Tapi pada intinya, politik yang dijalankan adalah usaha kebijakan untuk mereka. Kebaikan bersama pun adalah

ataupun masyarakat pada umumnya (Aristotle, 1972). Agar tidak terjadi konflik kepentingan politik yang terjadi karena

bagi tiap aktor, maka kondisi tersebut harus terpenuhi. Namun konflik politik kemudian muncul justru karena kurangnya

Setelah penguraian kerja politik dan implikasinya yang buruk, politik. Padahal, dalam pembangunan skala besar semestinya

konflik politik terjadi hanya karena adanya komunikasi yang bersama. diperlukan? Karena pada dasarnya ia memiliki lima fungsi dasar: signifikansi fakta yang ada, (3) menyediakan diri sebagai platform

untuk menampung masalah-masalah politik sehingga bisa menjadi ditujukan kepada pemerintah dan institusi politik, dan (5)

disalurkan (McNair, 1995). Namun dalam keberjalanan komunikasi politik yang ideal tersebu, malah cacat di tengah perjalanannya.

sampel dari kelompok masyarakat, lalu ditanyakan hal yang sama: pembangunan pabrik semen?". "Tidak tahu" adalah jawaban yang depannya. Atau beberapa masyrakat yang menolak dengan tegas

mengatakan "Saya menolak pabrik semen, alasannya karena pertanian kami... nasib anak cucu kami... kami tidak pernah diberitahu akan ada pertambangan". Berbagai alasan lain pun bergulir dan banyak sekali macamnya.

daya utama mereka. Membuat warga lalu menginisiasi tindakan politisnya dengan menggugat PT SI terkait pembangunan pabrik semen kepada Pengadilan Tinggi Umum Negeri (PTUN).

harus berwujud dalam tindakan perlawanan. Kepentingan sosio-kultural, tradisi dan ekologi menjadi alasan utama tindakan

politis tersebut. Meskipun kepentingan masyarakat termasuk

dipertahankan. Hal ini karena seperti yang sudah disinggung dibentuk untuk penyelenggaraan kebaikan bersama. Sehingga terllihat, bahwa dalam dinamika medan politik Rembang karena perbedaan kepentingan dan nilai antara aktor politik.

Konflik tersebut juga akan mengganggu stabilitas politik baik secara makro ataupun mikro di antara seluruh aktor. Masing-masing akhirnya berlomba-lomba untuk menaikkan nilai tawar mereka supaya memenangkan perseteruan ini. Pihak perusahaan

peraturan perundang-undangan dan telah berkekuatan hukum. Sedangkan masyarakat yang ingin Pemerintah mencabut izin

syarat penguatan gugatan melalui proses hukum.

terhadap konflik politik ini, berita-berita miring yang menyalahkan ketiga pihak tidak dapat dihindari dan terus bermunculan.

saling bertentangan. Padahal, dalam pengambilan keputusan politik, harus bisa melibatkan dan menyeimbangkan tiga hal.

Secara ekstratif (penyerapan sumber-sumber material dan manusia dari masyarakat), distributif (alokasi sumber-sumber kepada masyarakat), dan regulatif (pengaturan perilaku anggota masyarakat). Tindakan penculikan, intimidasi, dan kekerasan terhadap masyarakat adalah bukti nyata adanya keputusan politik yang justru memecah belah masyarakat sebagai satu kesatuan. Peran pemerintah yang dianggap tidak responsif dan solutif seperti

apa yang dilakukan Ganjar Pranowo dalam menanggapi konflik ini justru menguatkan keyakinan masyarakat, bahwa Pemerintah

sudah tidak lagi bersama masyarakatnya sehingga mereka memutuskan untuk bertindak sendiri. Maka dari itu dianggap wajar mengapa masyarakat melakukan aksi perlawanan besar-besaran terhadap pemerintahnya sendiri.

Pemerintah Indonesia sebagai pengelola negara sekali lagi diuji kekuatannya sebagai instrumen politik terbesar dalam konflik Rembang ini. Karena asal mula kekacauan bukan berasal dari pihak Perusahaan ataupun masyarakat, melainkan dari Pemerintah itu sendiri. Yang jelas, apabila tidak ada inisiatif yang seragam dari ketiga pihak untuk menyelesaikan persoalan, niscaya tidak akan ada ujungnya dan hanya akan terjadi pertumpahan darah dan instabilitas politik yang semakin besar.

Politik sebagai cita-cita keputusan akan kebaikan bersama seluruh pihak tidak akan pernah tercapai. Melainkan akan semakin memberi jarak yang sangat tegas antara siapa subjek dan objek politik sesungguhnya, siapa aktor yang paling mempunyai kuasa

dan dilemahkan, siapa yang paling diuntungkan dan dikorbankan. Politik semestinya menjadi alat ideal untuk mendamaikan

kepentingan segala pihak. Sebab politik adalah hal-hal yang menyangkut interaksi pemerintah dan masyarakat, dalam rangka

proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama bagi masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu. Politik yang merupakan "the art of possible" nyatanya di lapangan hanya merupakan pemecahan yang semu, sebab kebijakan tersebut sangat sulit untuk diterapkan. Kemudian, berangkat dari keruhnya medan politik Rembang ini, apa yang

dalam memunculkan upaya mendamaikan persoalan. Alih-alih kepentingan nasional demi terbangunnya pabrik semen. Di

masyarakat yang dibantu aktivis dan LSM terus berkoar menuntut diberhentikannya pendirian pabrik.

Konflik politik skala mikro tidak terelakkan, pertentangan menghambat terjadinya solusi. Dengan terang-terangan spanduk

bertuliskan "Warung Pro Semen" dipasang bersebelahan dengan mural "Tolak Pabrik Semen" di pemukiman warga. Ibu-Ibu

yang mereka punya. Sayangnya, dalam skala makro, kelompok kelompok yang lemah. Pemerintah mengalokasikan kebijakannya

terayomi.

Undang-Undang Minerba yang berdasar Undang-Undang Dasar RI berbentuk Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), Izin Usaha

keputusan Bupati dan keputusan Gubernur.

penguat daya saing dalam pasar dunia. Kepentingan itu lalu diwujudkan melalui kerjasama antara pengelola yaitu PT SI sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Berbekal izin dari Pemerintah, PT SI sebagai aktor politik lalu mengeksploitasi wilayah tersebut. PT SI lalu mengeluarkan Analisis

Masalah dan Dampak Lingkungan (AMDAL) yang telah disetujui terukur. Kebijakan yang dilakukan PT SI ini semata-mata untuk diamanahkan oleh Pemerintah.

memilih kebijakan mana yang akan diambil. Aktor juga memiliki kebijakan. Tapi pada intinya, politik yang dijalankan adalah usaha kebijakan untuk mereka. Kebaikan bersama pun adalah

ataupun masyarakat pada umumnya (Aristotle, 1972). Agar tidak terjadi konflik kepentingan politik yang terjadi karena

bagi tiap aktor, maka kondisi tersebut harus terpenuhi. Namun konflik politik kemudian muncul justru karena kurangnya

Setelah penguraian kerja politik dan implikasinya yang buruk, politik. Padahal, dalam pembangunan skala besar semestinya

konflik politik terjadi hanya karena adanya komunikasi yang bersama. diperlukan? Karena pada dasarnya ia memiliki lima fungsi dasar: signifikansi fakta yang ada, (3) menyediakan diri sebagai platform

untuk menampung masalah-masalah politik sehingga bisa menjadi ditujukan kepada pemerintah dan institusi politik, dan (5)

disalurkan (McNair, 1995). Namun dalam keberjalanan komunikasi politik yang ideal tersebu, malah cacat di tengah perjalanannya.

sampel dari kelompok masyarakat, lalu ditanyakan hal yang sama: pembangunan pabrik semen?". "Tidak tahu" adalah jawaban yang depannya. Atau beberapa masyrakat yang menolak dengan tegas

mengatakan "Saya menolak pabrik semen, alasannya karena pertanian kami... nasib anak cucu kami... kami tidak pernah diberitahu akan ada pertambangan". Berbagai alasan lain pun bergulir dan banyak sekali macamnya.

daya utama mereka. Membuat warga lalu menginisiasi tindakan politisnya dengan menggugat PT SI terkait pembangunan pabrik semen kepada Pengadilan Tinggi Umum Negeri (PTUN).

harus berwujud dalam tindakan perlawanan. Kepentingan sosio-kultural, tradisi dan ekologi menjadi alasan utama tindakan

politis tersebut. Meskipun kepentingan masyarakat termasuk

dipertahankan. Hal ini karena seperti yang sudah disinggung dibentuk untuk penyelenggaraan kebaikan bersama. Sehingga terllihat, bahwa dalam dinamika medan politik Rembang karena perbedaan kepentingan dan nilai antara aktor politik.

Konflik tersebut juga akan mengganggu stabilitas politik baik secara makro ataupun mikro di antara seluruh aktor. Masing-masing akhirnya berlomba-lomba untuk menaikkan nilai tawar mereka supaya memenangkan perseteruan ini. Pihak perusahaan

peraturan perundang-undangan dan telah berkekuatan hukum. Sedangkan masyarakat yang ingin Pemerintah mencabut izin

syarat penguatan gugatan melalui proses hukum.

terhadap konflik politik ini, berita-berita miring yang menyalahkan ketiga pihak tidak dapat dihindari dan terus bermunculan.

saling bertentangan. Padahal, dalam pengambilan keputusan politik, harus bisa melibatkan dan menyeimbangkan tiga hal.

Secara ekstratif (penyerapan sumber-sumber material dan manusia dari masyarakat), distributif (alokasi sumber-sumber

masyarakat). Tindakan penculikan, intimidasi, dan kekerasan yang justru memecah belah masyarakat sebagai satu kesatuan. apa yang dilakukan Ganjar Pranowo dalam menanggapi konflik ini

memutuskan untuk bertindak sendiri. Maka dari itu dianggap wajar mengapa masyarakat melakukan aksi perlawanan besar-besaran terhadap pemerintahnya sendiri.

kekuatannya sebagai instrumen politik terbesar dalam konflik Rembang ini. Karena asal mula kekacauan bukan berasal dari

Pemerintah itu sendiri. Yang jelas, apabila tidak ada inisiatif yang darah dan instabilitas politik yang semakin besar.

Politik sebagai cita-cita keputusan akan kebaikan bersama seluruh pihak tidak akan pernah tercapai. Melainkan akan semakin

dan dilemahkan, siapa yang paling diuntungkan dan dikorbankan. kepentingan segala pihak. Sebab politik adalah hal-hal yang

suatu wilayah tertentu. Politik yang merupakan "the art of possible" sebab kebijakan tersebut sangat sulit untuk diterapkan. Kemudian,

dalam memunculkan upaya mendamaikan persoalan. Alih-alih kepentingan nasional demi terbangunnya pabrik semen. Di

masyarakat yang dibantu aktivis dan LSM terus berkoar menuntut diberhentikannya pendirian pabrik.

Konflik politik skala mikro tidak terelakkan, pertentangan menghambat terjadinya solusi. Dengan terang-terangan spanduk

bertuliskan "Warung Pro Semen" dipasang bersebelahan dengan mural "Tolak Pabrik Semen" di pemukiman warga. Ibu-Ibu

yang mereka punya. Sayangnya, dalam skala makro, kelompok kelompok yang lemah. Pemerintah mengalokasikan kebijakannya

terayomi.

Pembangunan pabrik PT SI

Undang-Undang Minerba yang berdasar Undang-Undang Dasar RI berbentuk Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), Izin Usaha

keputusan Bupati dan keputusan Gubernur.

penguat daya saing dalam pasar dunia. Kepentingan itu lalu diwujudkan melalui kerjasama antara pengelola yaitu PT SI sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Berbekal izin dari Pemerintah, PT SI sebagai aktor politik lalu mengeksploitasi wilayah tersebut. PT SI lalu mengeluarkan Analisis

Masalah dan Dampak Lingkungan (AMDAL) yang telah disetujui terukur. Kebijakan yang dilakukan PT SI ini semata-mata untuk diamanahkan oleh Pemerintah.

memilih kebijakan mana yang akan diambil. Aktor juga memiliki kebijakan. Tapi pada intinya, politik yang dijalankan adalah usaha kebijakan untuk mereka. Kebaikan bersama pun adalah

ataupun masyarakat pada umumnya (Aristotle, 1972). Agar tidak terjadi konflik kepentingan politik yang terjadi karena

bagi tiap aktor, maka kondisi tersebut harus terpenuhi. Namun konflik politik kemudian muncul justru karena kurangnya

CACAT KOMUNIKASI POLITIK PEMERINTAH