SENARAI CERITA S E L AYA N G
KEBANGKITAN PERLAWANAN MASYARAKAT
2014 - 2015
Tangal 20 Februari 2014, warga masyarakat Tegaldowo menggelar acara dialog di Balai Desa Tegaldowo untuk menutup jalan
hubungan dengan konflik dituduh oleh pemerintah desa bahwa
tambang. Hal ini dilakukan seiring dengan perlawanan warga
oleh Wakil Bupati, H. Abdul Hafidz di kediaman dinasnya. Wakil
terhadap perusahaan tambang lain yang telah beroperasi, perusahaan tersebut adalah PT Bangun Artha (BA), PT Amir Hajar Kilsi (AKH), PT United Tractors Semen Gresik dan PT Kurnia Artha Pratiwi. Warga memprotes perusahaan tersebut karena merasa terganggu lahan pertaniannya akibat armada kendaraan yang lalu lalang ke perusahaan menghasilkan debu-debu yang menutupi lahan dan tanaman mereka. Belum lagi kebisingan yang sangat
Konflik antara warga semakin membuncah tengah malam tanggal
mengganggu penduduk sekitar. Dialog yang direncanakan ternyata malah menjadi ajang keributan, preman bayaran datang dan membubarkan acara dialog. Disinyalir preman tersebut merupakan preman yang dibayar perusahaan. Warga merasa sangat tersinggung ketika mengetahui bahwa Wuryadi yang merupakan anggota BPD Tegaldowo sekaligus pekerja di PT BA melemparkan botol air mineral kepada Sumarno, salah satu warga di tengah-tengah acara.
Karena lahan pertanian milik warga banyak yang hendak dijual
menurut keterangan warga, forum ini selalu menjadi justifikasi
kepada perusahaan, warga serempak melakukan aksi pasang
Ustadz Ubaidillah Ahmad dan Ustadz Gufron yang berasal dari
patok terhadap lahan-lahan mereka dengan tulisan "Tanah ini tidak akan pernah dijual". Solidaritas Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) pun bangkit membantu masyarakat sekitar dengan membuat surat tuntutan terhadap Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo dan Komnasham pada tanggal 12 Mei 2014. Tanggal 20 Mei 2014 warga melakukan istigosah di dalam calon lokasi pabrik semen. Kemudian tanggal 1 Juni warga mendirikan posko tolak pabrik semen sebagai bentuk perlawanan di Desa Tegaldowo.
Tanggal 15 Juni 2014 warga Tegaldowo yang bersikeras menolak
mendesak pemerintah mencabut surat izin prinsip dan surat izin
pendirian pabrik harus sekali lagi kalang kabut. Warga melihat spanduk PT SI di sekitar calon tapak pabrik semen mengenai kabar peletakan batu pertama. Segera kabar tersebut dilayangkan pada warga setempat. Ketika berita tersebut sampai ke sesepuh desa,
agar dapat dilihat oleh pihak PT SI. Pada pukul 09.00 tindakan kekerasan terjadi. Ibu-ibu yang ingin mendirikan tenda dihalang-halangi oleh preman, polisi dan tentara. Namun polisi
melempar ibu-ibu ke semak-semak hingga pingsan. Murtini, warga Timbrangan dan Suparmi, warga Tegaldowo yang menjadi korban tindakan tersebut. Beberapa warga yang mendokumentasikan aksi
gadungan. Namun, beberapa ibu-ibu berhasil mendokumentasikan aksi kekerasan dan tindakan para polisi. Karena terdesak, warga memutuskan untuk mendirikan tenda di malam hari.
Siang harinya polisi berdatangan lagi dengan truk polisi. Polisi membawa surat penangkapan atas nama tiga orang: Luthfi dari LBH Semarang, Gun Retno dengan tuduhan provokator dari Pati dan Joko Priyanto. Dua truk polisi masuk ke desa dan mencari ketiga orang tersebut, hanya Luthfi yang berhasil ditangkap. Sampai pada malam harinya warga berhasil mendirikan tenda dan diisi oleh ibu-ibu. Polisi yang melihat hal itu mengepung ibu-ibu dengan berbondong-bondong. Ibu-ibu yang ketakutan kemudian menangis dan melakukan wiridan. Mereka bersikeras tidak akan pergi apabila semua aktivitas PT SI tidak dihentikan. Aan, yang juga berasal dari LBH Semarang berhasil bernegosiasi dengan polisi sehingga polisi memutuskan untuk mundur. Semenjak hari itu, tenda perjuangan terus berdiri, meskipun
ditinggalkan. Tanggal 22 Juni 2014 contohnya, Ustadz Ubaidillah menghampiri ibu-ibu yang ada di tenda perjuangan dan
di bulan puasa itu tidak baik menurut hukum agama. Tanggal 26 Juni 2014, Teguh Gunawarman mendatangi tenda ibu-ibu dan menanyakan warga "Apakah ibu-ibu sudah membaca AMDAL atau belum?" Spontan Sukinah, salah seorang warga Tegaldowo,
menutupi tanaman kami". Camat Gunem tersebut kemudian menanyakan kepada ibu-ibu
Dari kronologi yang dipaparkan, terlihat jelas bahwa konflik yang terjadi di Rembang melibatkan banyak sekali aktor. Mulai dari perusahaan, masyarakat, aktivis, LSM dan media. Selain itu kita juga mendapatkan kesimpulan bahwa konflik ini juga bukan hanya berawal dari ekologi, tapi juga berkaitan erat dengan aktor-aktor yang berpengaruh bersamanya. Sebagai contoh, perusahaan
kebijakan. Berbekal izin tersebut dibuatlah infrastruktur karena merasa tidak terlibat dalam pemutusan kebijakan.
Akibatnya, masyarakat pun menyimpulkan adanya ketimpangan kebijakan.
dengan citra yang naif, terlibatnya aktivis, LSM dan media terhadap penguatan konflik sebagai wacana dapat kita lihat sebagai suatu
di medan politik yang antar aktornya selalu memiliki kausalitas. sangat kuat dalam keberlangsungan konflik Rembang ini ke
depannya. Namun sebelum lebih jauh memahami realita
sebagai salah satu penentu fluktuasi konflik.
menderita akibat tambang". Pada tanggal yang sama Alissa Wahid, ibu-ibu. Esoknya tanggal 27 Juni 2014 Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa
Tengah datang ke tenda. Ganjar ingin menyalami ibu-ibu tapi merasa bahwa Ganjar sudah tidak bersama warganya. Ganjar
didampingi ahli masing-masing. Warga di sini diberi kesempatan seminggu untuk mencari ahli. Setelah warga siap dengan ahlinya,
mengabarkan kesiapannya. Joko Priyanto kemudian ditunjuk warga untuk mencari pakar, pada tanggal 28 Juni 2014 Priyanto bertemu Ardi Wibowo dari IPB dan Teguh dari UPN Veteran Yogyakarta. Tanggal 29 Juni 2014 pun warga langsung mengirim
ada. Tanggal 1 Juli 2014, Dr. Surono sebagai Kepala Badan Geologi
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia di wilayah Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih karena fungsinya
sebagai daerah imbuhan air tanah. Surono pun kemudian pihak semen dan warga pada tanggal 7 Juli 2014. Bersamaan di kantor Gubernur. Namun oleh Naryo (salah seorang staff kantor menuju pemilu. Warga pun mengalah. Di dalam, Surono dicecar
dengan banyak argumen yang menjatuhkan argumennya. Pihak PT SI mengaku sudah disetujui warga sekitar untuk mendirikan pabrik
Juni 2013. Pada akhirnya pertemuan tersebut tidak menghasilkan apapun.
dengan kepentingannya untuk negara dan masyarakat.
makro yaitu negara. Berarti pemerintah dan masyarakat dalam mewujudkannya. dapat dilihat secara mikro dan makro. Secara mikro yaitu
kepentingan pribadi yang subjektif berada di balik setiap aktor. Secara makro yaitu nilai-nilai yang sudah dirumuskan dan disepakati bersama secara historis, yaitu nilai-nilai keadilan,
rumusan negara Indonesia dalam wujud Pancasila. Nilai yang
dalam pengambilan kebijakan untuk mencapai tujuan. sebagai penentu kebijakan yang memberikan izin kepada PT Semen
Indonesia (SI) untuk melaksanakan kegiatan pembangunan pabrik
Aksi warga di dekat tapak pabrik PT SI
agar dapat dilihat oleh pihak PT SI. Pada pukul 09.00 tindakan kekerasan terjadi. Ibu-ibu yang ingin mendirikan tenda dihalang-halangi oleh preman, polisi dan tentara. Namun polisi dan tentara yang seharusnya melindungi dan mengayomi justru melempar ibu-ibu ke semak-semak hingga pingsan. Murtini, warga Timbrangan dan Suparmi, warga Tegaldowo yang menjadi korban tindakan tersebut. Beberapa warga yang mendokumentasikan aksi dari kejauhan dikejar dan ditangkap dengan tuduhan wartawan gadungan. Namun, beberapa ibu-ibu berhasil mendokumentasikan aksi kekerasan dan tindakan para polisi. Karena terdesak, warga memutuskan untuk mendirikan tenda di malam hari.
Dari kronologi yang dipaparkan, terlihat jelas bahwa konflik yang
Siang harinya polisi berdatangan lagi dengan truk polisi. Polisi membawa surat penangkapan atas nama tiga orang: Luthfi dari
juga mendapatkan kesimpulan bahwa konflik ini juga bukan hanya
LBH Semarang, Gun Retno dengan tuduhan provokator dari Pati dan Joko Priyanto. Dua truk polisi masuk ke desa dan mencari ketiga orang tersebut, hanya Luthfi yang berhasil ditangkap. Sampai pada malam harinya warga berhasil mendirikan tenda dan
karena adanya izin dari pemerintah selaku penguasa dan pembuat
diisi oleh ibu-ibu. Polisi yang melihat hal itu mengepung ibu-ibu
kebijakan. Berbekal izin tersebut dibuatlah infrastruktur
dengan berbondong-bondong. Ibu-ibu yang ketakutan kemudian menangis dan melakukan wiridan. Mereka bersikeras tidak akan pergi apabila semua aktivitas PT SI tidak dihentikan. Aan, yang juga berasal dari LBH Semarang berhasil bernegosiasi dengan polisi sehingga polisi memutuskan untuk mundur.
Semenjak hari itu, tenda perjuangan terus berdiri, meskipun banyak sekali desakan dari berbagai pihak agar tenda perjuangan ditinggalkan. Tanggal 22 Juni 2014 contohnya, Ustadz Ubaidillah
penguatan konflik sebagai wacana dapat kita lihat sebagai suatu
menghampiri ibu-ibu yang ada di tenda perjuangan dan menghimbau untuk membubarkan diri karena menurutnya demo di bulan puasa itu tidak baik menurut hukum agama. Tanggal 26 Juni 2014, Teguh Gunawarman mendatangi tenda ibu-ibu dan
kantor Gubernur. Namun oleh Naryo (salah seorang staff kantor
sangat kuat dalam keberlangsungan konflik Rembang ini ke
menanyakan warga "Apakah ibu-ibu sudah membaca AMDAL atau belum?" Spontan Sukinah, salah seorang warga Tegaldowo, langsung menjawab "Kami ini warga desa yang kebanyakan buta huruf, bagaimana kami bisa membaca buku setebal itu, yang kami tahu adalah ancaman tambang yang akan merusak pertanian
sebagai salah satu penentu fluktuasi konflik.
kami karena mata air yang rusak dan debu tambang yang menutupi tanaman kami".
sebagai penentu kebijakan yang memberikan izin kepada PT Semen
Camat Gunem tersebut kemudian menanyakan kepada ibu-ibu
agar dapat dilihat oleh pihak PT SI. Pada pukul 09.00 tindakan kekerasan terjadi. Ibu-ibu yang ingin mendirikan tenda dihalang-halangi oleh preman, polisi dan tentara. Namun polisi
melempar ibu-ibu ke semak-semak hingga pingsan. Murtini, warga Timbrangan dan Suparmi, warga Tegaldowo yang menjadi korban tindakan tersebut. Beberapa warga yang mendokumentasikan aksi
gadungan. Namun, beberapa ibu-ibu berhasil mendokumentasikan aksi kekerasan dan tindakan para polisi. Karena terdesak, warga memutuskan untuk mendirikan tenda di malam hari.
Siang harinya polisi berdatangan lagi dengan truk polisi. Polisi membawa surat penangkapan atas nama tiga orang: Luthfi dari LBH Semarang, Gun Retno dengan tuduhan provokator dari Pati dan Joko Priyanto. Dua truk polisi masuk ke desa dan mencari ketiga orang tersebut, hanya Luthfi yang berhasil ditangkap. Sampai pada malam harinya warga berhasil mendirikan tenda dan diisi oleh ibu-ibu. Polisi yang melihat hal itu mengepung ibu-ibu dengan berbondong-bondong. Ibu-ibu yang ketakutan kemudian menangis dan melakukan wiridan. Mereka bersikeras tidak akan pergi apabila semua aktivitas PT SI tidak dihentikan. Aan, yang juga berasal dari LBH Semarang berhasil bernegosiasi dengan polisi sehingga polisi memutuskan untuk mundur. Semenjak hari itu, tenda perjuangan terus berdiri, meskipun
ditinggalkan. Tanggal 22 Juni 2014 contohnya, Ustadz Ubaidillah menghampiri ibu-ibu yang ada di tenda perjuangan dan
di bulan puasa itu tidak baik menurut hukum agama. Tanggal 26 Juni 2014, Teguh Gunawarman mendatangi tenda ibu-ibu dan menanyakan warga "Apakah ibu-ibu sudah membaca AMDAL atau belum?" Spontan Sukinah, salah seorang warga Tegaldowo,
menutupi tanaman kami". Camat Gunem tersebut kemudian menanyakan kepada ibu-ibu
Dari kronologi yang dipaparkan, terlihat jelas bahwa konflik yang terjadi di Rembang melibatkan banyak sekali aktor. Mulai dari perusahaan, masyarakat, aktivis, LSM dan media. Selain itu kita juga mendapatkan kesimpulan bahwa konflik ini juga bukan hanya berawal dari ekologi, tapi juga berkaitan erat dengan aktor-aktor yang berpengaruh bersamanya. Sebagai contoh, perusahaan
kebijakan. Berbekal izin tersebut dibuatlah infrastruktur karena merasa tidak terlibat dalam pemutusan kebijakan.
Akibatnya, masyarakat pun menyimpulkan adanya ketimpangan kebijakan.
dengan citra yang naif, terlibatnya aktivis, LSM dan media terhadap penguatan konflik sebagai wacana dapat kita lihat sebagai suatu
di medan politik yang antar aktornya selalu memiliki kausalitas. sangat kuat dalam keberlangsungan konflik Rembang ini ke
depannya. Namun sebelum lebih jauh memahami realita
sebagai salah satu penentu fluktuasi konflik.
ancaman besar karena itu kami mengawali gerakan dengan menolak rencana penambangan tersebut, kami tidak mau menderita akibat tambang". Pada tanggal yang sama Alissa Wahid, putri kedua Gusdur datang ke tenda perjuangan untuk menengok ibu-ibu.
Esoknya tanggal 27 Juni 2014 Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah datang ke tenda. Ganjar ingin menyalami ibu-ibu tapi mereka tidak mau merespon ajakan jabat tangan itu karena merasa bahwa Ganjar sudah tidak bersama warganya. Ganjar kemudian mengalihkan kejadian tersebut dengan mengutarakan bahwa akan mempertemukan pihak semen dan warga dengan didampingi ahli masing-masing. Warga di sini diberi kesempatan seminggu untuk mencari ahli. Setelah warga siap dengan ahlinya, warga dipersilakan untuk mengiri surat kepada Gubernur
mengabarkan kesiapannya. Joko Priyanto kemudian ditunjuk warga untuk mencari pakar, pada tanggal 28 Juni 2014 Priyanto bertemu Ardi Wibowo dari IPB dan Teguh dari UPN Veteran Yogyakarta. Tanggal 29 Juni 2014 pun warga langsung mengirim surat kepada Ganjar Pranowo menyatakan kesiapannya, tapi sampai sekarang, pertemuan seperti yang dijanjikan tidak pernah ada.
Tanggal 1 Juli 2014, Dr. Surono sebagai Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia merekomendasikan agar tidak melakukan kegiatan penambangan di wilayah Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih karena fungsinya sebagai daerah imbuhan air tanah. Surono pun kemudian diundang ke pertemuan diskusi yang diadakan Gubernur bersama pihak semen dan warga pada tanggal 7 Juli 2014. Bersamaan di hari itu, solidaritas pendukung warga hendak melakukan aksi di kantor Gubernur. Namun oleh Naryo (salah seorang staff kantor DPRD), aksi tersebut disarankan untuk tidak digelar sebab alasan menuju pemilu. Warga pun mengalah. Di dalam, Surono dicecar dengan banyak argumen yang menjatuhkan argumennya. Pihak PT SI mengaku sudah disetujui warga sekitar untuk mendirikan pabrik semen di sana karena sudah melewati proses sosialisasi tanggal 22 Juni 2013. Pada akhirnya pertemuan tersebut tidak menghasilkan apapun.
dengan kepentingannya untuk negara dan masyarakat.
makro yaitu negara. Berarti pemerintah dan masyarakat dalam mewujudkannya. dapat dilihat secara mikro dan makro. Secara mikro yaitu
kepentingan pribadi yang subjektif berada di balik setiap aktor. Secara makro yaitu nilai-nilai yang sudah dirumuskan dan disepakati bersama secara historis, yaitu nilai-nilai keadilan,
rumusan negara Indonesia dalam wujud Pancasila. Nilai yang
dalam pengambilan kebijakan untuk mencapai tujuan. sebagai penentu kebijakan yang memberikan izin kepada PT Semen
Indonesia (SI) untuk melaksanakan kegiatan pembangunan pabrik
agar dapat dilihat oleh pihak PT SI. Pada pukul 09.00 tindakan kekerasan terjadi. Ibu-ibu yang ingin mendirikan tenda dihalang-halangi oleh preman, polisi dan tentara. Namun polisi
melempar ibu-ibu ke semak-semak hingga pingsan. Murtini, warga Timbrangan dan Suparmi, warga Tegaldowo yang menjadi korban tindakan tersebut. Beberapa warga yang mendokumentasikan aksi
gadungan. Namun, beberapa ibu-ibu berhasil mendokumentasikan aksi kekerasan dan tindakan para polisi. Karena terdesak, warga memutuskan untuk mendirikan tenda di malam hari.
Siang harinya polisi berdatangan lagi dengan truk polisi. Polisi membawa surat penangkapan atas nama tiga orang: Luthfi dari LBH Semarang, Gun Retno dengan tuduhan provokator dari Pati dan Joko Priyanto. Dua truk polisi masuk ke desa dan mencari ketiga orang tersebut, hanya Luthfi yang berhasil ditangkap. Sampai pada malam harinya warga berhasil mendirikan tenda dan diisi oleh ibu-ibu. Polisi yang melihat hal itu mengepung ibu-ibu dengan berbondong-bondong. Ibu-ibu yang ketakutan kemudian menangis dan melakukan wiridan. Mereka bersikeras tidak akan pergi apabila semua aktivitas PT SI tidak dihentikan. Aan, yang juga berasal dari LBH Semarang berhasil bernegosiasi dengan polisi sehingga polisi memutuskan untuk mundur. Semenjak hari itu, tenda perjuangan terus berdiri, meskipun
ditinggalkan. Tanggal 22 Juni 2014 contohnya, Ustadz Ubaidillah menghampiri ibu-ibu yang ada di tenda perjuangan dan
di bulan puasa itu tidak baik menurut hukum agama. Tanggal 26 Juni 2014, Teguh Gunawarman mendatangi tenda ibu-ibu dan menanyakan warga "Apakah ibu-ibu sudah membaca AMDAL atau belum?" Spontan Sukinah, salah seorang warga Tegaldowo,
menutupi tanaman kami". Camat Gunem tersebut kemudian menanyakan kepada ibu-ibu
Dari kronologi yang dipaparkan, terlihat jelas bahwa konflik yang terjadi di Rembang melibatkan banyak sekali aktor. Mulai dari perusahaan, masyarakat, aktivis, LSM dan media. Selain itu kita juga mendapatkan kesimpulan bahwa konflik ini juga bukan hanya berawal dari ekologi, tapi juga berkaitan erat dengan aktor-aktor yang berpengaruh bersamanya. Sebagai contoh, perusahaan
kebijakan. Berbekal izin tersebut dibuatlah infrastruktur karena merasa tidak terlibat dalam pemutusan kebijakan.
Akibatnya, masyarakat pun menyimpulkan adanya ketimpangan kebijakan.
dengan citra yang naif, terlibatnya aktivis, LSM dan media terhadap penguatan konflik sebagai wacana dapat kita lihat sebagai suatu
di medan politik yang antar aktornya selalu memiliki kausalitas. sangat kuat dalam keberlangsungan konflik Rembang ini ke
depannya. Namun sebelum lebih jauh memahami realita
sebagai salah satu penentu fluktuasi konflik.
menderita akibat tambang". Pada tanggal yang sama Alissa Wahid, ibu-ibu. Esoknya tanggal 27 Juni 2014 Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa
Tengah datang ke tenda. Ganjar ingin menyalami ibu-ibu tapi merasa bahwa Ganjar sudah tidak bersama warganya. Ganjar
didampingi ahli masing-masing. Warga di sini diberi kesempatan seminggu untuk mencari ahli. Setelah warga siap dengan ahlinya,
mengabarkan kesiapannya. Joko Priyanto kemudian ditunjuk warga untuk mencari pakar, pada tanggal 28 Juni 2014 Priyanto bertemu Ardi Wibowo dari IPB dan Teguh dari UPN Veteran Yogyakarta. Tanggal 29 Juni 2014 pun warga langsung mengirim
ada. Tanggal 1 Juli 2014, Dr. Surono sebagai Kepala Badan Geologi
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia di wilayah Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih karena fungsinya
sebagai daerah imbuhan air tanah. Surono pun kemudian pihak semen dan warga pada tanggal 7 Juli 2014. Bersamaan di kantor Gubernur. Namun oleh Naryo (salah seorang staff kantor menuju pemilu. Warga pun mengalah. Di dalam, Surono dicecar
dengan banyak argumen yang menjatuhkan argumennya. Pihak PT SI mengaku sudah disetujui warga sekitar untuk mendirikan pabrik
Juni 2013. Pada akhirnya pertemuan tersebut tidak menghasilkan apapun.
dengan kepentingannya untuk negara dan masyarakat.
makro yaitu negara. Berarti pemerintah dan masyarakat dalam mewujudkannya. dapat dilihat secara mikro dan makro. Secara mikro yaitu
kepentingan pribadi yang subjektif berada di balik setiap aktor. Secara makro yaitu nilai-nilai yang sudah dirumuskan dan disepakati bersama secara historis, yaitu nilai-nilai keadilan,
rumusan negara Indonesia dalam wujud Pancasila. Nilai yang
dalam pengambilan kebijakan untuk mencapai tujuan. sebagai penentu kebijakan yang memberikan izin kepada PT Semen
Indonesia (SI) untuk melaksanakan kegiatan pembangunan pabrik
agar dapat dilihat oleh pihak PT SI. Pada pukul 09.00 tindakan kekerasan terjadi. Ibu-ibu yang ingin mendirikan tenda dihalang-halangi oleh preman, polisi dan tentara. Namun polisi
melempar ibu-ibu ke semak-semak hingga pingsan. Murtini, warga Timbrangan dan Suparmi, warga Tegaldowo yang menjadi korban tindakan tersebut. Beberapa warga yang mendokumentasikan aksi
gadungan. Namun, beberapa ibu-ibu berhasil mendokumentasikan aksi kekerasan dan tindakan para polisi. Karena terdesak, warga memutuskan untuk mendirikan tenda di malam hari.
Siang harinya polisi berdatangan lagi dengan truk polisi. Polisi membawa surat penangkapan atas nama tiga orang: Luthfi dari LBH Semarang, Gun Retno dengan tuduhan provokator dari Pati dan Joko Priyanto. Dua truk polisi masuk ke desa dan mencari ketiga orang tersebut, hanya Luthfi yang berhasil ditangkap. Sampai pada malam harinya warga berhasil mendirikan tenda dan diisi oleh ibu-ibu. Polisi yang melihat hal itu mengepung ibu-ibu dengan berbondong-bondong. Ibu-ibu yang ketakutan kemudian menangis dan melakukan wiridan. Mereka bersikeras tidak akan pergi apabila semua aktivitas PT SI tidak dihentikan. Aan, yang juga berasal dari LBH Semarang berhasil bernegosiasi dengan polisi sehingga polisi memutuskan untuk mundur. Semenjak hari itu, tenda perjuangan terus berdiri, meskipun
ditinggalkan. Tanggal 22 Juni 2014 contohnya, Ustadz Ubaidillah menghampiri ibu-ibu yang ada di tenda perjuangan dan
di bulan puasa itu tidak baik menurut hukum agama. Tanggal 26 Juni 2014, Teguh Gunawarman mendatangi tenda ibu-ibu dan menanyakan warga "Apakah ibu-ibu sudah membaca AMDAL atau belum?" Spontan Sukinah, salah seorang warga Tegaldowo,
menutupi tanaman kami". Camat Gunem tersebut kemudian menanyakan kepada ibu-ibu