Belanja Negara
7.3 Belanja Negara
tahun. Upaya Pemerintah untuk mempercepat pembangunan infrastruktur antara lain melalui
Pada tahun 2012 realisasi belanja negara mencapai kemudahan prosedur pelaksanaan kegiatan dan Rp1.481,7 triliun, tumbuh cukup baik yaitu sebesar
pembentukan Tim Evaluasi, Pemantauan, dan 14,4% yoy. Namun, pertumbuhan ini masih lebih
Percepatan Anggaran (TEPPA) terlihat cukup berhasil rendah dibandingkan pertumbuhan tahun lalu
(Grafik 7.3).
sebesar 24,3% yoy. Dari sisi pencapaian target, realisasi belanja negara tahun 2012 hanya mencapai
Berdasarkan perkembangan pos belanja negara, 95,7% dari target, lebih rendah daripada realisasi tahun realisasi tertinggi tercatat pada pos subsidi. Dalam lalu yang mampu mencapai 98,1% dari target (Tabel
rangka menjaga daya beli masyarakat di tengah 7.2). Meski Pemerintah telah melakukan berbagai
tekanan ekonomi global, Pemerintah menganggarkan upaya untuk mempercepat dan meningkatkan
belanja subsidi yang cukup besar dalam APBN-P penyerapan anggaran, berbagai kendala khususnya
2012. Realisasi subsidi secara total melampaui pagu dalam penyerapan belanja modal masih belum dapat
APBN-P sebesar 41,3%. Jumlah nominal subsidi sepenuhnya diatasi.
menembus level Rp300 triliun, menjadi sebesar Rp346,4 triliun atau meningkat 17,3% dibandingkan
Pertumbuhan belanja terutama berasal dari dengan realisas subsidi di tahun 2011. Lebih dari pertumbuhan transfer ke daerah dan subsidi,
separuh jumlah tersebut, atau sebesar Rp211,9 triliun khususnya subsidi BBM. Pertumbuhan transfer ke
(61,2% dari total subsidi), merupakan subsidi BBM daerah menunjukkan keseriusan upaya pemerintah pusat dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi regional sementara pertumbuhan subsidi BBM
Graik 7.3
Pola Penyerapan Triwulanan Belanja Negara
disebabkan oleh peningkatan konsumsi BBM bersubsidi, kenaikan ICP, depreasiasi nilai tukar dan langkah Pemerintah dalam melanjutkan kebijakan subsidi BBM. Relatif terbatasnya pertumbuhan belanja bila dibandingkan dengan pertumbuhan tahun lalu menyebabkan sedikit penurunan porsi belanja negara terhadap PDB dari 9,0% pada tahun 2011 menjadi 8,9% pada tahun 2012. Penurunan serapan belanja negara terhadap target APBN-P disebabkan oleh berbagai faktor seperti moratorium Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), efisiensi belanja barang, dan masih adanya berbagai kendala terkait penyerapan belanja modal.
130 Laporan Perekonomian Indonesia 2012 • BAB 7
Laporan Perekonomian Indonesia 2012 • BAB 7 131
Komposisi Belanja Negara
yang realisasinya melampaui pagu APBN-P hingga 54,2%. Pelampauan ini terjadi akibat kombinasi beberapa faktor, yaitu tidak adanya penyesuaian harga BBM bersubsidi, peningkatan konsumsi BBM bersubsidi, harga minyak yang melampaui asumsi, dan depresiasi nilai tukar. Volume konsumsi BBM tahun 2012 diprakirakan mencapai 45,1 juta kilo liter, melampaui pagu APBN-P sebesar 40 juta kilo liter. Realisasi komponen subsidi energi lain, yaitu subsidi listrik, mencapai Rp94,6 triliun, atau melampaui pagu APBN-P sebesar 45,2%. Hal tersebut disebabkan oleh peningkatan permintaan konsumsi listrik dalam negeri. Pada tahun 2012, Perusahaan Listrik Negara (PLN) telah mengurangi penggunaan BBM sebagai bahan bakar listrik. Di sisi lain, capaian realisasi subsidi nonenergi tampak tidak mengalami perubahan berarti. Capaian subsidi nonenergi masih di bawah target, yaitu hanya sebesar Rp39,9 triliun atau hanya tumbuh 1,6% (yoy) dengan capaian 93,4% dari target, lebih rendah dibandingkan capaian tahun lalu sebesar 93,7%. Capaian terendah terdapat pada realisasi subsidi benih yang hanya mencapai 46,5% dari target. Penyerapan subsidi nonenergi yang rendah juga disebabkan oleh tidak terealisasinya beberapa program terkait kompensasi kenaikan BBM seperti penyaluran raskin dan subsidi bunga untuk sarana dan fasilitasi BBM nonsubsidi (Grafik 7.4).
Pos belanja lain yang juga meningkat adalah belanja modal. Pangsa realisasi belanja modal meningkat, meskipun masih jauh lebih kecil dibandingkan pangsa belanja subsidi, sebesar 23,4%. Penyerapan belanja modal tertinggi terjadi pada semester I 2012 namun kemudian semakin melambat pada semester II 2012. Secara keseluruhan, capaian pada tahun 2012 sebesar 79,6% dari target APBN-P lebih rendah dari capaian pada tahun 2011 sebesar 83,6%. Penurunan penyerapan belanja modal dari target APBN-P masih terkendala oleh berbagai hambatan struktural seperti permasalahan pengadaan/pembebasan lahan, hambatan institusional berupa reorganisasi dan kendala kelengkapan administratif dalam pengajuan anggaran, serta sikap terlalu berhati-hati dalam mencairkan anggaran, sehingga menyebabkan penumpukan anggaran di akhir tahun (Grafik 7.5).
Realisasi belanja pegawai, belanja barang, dan bantuan sosial, yang merupakan komponen konsumsi pemerintah pusat dalam perhitungan PDB, mengalami pertumbuhan meski masih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan tahun lalu. Realisasi penyerapan ketiga jenis belanja tersebut terhadap target APBN-P juga mencatatkan penurunan dibandingkan tahun lalu. Lebih rendahnya penyerapan belanja pegawai dari targetnya disebabkan oleh moratorium CPNS yang telah
Graik 7.4 Perkembangan Subsidi Graik 7.5 Graik 7.4 Perkembangan Subsidi Graik 7.5
Graik 7.6
Perkembangan Transfer ke Daerah
Desember 2012. Sementara itu, lebih rendahnya penyerapan belanja barang terutama disebabkan oleh keberhasilan program optimalisasi dan efisiensi, khususnya dalam perjalanan dinas. Realisasi komponen konsumsi pemerintah pusat lain dalam perhitungan PDB, yaitu belanja lain, secara nominal maupun penyerapan lebih rendah dibandingkan realisasi tahun 2011. Hal tersebut disebabkan oleh tidak terealisasinya berbagai program kompensasi kenaikan harga BBM bersubsidi seperti Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) seiring pilihan Pemerintah untuk melanjutkan kebijakan subsidi BBM.
Dari sisi pembayaran bunga utang, realisasi yang lebih rendah dari pagu disebabkan penurunan rata-rata
Transfer ke daerah, khususnya dalam bentuk Dana suku bunga SBN, yang terkait dengan perolehan
Alokasi Umum (DAU), memiliki peran yang semakin predikat investment grade yang telah diperoleh
besar pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Indonesia dari Fitch, Moody’s dan R&I pada tahun
(APBD). Namun, peningkatan DAU tersebut lebih 2011 dan 2012. Realisasi rata-rata suku bunga SPN
banyak dialokasikan untuk belanja pegawai. Pada
3 bulan berada di bawah prakiraan asumsi makro tahun 2012, secara rata-rata alokasi belanja pegawai APBN-P yaitu hanya 3,2% (Tabel 7.1).
di daerah mencapai 40,7% dari APBD. Di beberapa daerah tertentu bahkan belanja pegawai memiliki
Belanja Pemda alokasi yang sangat besar terhadap keseluruhan
belanja (hampir mencapai 60%). Dibandingkan Komponen belanja negara yang meningkat paling
dengan total belanja, pangsa belanja pegawai signifikan pada tahun 2012 adalah transfer ke daerah.
menunjukkan peningkatan di seluruh wilayah realisasi transfer ke daerah meningkat dari 31,8%
(Grafik 7.7). Sebaliknya, pangsa belanja modal dalam pada tahun 2011 menjadi 32,4% dari total belanja, mempertegas arah peningkatan perimbangan
Graik 7.7
Pangsa Belanja Pegawai Terhadap
alokasi anggaran kepada daerah, sejalan dengan
Total Belanja
semangat kebijakan otonomi daerah 4 (Grafik 7.6).
Kenaikan transfer khususnya terjadi untuk kawasan Jawa dan KTI. Kenaikan alokasi transfer tersebut didorong oleh adanya pemekaran struktur organisasi dan peningkatan program pembangunan serta pendapatan SDA di daerah.
4 Kebijakan desentralisasi fiskal yang tertuang dalam UU No. 25/1999 tentang Fiskal Desentralisasi merupakan salah satu cara mengatasi ketimpangan antara pusat dan daerah dan ketimpangan antar daerah.
132 Laporan Perekonomian Indonesia 2012 • BAB 7
APBD relatif rendah dan tidak banyak mengalami menyebabkan kenaikan pendapatan daerah pada perubahan, bahkan di sebagian besar wilayah justru
tahun 2012. Peningkatan pendapatan Pemerintah cenderung menurun. Hanya sebagian wilayah
Daerah terjadi di seluruh kawasan sejalan dengan Kalimantan dan Jakarta yang menganggarkan belanja
pertumbuhan ekonomi dan ekspansi PAD dari pajak modal hingga 30% dari APBD pada tahun 2012 (Grafik
dan retribusi. PAD yang meningkat terutama terjadi di 7.8).
kawasan Jawa dan KTI, dimana sumber penerimaan pajak dan retribusi daerah didukung oleh sektor
utama kawasan. Di kawasan Jawa, peningkatan besarnya alokasi Dana Alokasi Umum (DAU) dan
Merujuk pada kajian Bank Indonesia di 2012 5 ,
pajak dan retribusi berasal dari sektor konstruksi, belanja pegawai memiliki hubungan yang positif
sektor pengangkutan, sektor perdagangan, dengan kenaikan pendapatan perkapita walaupun
hotel dan restoran serta sektor jasa. Selain itu, dengan level korelasi yang kecil. Hal itu ditunjukkan
kuatnya konsumsi rumah tangga juga mendukung oleh pola sebaran alokasi DAU yang terkonsentrasi di
penerimaan pajak di kawasan Jawa, terutama dari sejumlah daerah yang memiliki pangsa alokasi belanja penjualan kendaraan bermotor. Adapun di KTI, pegawai yang besar, meskipun tidak selalu diikuti
penerimaan pajak dan retribusi didorong oleh laju dengan peningkatan pendapatan perkapita di daerah
pertumbuhan sektor pertambangan (Grafik 7.9). tersebut. Bahkan terdapat daerah yang menerima alokasi DAU cukup besar namun relatif tidak
Secara total, realisasi belanja daerah pada tahun mengalami kenaikan pendapatan perkapita. Selain
2012 mengalami sedikit perbaikan didukung oleh DAU, faktor urbanisasi dan aglomerasi (interaksi
upaya percepatan penyerapan anggaran yang antar daerah) juga signifikan memengaruhi kegiatan
dikoordinasikan oleh tim dibawah Unit Kerja ekonomi daerah.
Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) meski masih terdapat indikasi
Selain karena kenaikan alokasi transfer ke daerah, pemanfaatan yang belum optimal. Realisasi belanja kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) juga turut
daerah pada 2012 lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya namun masih berada di bawah rata-rata kinerja selama lima tahun terakhir. Hal ini tampak dari
5 Kajian Peran Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan
penurunan rasio posisi mutasi rekening pemda di
Ekonomi Daerah, Grup Riset Ekonomi Departemen Riset
bank umum dibandingkan dengan realisasi transfer
Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia, 2012.
Graik 7.8 Pangsa Belanja Modal Terhadap
Graik 7.9
PAD per Kawasan
Total Belanja
Laporan Perekonomian Indonesia 2012 • BAB 7 133
134 Laporan Perekonomian Indonesia 2012 • BAB 7
Realisasi defisit tahun 2012 berada di bawah target APBN-P, namun untuk pertama kalinya keseimbangan primer telah mencapai posisi negatif. Meski realisasi defisit tahun 2012 lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi tahun 2011, namun capaian defisit sebesar 1,8% PDB masih tergolong moderat. Peningkatan defisit lebih disebabkan oleh capaian penerimaan yang berada di bawah target APBN-P dibandingkan dengan capaian tahun lalu yang melampaui target APBN-P. Berdasarkan data historis, realisasi defisit cenderung berada di bawah target. Dengan capaian defisit hanya sebesar 76,8% dari target dan capaian pembiayaan sebesar 94,7% dari target, terdapat Sisa Lebih Pembiayan Anggaran (SILPA) sebesar Rp34 triliun.
Perlu dicermati bahwa untuk pertama kalinya, keseimbangan primer mencatatkan posisi negatif. Keseimbangan primer adalah rasio yang hanya menggambarkan upaya fiskal pada periode tersebut karena keseimbangan primer mengeluarkan biaya bunga yang besarnya ditentukan oleh kebijakan fiskal pada periode-periode lalu. Di tengah rasio utang terhadap PDB yang masih moderat, keseimbangan primer yang negatif menggambarkan bahwa penerimaan tahunan pemerintah tidak mampu membiayai belanja murni di tahun 2012 dan memberikan sinyal perlunya kewaspadaan akan kesinambungan fiskal.
Capaian pembiayaan dalam negeri tercatat di atas target, yaitu sebesar 102,4%, sementara realisasi pembayaran pembiayaan luar negeri jauh melampaui target yaitu sebesar 431,6%. Sepanjang tahun 2012, Pemerintah melakukan pembayaran pokok utang luar negeri sebesar Rp51,2 triliun atau 102,9% dari target Rp49,7 triliun, sementara penarikan pinjaman luar negeri baru (bruto) hanya sebesar Rp34,2 triliun atau 63,6% dari target. Dari capaian tersebut, tampaknya Pemerintah cenderung menitikberatkan penggunaan
ke daerah meski saldo rekening pemda di bank umum masih terus meningkat. Saldo total rekening Pemerintah Daerah di bank umum pada akhir Desember 2012 mencapai Rp99 triliun, atau naik Rp18,7 triliun dari posisi akhir tahun 2011. Dengan transfer ke daerah yang telah terealisasi sebesar Rp411,1 triliun, maka dana dari Pemerintah Pusat yang belum digunakan oleh Pemda di bank umum per Desember 2012 hanya sebesar 4,6%, turun dari posisi tahun 2011 sebesar 5,3%. Rasio belanja pemda terhadap dana perimbangan mencapai 95,4%, lebih tinggi dari posisi Desember tahun lalu sebesar 94,7% namun masih di bawah rata-rata tahunan selama 5 tahun terakhir sebesar 98,5% (Grafik 7.10).
Berbagai permasalahan penyerapan anggaran di daerah terutama terkait dengan mekanisme dan proses pengadaan. Sementara permasalahan pada realisasi belanja modal bersumber dari sulitnya proses pengadaan lahan dan administrasi pelaksanaan proyek. Realisasi belanja modal daerah pada tahun 2012 juga relatif lebih baik walaupun belum sepenuhnya mampu mendukung pembiayaan pembangunan infrastruktur publik yang dinilai strategis di daerah.
Graik 7.10
Perkembangan Rasio Belanja Pemda Terhadap Dana Perimbangan