Kebijakan Sistem Pembayaran Kebijakan Sistem Pembayaran
10.3 Kebijakan Sistem Pembayaran 10.3 Kebijakan Sistem Pembayaran
sebagai penyelenggara STKE. Selanjutnya, Bank Indonesia senantiasa memperkuat aspek hukum
Dengan perkembangan teknologi sistem dalam penyelenggaraan sistem pembayaran di pembayaran, kebijakan Bank Indonesia di bidang
Indonesia dalam rangka menjamin perlindungan sistem pembayaran selalu mengedepankan
konsumen pengguna jasa sistem pembayaran, aspek keamanan, eisiensi, perluasan akses, dan
melalui penyusunan dan penyempurnaan ketentuan perlindungan konsumen. Terselenggaranya sistem
Bank Indonesia yang mengatur mengenai sistem pembayaran yang aman dan eisien merupakan faktor pembayaran. penting untuk mendukung aktivitas perekonomian, stabilitas sistem keuangan, dan pelaksanaan kebijakan
Kebijakan penguatan infrastruktur untuk moneter. Selanjutnya, perluasan akses dalam
meningkatkan keamanan dan eisiensi dalam sistem pembayaran dapat mendorong terwujudnya
penyelenggaraan sistem pembayaran dilakukan Bank program keuangan inklusif bagi lapisan masyarakat
Indonesia dengan melakukan persiapan implementasi yang belum terjangkau oleh layanan perbankan.
Sistem BI-RTGS/BI-SSSS Generasi II. Pengembangan Aspek perlindungan konsumen merupakan
ini dilakukan untuk mengimbangi tren peningkatan faktor yang tidak kalah pentingnya dalam upaya
jumlah transaksi BI-RTGS dan BI-SSSS sejalan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap
dengan perkembangan ekonomi. Selain itu, sistem pembayaran, khususnya kepercayaan
pengembangan ini juga dilakukan sebagai persiapan terhadap berbagai instrumen pembayaran yang
untuk mengantisipasi konektivitas Sistem BI-RTGS semakin beragam dan inovatif. Selain itu, Bank
dan BI-SSSS dengan infrastruktur sistem keuangan Indonesia terus berupaya meningkatkan layanan
lainnya, baik domestik maupun internasional. Selain pengelolaan rekening Pemerintah untuk mendukung
itu, dengan pengembangan ini diharapkan akan dan memudahkan koordinasi kebijakan iskal dan
tercapai peningkatan kemampuan mitigasi risiko moneter.
dalam penyelenggaraan sistem pembayaran sehingga dapat berjalan secara aman dan eisien. Eisiensi
Kebijakan Bank Indonesia di bidang sistem dalam penyelenggaraan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS pembayaran ditempuh melalui penguatan
Generasi II nantinya, tidak hanya dari sisi penggunaan infrastruktur dan terus mengupayakan interkoneksi
likuiditas tetapi juga dari sisi infrastuktur sistem yang serta perluasan akses sistem pembayaran dalam
digunakan. Dalam rangka persiapan implementasi upaya untuk meningkatkan keamanan dan eisiensi
tersebut, selama periode laporan, Bank Indonesia penyelenggaraan sistem pembayaran. Berbagai
telah melakukan pengembangan infrastruktur sistem, Kebijakan Bank Indonesia terkait penguatan
sosialisasi kepada seluruh peserta Sistem BI-RTGS dan infrastruktur meliputi pengembangan Sistem Bank
BI-SSSS mengenai aspek bisnis dan teknis, koordinasi Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)
internal Bank Indonesia untuk penyusunan ketentuan dan Bank Indonesia Scripless Securities Settlement
mengenai Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II. System (BI-SSSS) Generasi II, interkoneksi sistem pembayaran ritel melalui pengembangan Gerbang
Kebijakan untuk peningkatan keamanan juga Pembayaran Nasional (National Payment Gateway-
dilakukan melalui persiapan implementasi standar NPG), interkoneksi penyelenggaraan uang elektronik,
nasional kartu ATM/Debet menggunakan teknologi serta persiapan implementasi standar nasional kartu
chip dan Personal Identiication Number (PIN) paling ATM/Debet berbasis chip secara bertahap. Perluasan
kurang 6 (enam) digit. Penggunaan standar nasional akses sistem pembayaran dilakukan Bank Indonesia
kartu ATM/Debet dengan menggunakan teknologi melalui implementasi Sistem Transfer Kredit Elektronik chip ditargetkan dapat diterapkan secara menyeluruh
206 Laporan Perekonomian Indonesia 2012 • BAB 10
Bank Indonesia juga terus mendorong interkoneksi dalam penyelenggaraan sistem pembayaran. Dengan interkoneksi sistem pembayaran, masyarakat tidak harus memiliki banyak alat pembayaran menggunakan kartu (APMK) dan uang elektronik, karena hanya dengan satu kartu atau uang elektronik, masyarakat dapat melakukan kegiatan pembayaran dan transfer dana melalui berbagai alternatif infrastruktur sistem pembayaran yang ada. Dari sisi industri, interkoneksi infrastruktur sistem pembayaran akan meningkatkan eisiensi biaya investasi. Pada tahap awal pengembangan NPG, Bank Indonesia memfasilitasi interkoneksi ATM Bank Mandiri dan BCA. Dengan terkoneksinya infrastruktur ATM kedua bank tersebut, maka jaringan layanan sistem pembayaran menjadi semakin luas sehingga mempermudah masyarakat untuk melakukan transaksi secara lebih cepat dan eisien. Pada gilirannya sinergi kedua bank tersebut diharapkan dapat meningkatkan daya saing industri sistem
pada akhir 2015. Teknologi chip dinilai mampu pembayaran dalam menghadapi era persaingan mengurangi kejahatan (fraud) yang dilakukan melalui
global.
infrastruktur sistem kartu ATM/Debet, yang antara lain dilakukan dengan metode skimming. Kebijakan
Upaya lain yang dilakukan Bank Indonesia untuk ini juga ditujukan untuk memberikan perlindungan
peningkatan eisiensi dalam penyelenggaraan kepada masyarakat pengguna kartu ATM/Debet.
sistem pembayaran ritel adalah melalui kebijakan Selama periode laporan, Bank Indonesia telah
pengembangan interkoneksi dalam penyelenggaraan memfasilitasi terbentuknya lembaga sertiikasi yang
uang elektronik. Selama periode laporan, Bank akan memberikan akreditasi bagi pihak-pihak yang
Indonesia telah berkoordinasi dengan Kementerian terlibat dalam implementasi standar nasional kartu
BUMN dan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan ATM/Debet dengan menggunakan teknologi chip.
dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Dari koordinasi tersebut disepakati agar pengembangan
Dalam upaya meningkatkan eisiensi dalam interkoneksi dalam penyelenggaraan uang elektronik penyelenggaraan sistem pembayaran ritel, Bank
menjadi program nasional. Salah satu sektor yang Indonesia terus mendorong interkoneksi infrastruktur
akan memperoleh manfaat dari interkoneksi tersebut sistem pembayaran ritel melalui pengembangan
adalah sektor transportasi yang secara massal NPG. NPG akan membantu pemantauan risiko
digunakan oleh masyarakat .
penyelenggaraan sistem pembayaran dan akan membentuk database sistem pembayaran ritel secara
Masih dalam rangka eisiensi, Bank Indonesia nasional yang dapat mendukung pengambilan
melakukan penyempurnaan Sistem Bank Indonesia keputusan bagi otoritas. Kebijakan interkoneksi
Government e-Banking (BIG-eB) untuk meningkatkan infrastruktur sistem pembayaran tersebut bertujuan
layanan dalam pengelolaan rekening Pemerintah. untuk memudahkan masyarakat dalam melakukan
Selama periode laporan, Bank Indonesia telah kegiatan pembayaran dan transfer dana.
berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan
Laporan Perekonomian Indonesia 2012 • BAB 10 207 Laporan Perekonomian Indonesia 2012 • BAB 10 207
Berbagai kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia di – Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB)
bidang sistem pembayaran selalu mengedepankan untuk melakukan tahapan persiapan implementasi
aspek perlindungan konsumen dalam upaya penyempurnaan Sistem BIG-eB. Sistem BIG-eB
menjaga kepercayaan masyarakat pengguna jasa merupakan sarana layanan on-line banking yang
sistem pembayaran. Selama periode laporan, disediakan oleh Bank Indonesia untuk mendukung
penyempurnaan ketentuan APMK dilakukan Bank kebutuhan Kementerian Keuangan. Adapun
Indonesia dengan menerbitkan Peraturan Bank tahapan pengembangan yang dilakukan adalah
Indonesia (PBI) No.14/2/PBI/2012 tanggal 6 Januari mengakomodasi interkoneksi dengan Sistem
2012 tentang Perubahan atas PBI No.11/11/PBI/2009 Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN). Selain
tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran membantu dalam pengelolaan rekening pemerintah,
Menggunakan Kartu (PBI APMK) dan Surat Edaran penyempurnaan Sistem BIG-eB sekaligus juga
Bank Indonesia (SEBI) No.14/17/DASP tanggal 7 meningkatkan eisiensi dalam manajemen likuiditas
Juni 2012 perihal Perubahan SEBI No.11/10/DASP Pemerintah karena seluruh data mutasi dan posisi
perihal Penyelenggaraan Kegiatan APMK. Pokok- saldo rekening pemerintah secara real time dapat
pokok materi perubahan yang dimuat dalam PBI dan digunakan untuk mendukung kebijakan iskal yang
SEBI tersebut antara lain meliputi pengaturan batas akan ditempuh pemerintah.
maksimum suku bunga kartu kredit, pengaturan persyaratan dalam pemberian fasilitas kartu kredit
Untuk meningkatkan kesetaraan akses dalam sistem (batas minimum usia, batas minimum pendapatan, pembayaran, Bank Indonesia turut aktif dalam
batas maksimum plafon kredit, dan jumlah pengembangan sistem transfer kredit elektronik
maksimum penerbit yang dapat memberikan fasilitas (STKE). Pada tahun 2012, 18 BPR di wilayah Jawa
kartu kredit), serta penerapan prinsip kehati-hatian Timur, baik untuk kepentingan BPR sendiri maupun
dan transparansi (penyeragaman pola perhitungan nasabah, telah dapat memanfaatkan layanan sistem
bunga kartu kredit serta pengenaan biaya dan denda, pembayaran yang cepat dan aman dengan biaya
pengaturan kerjasama dengan pihak lain, khususnya relatif murah melalui STKE. STKE dikembangkan
yang terkait dengan penagihan utang kartu kredit). oleh Bank Jatim sebagai bank pengayom BPR (APEX BPR) di wilayah Jawa Timur bekerjasama dengan
Menindaklanjuti kebijakan pembatasan kepemilikan Bank Indonesia. STKE merupakan suatu sistem yang
kartu kredit, Bank Indonesia juga telah menerbitkan digunakan dalam penyelenggaraan transfer dana
SEBI No.14/27/DASP tanggal 25 September 2012
208 Laporan Perekonomian Indonesia 2012 • BAB 10
Laporan Perekonomian Indonesia 2012 • BAB 10 209
perihal Mekanisme Penyesuaian Kepemilikan Kartu Kredit. SEBI ini mewajibkan penerbit kartu kredit melakukan penyesuaian kepemilikan kartu kredit, khususnya yang dimiliki pemegang kartu kredit yang berpendapatan antara Rp3 juta – Rp10 juta tiap bulan. Sementara itu, terkait pembatasan suku bunga kartu kredit, Bank Indonesia menerbitkan SEBI No.14/34/ DASP tanggal 27 November 2012 perihal Batas Maksimum Suku Bunga Kartu Kredit.
Selain ketentuan terkait APMK, Bank Indonesia juga telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia No.14/3/PBI/2012 tanggal 29 Maret 2012 tentang Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank. Ketentuan ini merupakan tindak lanjut dari amanat dalam Undang- Undang No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dan mengatur mengenai penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT) yang harus diterapkan oleh penyelenggara jasa sistem pembayaran.