4 Penguatan JIBOR Sebagai Suku Bunga Acuan PUAB
Boks 9.4 Penguatan JIBOR Sebagai Suku Bunga Acuan PUAB
Pasar Uang Antar Bank (PUAB) merupakan media Berangsur JIBOR telah mulai dapat dijadikan suku pertamabagi transmisi kebijakan moneter. Melalui
bunga acuan yang kredibel dan digunakan pada transaksi PUAB yang sebagian besar berjangka
banyak transaksi keuangan di Indonesia, sehingga pendek, sinyal kebijakan dari BI Rate ditransmisikan
mendorong pendalaman pasar keuangan domestik. ke suku bunga instrumen lainnya ke pasar
Kredibiltas JIBOR akan mendorong pengembangan keuangan. Pembentukan harga di PUAB merupakan
PUAB terutama untuk transaksi dengan tenor di atas permasalahan utama dalam pengembangan
satu bulan yang saat ini transaksinya sangat kecil dan pasar yang efisien. Atas dasar hal tersebut pelaku
tidak memiliki acuan/indikasi suku bunga. pasar uang dan otoritas memerlukan acuan suku bunga yang kredibel dan dapat digunakan sebagai
Saat ini JIBOR terdiri atas dua mata uang yakni referensi/indikasi suku bunga yang diterima baik dari
rupiah dan dolar Amerika Serikat (AS) dengan sisi bank peminjam maupun bank pemberi.
masing-masing terdiri dari enam tenor, yakni satu hari, satu minggu, satu bulan, tiga bulan, enam
Salah satu upaya untuk membentuk acuan suku bulan, dan 12 bulan. Lengkapnya acuan suku bunga bunga adalah dibentuknya Jakarta Interbank Ofered
di berbagai tenor dapat mendorong pelaku pasar Rate (JIBOR) pada tahun 1993. Namun sejak
untuk menciptakan instrumen pasar uang lain yang pembentukan tersebut, JIBOR belum cukup kredibel
berbasis suku bunga. Menciptakan benchmark untuk digunakan sebagai suku bunga acuan. Setelah
suku bunga bagi transaksi derivatif dan transaksi sempat disempurnakan pada tahun 2005, kembali
yang berbasis loating rates. Membantu bank dalam dilakukan penyempurnaan pada 7 Februari 2011 dan
menentukan suku bunga pinjaman dan deposito dilanjutkan penerbitan Surat Edaran Bank Indonesia
bagi nasabah prima, dan membantu pembentukan No.14/39/DPM tanggal 28 Desember 2012
benchmark untuk pasar obligasi.
perihal Laporan Harian Bank Umum (LHBU) yang ketentuannya mulai berlaku pada 11 Februari 2013.
Melalui penyempurnaan yang berkesinambungan, Bank Indonesia kembali melakukan penyempurnaan
JIBOR diharapkan dapat bervvperan terhadap JIBOR dengan mengacu kepada best practices
pendalaman pasar keuangan domestik, stabilitas internasional untuk meningkatkan kredibilitas
sistem keuangan, dan peningkatan efektivitas JIBOR tersebut. Bank Indonesia berinisiasi untuk
kebijakan moneter. Berbagai upaya penyempurnaan membangun kembali kredibilitas JIBOR melalui
terkait JIBOR akan terus dikomunikasikan kepada upaya penyempurnaan baik dari sisi input maupun
pelaku pasar dan publik dalam rangka membangun outputnya. Dari sisi input, upaya tersebut dilakukan
awareness dan komitmen bersama sebagai bagian melalui pemilihan dan penetapan bank yang kredibel
dari upaya menjadikan JIBOR sebagai suku bunga menjadi kontributor data JIBOR, pemantauan
acuan yang kredibel di pasar uang domestik. waktu pelaporan dan validitas data. Sementara itu dari sisi outputnya, Bank Indonesia melakukan penyempurnaan metode penghitungan dan penyebarluasan informasi yang cepat dan efisien. Informasi data JIBOR yang semula hanya dapat diakses melalui terminal Sistem Laporan Harian Bank Umum (LHBU) Bank Indonesia, Thomson Reuters dan Bloomberg, saat ini diperluas dan dapat diakses oleh seluruh masyarakat melalui website Bank Indonesia.
Laporan Perekonomian Indonesia 2012 • BAB 9 195
Bab 10
Kebijakan Makroprudensial, Mikroprudensial dan Sistem Pembayaran
Kebijakan Makroprudensial, Mikroprudensial dan Sistem Pembayaran
198 Laporan Perekonomian Indonesia 2012 • BAB 10
D keuangan, memperkuat ketahanan perbankan dan
alam tahun 2012, Bank Indonesia menempuh berbagai kebijakan yang bertujuan untuk menjaga stabilitas sistem
mendorong fungsi intermediasi yang didukung penguatan sistem pembayaran.
Kebijakan makroprudensial yang ditempuh meliputi ketentuan LTV dan trust, sementara kebijakan mikroprudensial mencakup penguatan aspek permodalan bank. Sementara itu, kebijakan di bidang sistem pembayaran ditujukan untuk meningkatkan keandalan, keamanan dan efisiensi sistem pembayaran, perluasan akses serta perlindungan konsumen. Langkah ini juga didukung oleh upaya untuk memastikan ketersediaan uang tunai layak edar.
Laporan Perekonomian Indonesia 2012 • BAB 10 199
200 Laporan Perekonomian Indonesia 2012 • BAB 10
Respons kebijakan makroprudensial bertujuan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendukung keseimbangan eksternal. Ketentuan mengenai Loan to Value dan Down Payment bertujuan untuk mengurangi peningkatan risiko kredit yang disebabkan pertumbuhan KPR dan KKB yang cukup pesat. Melalui ketentuan ini diharapkan mengurangi risiko peningkatan NPL. Bank Indonesia juga mengeluarkan ketentuan mengenai kegiatan usaha bank berupa penitipan dengan pengelolaan (trust) yang diharapkan berdampak positif terhadap stabilitas pasokan devisa ke pasar domestik, meningkatkan daya saing, serta penciptaan pasar keuangan yang aktif dan sehat.
Pada tahun 2012, perekonomian Indonesia dihadapkan oleh risiko meningkatnya ketidakseimbangan eksternal. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh ekspor yang menurun tajam. Sementara itu, permintaan domestik tetap tumbuh tunggi, sehingga meningkatkan tekanan NPI.
Permintaan domestik yang cukup kuat, antara lain didukung oleh akselerasi pertumbuhan kredit
khususnya di sektor konsumsi, yang didominasi oleh Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), Kredit Kepemilikan Apartemen (KPA) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) melebihi pertumbuhan kredit agregat. Pertumbuhan KPR dan KPA yang tinggi jika tidak dikendalikan akan meningkatkan risiko kredit. Sementara itu, ketentuan mengenai uang muka dilatarbelakangi kecenderungan peningkatan NPL KKB. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi negatif antara jumlah uang muka dan NPLs KKB. KKB dengan DP rendah cenderung memiliki NPL yang tinggi, demikian juga sebaliknya.
Tingginya pertumbuhan kredit di kedua sektor tersebut menjadi salah satu faktor pendorong kuatnya permintaan domestik. Pertumbuhan kredit yang terlalu cepat jika tidak dikelola dengan baik berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi makro dan sistem keuangan. Terkait dengan hal tersebut, untuk meningkatkan kehati-hatian bank dalam pemberian KPR dan KKB serta untuk memperkuat ketahanan sektor keuangan, Bank Indonesia menerbitkan ketentuan mengenai Loan to Value (LTV) dan uang muka (Down Payment) yang berlaku pada
Juni 2012 1 (Boks 10.1). Ketentuan tersebut bertujuan untuk mengurangi peningkatan risiko kredit yang berlebihan yang disebabkan tingginya pertumbuhan KPR, KPA dan KKB. Pertumbuhan KPR yang terlalu tinggi berpotensi memicu terjadinya bubble akibat akselerasi peningkatan harga properti sehingga dapat meningkatkan risiko kredit. Implementasi ketentuan LTV dan DP dilakukan melalui masa transisi selama tiga bulan untuk memberikan kesempatan kepada bank melakukan penyesuaian Standard Operating Procedures (SOP), sosialisasi, serta penyesuaian pelaporan ke Bank Indonesia. Selain ditujukan untuk bank umum konvensional, ketentuan LTV dan DP juga diberlakukan untuk bank umum syariah dan perusahaan pembiayaan guna menghindari
1 Ketentuan ini tertuang dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.14/10/DPNP tanggal 15 Maret 2012 tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang melakukan pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor.