1 Penyumbang Utama Inlasi Administered Prices
Tabel 6.1 Penyumbang Utama Inlasi Administered Prices
Graik 6.18 Pola Inlasi Cabai Merah
Komoditas
Inlasi Kontribusi (Persen, yoy)
(Persen, yoy)
Inlasi
Rokok Kretek Filter
Rokok Kretek
Bahan Bakar Rumah Tangga
Rokok Putih
Tarif Parkir
Sumber : BPS
bertahap yang awalnya dikhususkan untuk kendaraan dinas wilayah Jabodetabek, efektif per 1 Juni 2012,
tersebut terpantau belum memberikan dampak inflasi yang kemudian dilanjutkan pada tahap selanjutnya yang signifikan (Grafik 6.17). Koreksi harga produk
untuk kendaraan dinas wilayah Jawa dan Bali yang hortikultura domestik yang didukung peningkatan
menggunakan jenis bensin premium serta mobil produksi domestik, dapat mengimbangi tekanan
barang yang menggunakan kegiatan perkebunan dan harga dari pengurangan pasokan impor. Salah satu
pertambangan untuk jenis Minyak Solar. komoditas hortukultura yang harganya turun cukup tajam adalah cabai merah (Grafik 6.18). 17 Program konversi minyak tanah ke gas elpiji tabung tiga kg yang masih berlanjut mendukung inflasi yang lebih stabil. Lanjutan program konversi minyak tanah ke gas elpiji di tahun 2012 mencakup Provinsi
6.3 Perkembangan Inlasi
Sumatera Barat, Bangka Belitung, Kalimantan Tengah,
Administered Prices
Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Semenjak
Inflasi administered prices stabil di level yang rendah
yaitu 2,66% (yoy). Pada tahun 2012, inflasi pada Inlasi Bahan Bakar Rumah Tangga kelompok ini terutama disumbang oleh rokok (Tabel
Graik 6.19
6.1). Kebijakan pemerintah mempertahankan harga BBM bersubsidi berpengaruh pada minimalnya inflasi administered prices. Untuk mengendalikan konsumsi BBM bersubsidi yang terus meningkat, pemerintah melakukan berbagai langkah penghematan penggunaan BBM bersubsidi. Pengendalian penggunaan BBM bersubsidi dilakukan secara
17 Cabai merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki bobot paling besar dalam perhitungan inflasi IHK.Pada tahun 2012, cabai merah mengalami deflasi hingga 50%.
116 Laporan Perekonomian Indonesia 2012 • BAB 6 116 Laporan Perekonomian Indonesia 2012 • BAB 6
dari 3,9% ke 3,2%. Inflasi headline Malaysia pada stabil didukung kesinambungan pasokan gas yang
tahun 2012 tercatat rendah yaitu 1,3%, sementara semakin baik (Grafik 6.19).
inflasi headline Thailand dan Filipina, masing-masing sebesar 3,6% dan 4,1%.
Kebijakan administered prices lainnya juga berdampak minimal. Kebijakan-kebijakan tersebut
Inflasi Indonesia masih lebih tinggi terutama untuk antara lain penyesuaian harga terkait transportasi
kelompok bahan makanan. Dibandingkan dengan seperti tarif kereta api, tarif tol dan tarif parkir, serta
inflasi bahan makanan Malaysia, Thailand dan Filipina kebijakan cukai rokok.
yang pada tahun 2012 masing-masing sebesar 1,3%, 4% dan 2,3%, inflasi bahan makanan di Indonesia yang mencapai 5,68% (yoy) masih tergolong tinggi (Grafik 6.21). Harga bahan makanan di Indonesia
6.4 lebih tinggi dan fluktuatif karena gangguan pasokan Inlasi Indonesia dan Negara Kawasan dan distribusi yang lebih sering terjadi dibandingkan
dengan negara-negara di kawasan. Kondisi geografis Indonesia berupa negara kepulauan dengan wilayah
yang luas dan ketergantungan yang tinggi terhadap tahun terakhir, meskipun relatif masih lebih tinggi
Inflasi Indonesia turun cukup tajam dalam beberapa
pasokan antardaerah yang satu dengan yang lain dibandingkan dengan negara kawasan. Dalam lima
menyebabkan kesinambungan pasokan di Indonesia tahun terakhir inflasi IHK atau headline Indonesia
lebih rentan terhadap gangguan distribusi. turun dari 6,6% di tahun 2006 menjadi 4,3% di tahun 2012 (Grafik 6.20). Penurunan inflasi secara signifikan
Kesinambungan proses disinflasi perlu didukung oleh terjadi pada kelompok bahan makanan dari 10,7%
kebijakan terutama untuk menjaga kesinambungan di tahun 2006 menjadi 5,7% pada tahun 2012. 18 pasokan dan stabilitas harga. Fluktuasi harga pangan perlu diminimalkan dengan menjaga kesinambungan pasokan pangan melalui peningkatan produksi,
18 Inflasi bahan makanan Indonesia menggunakan data inflasi bahan makanan BPS. Inflasi bahan makanan negara kawasan
kecukupan cadangan pangan dan manajemen
menggunakan data CEIC.
Graik 6.20 Inlasi Headline Negara Kawasan
Graik 6.21
Inlasi Bahan Makanan Negara Kawasan
Sumber: CEIC
Laporan Perekonomian Indonesia 2012 • BAB 6 117 Laporan Perekonomian Indonesia 2012 • BAB 6 117
tahun 2013, 2014 dan 2015 19 .
19 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 66/PMK.011/2012 tanggal 30 April 2012 tentang Sasaran Inflasi untuk Tahun 2013, 2014 dan 2015.
118 Laporan Perekonomian Indonesia 2012 • BAB 6
Boks 6.1 Memahami Ketahanan Pangan di Indonesia Melalui Pendekatan Model Panel Data Spasial
Pemahaman terhadap status/kondisi ketahanan interdependensi dapat mengakibatkan hasil estimasi pangan di suatu wilayah/negara mempunyai
yang bias dan tidak konsisten (Anselin, 2006). peranan yang sangat krusial bagi pengambil
Menggunakan data 26 propinsi dari Triwulan I/2002 kebijakan dan masyarakat. Namun demikian, hingga
hingga Triwulan IV/2010, Model Panel Data Spasial saat ini di Indonesia belum ada studi formal untuk
menghasilkan estimasi koefisien otokorelasi spasial mengkaji status ketahanan pangan dimaksud.
yang bertanda positif dan secara statistik signifikan Adapun metode konvensional yang ada yaitu
untuk kelima komoditas yang dikaji. Temuan Neraca Bahan Makanan memiliki isu terkait perkiraan
tersebut menunjukkan kuatnya co-movement harga yang terlalu tinggi terhadap data pasokan pangan
komoditas antar daerah dimana apabila terjadi dan perkiraan yang terlalu rendah terhadap data
perubahan harga komoditas di suatu daerah akan permintaannya (Rosner dan McCulloch, 2008).
berdampak pada perubahan harga komoditas di Oleh karena itu, pendekatan alternatif dengan
daerah lain dengan arah yang sama. Selanjutnya, menggunakan informasi harga dalam menganalisis
dengan membandingkan harga hasil estimasi status ketahanan pangan baik di tingkat daerah
tersebut dengan harga ‘fundamentalnya’ yang
didekati dengan tren jangka panjangnya maka akan Sebagaimana diketahui, secara teoritis harga dapat
maupun nasional perlu untuk dieksplorasi 1 .
dapat ditentukan apakah suatu daerah mengalami merepresentasikan kondisi ketersediaan (ketahanan)
surplus atau defisit. Ketahanan pangan di suatu pangan di suatu pasar.
daerah dikatakan mempunyai kecenderungan surplus jika harga estimasi yang diperoleh lebih
Berangkat dari pemikiran di atas, Bank Indonesia rendah dari harga fundamentalnya dan demikian melakukan studi untuk memahami ketahanan
sebaliknya. Selanjutnya, kondisi ketahanan pangan pangan terhadap lima komoditas pangan (beras,
dari setiap propinsi di Indonesia dapat dipetakan gula pasir, minyak goreng, bawang merah dan
menjadi: Propinsi Surplus (S) dengan area bergradasi cabai merah) dengan menggunakan pendekatan
gelap, Propinsi Defisit (D) dengan area bergradasi
terang, dan Propinsi Antara S/D dengan area dari metodologi ini adalah kemampuannya untuk
Model Panel Data Spasial 2 . Keunggulan utama
bergradasi sedang. Melalui proses tersebut, dapat menjelaskan isu keterkaitan (interdependensi)
diperoleh peta ketersediaan nasional untuk kelima antar daerah yang dapat terjadi melalui mekanisme
komoditas, yakni : Beras, Gula, Minyak Goreng, perdagangan antar daerah dan efek rambatan
Bawang Merah, dan Cabai Merah.
(spill-over). Sementara metode ekonometrika klasik cenderung mengabaikan faktor interdependensi
Peta Ketersediaan Beras Nasional
antar daerah tersebut, dan pengabaian Untuk komoditas beras, berdasarkan analisa spasial tersebut dapat ditunjukkan bahwa wilayah Jawa dan Sumatera secara umum cenderung mengalami
1 Ketahanan pangan dalam penelitian ini lebih diarahkan surplus (pasokan yang memadai di pasaran) beras, pada aspek ketersediaan komoditas pangan di pasaran,
serta sebagian di wilayah Kalimantan dan Sulawesi yang terutama dilihat dari dimensi kuantitas dan harga.
selama periode pengamatan. Surplus di Jawa 2 Ridhwan, M.M., M.N. Nugroho, T. Winarno, dan M.V.
berkaitan erat dengan dominasi Jawa sebagai Grace (2012), “Analisis Status Ketahanan Pangan di
sentra produksi pangan dan juga sebagai pusat Indonesia dengan Aplikasi Model Panel Data Spasial”,
perdagangan dan distribusi beras (khususnya di Working Paper Bank Indonesia, Desember 2012. Jakarta dan Surabaya) ke seluruh nusantara.
Laporan Perekonomian Indonesia 2012 • BAB 6 119
Gambar 1 Peta Ketersediaan Beras Nasional
Peta Ketersediaan Minyak Goreng Nasional Hasil pemetaan tersebut menunjukkan bahwa provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Jawa Barat, NTB, NTT, Kalimatan Tengah dan Sulawesi Selatan merupakan wilayah yang surplus minyak goreng. Namun demikian, Indonesia secara umum dapat dikategorikan mengalami defisit minyak goreng. Hal ini agak mengkhawatirkan mengingat Indonesia adalah pemasok utama ke pasar global untuk komoditas kelapa sawit/CPO yang merupakan bahan baku minyak goreng.
Peta Ketersediaan Gula Nasional Kondisi ketersediaan gula hampir serupa dengan kondisi ketersediaan beras dimana Jawa Timur, Jawa
Gambar 3 Peta Ketersediaan Minyak Goreng Nasional
Barat, Sumatera Utara, Jambi, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, NTB dan Papua teridentifikasi sebagai daerah surplus gula. Sentra produksi gula selain Jawa, yaitu Lampung, tidak teridentifikasi sebagai daerah surplus melainkan berimbang (balance). Hal ini diperkirakan karena hasil produksi gula dari wilayah Lampung didistribusikan ke berbagai wilayah lain, termasuk wilayah sekitarnya seperti Sumatera Selatan dan Bengkulu, sehingga ketersediaan gula di wilayah-wilayah tersebut relatif
Peta Ketersediaan Bawang Merah Nasional berimbang. Selain itu, produk gula dari wilayah
Hasil pemetaan menunjukkan bahwa Jawa pada Lampung juga mengalir ke Jakarta sebagai sentra
umumnya merupakan wilayah yang mengalami perdagangan dan distribusi gula. Selanjutnya, stok
surplus bawang merah. Hal ini cukup relevan gula yang terkonsentrasi di Jakarta dan Surabaya
mengingat 78% dari produk bawang nasional disalurkan ke wilayah-wilayah yang membutuhkan,
(2011) dihasilkan di Jawa 3 . Namun Jawa Tengah termasuk Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan,
sebagai sentra produksi bawang merah (utamanya NTB dan Papua, sehingga wilayah-wilayah tersebut
Brebes) justru teridentifikasi sebagai daerah yang menjadi surplus gula.
balanced dan bukan daerah surplus. Ini diperkirakan karena perdagangan antar daerah sehingga dibawa melalui Jakarta dan Surabaya untuk selanjutnya
Gambar 2 Peta Ketersediaan Gula Nasional
didistribusikan ke wilayah luar Jawa.
3 Bahan presentasi Kementerian Pertanian dalam Focus Group Discussion (FGD) 7 Februari 2012 di Bank Indonesia.
120 Laporan Perekonomian Indonesia 2012 • BAB 6
Gambar 4 Peta Ketersediaan Bawang Merah Nasional
Selain analisis spasial di atas, analisis antar waktu (temporal) mendapatkan hasil yang sesuai teori dimana kondisi ekses permintaan akan diikuti oleh tren kenaikan harganya (mengalami kondisi defisit), dan sebaliknya, ekses suplai akan diiringi oleh penurunan harga (mengalami kondisi surplus) untuk kelima komoditas tersebut. Untuk menguji predictive power (robustness), harga hasil estimasi model di-tracking dari setiap periode dan dibandingkan dengan perkembangan harga aktualnya. Melalui kriteria yang digunakan, secara umum model
Peta Ketersediaan Cabai Merah Nasional estimasi yang digunakan relatif robust dalam Hasil pemetaan menunjukkan bahwa wilayah yang
menentukan status ketahanan (ketersediaan) pangan teridentifikasi mengalami surplus cabai merah adalah
baik di tingkat daerah maupun di nasional. Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan, yang
Hasil studi ini juga menyimpulkan bahwa faktor memang merupakan daerah penghasil cabai merah.
penyebab variasi ketersediaan pangan baik antar Wilayah surplus lainnya adalah Bali, Kalimantan
daerah dan antar waktu tersebut, selain disebabkan Tengah dan Kalimantan Selatan. Namun, wilayah-
oleh faktor-faktor yang menyebabkan tidak wilayah tersebut bukan merupakan penghasil cabai
berimbangnya antara pasokan dan permintaan di merah sehingga diperkirakan pasokan cabai merah
daerah itu sendiri, juga dikarenakan oleh adanya didatangkan dari wilayah lain. Sementara itu, wilayah
mekanisme arbitrase spasial terutama melalui yang merupakan produsen cabai merah namun tidak
interaksi hubungan dagang antar daerah. Berangkat termasuk wilayah yang surplus adalah Jawa Tengah,
dari hasil temuan studi ini, sejumlah rekomendasi Sumatera Utara, Jambi dan NTB yang termasuk
kebijakan yang perlu dilakukan antara lain adalah: dalam wilayah yang balanced (daerah Antara S/D),
perbaikan distribusi dan tata niaga pangan, perbaikan serta Jawa Timur, Sumatera Barat dan Lampung
manajemen stok (logistik), peningkatan kualitas yang bahkan teridentifikasi sebagai daerah defisit.
infrastruktur dan transportasi, dan dalam jangka panjang, gerakan perubahan budaya khususnya untuk diversifikasi pangan non beras perlu terus
Gambar 5 Peta Ketersediaan Cabai Merah Nasional
diintensifkan.
Laporan Perekonomian Indonesia 2012 • BAB 6 121
Bab 7
Operasi Keuangan Pemerintah
Operasi Keuangan Pemerintah
124 Laporan Perekonomian Indonesia 2012 • BAB 7
D tambahan pendapatan negara ditengah kebutuhan
efisit operasi keuangan Pemerintah pada tahun 2012 meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Keterbatasan
belanja negara yang terus meningkat berakibat pada melebarnya defisit operasi keuangan Pemerintah, sekaligus memicu defisit keseimbangan primer. Moderasi pertumbuhan pendapatan negara bersumber dari melambatnya pendapatan pajak akibat dari turunnya kinerja pos pajak penghasilan (PPh). Sementara itu, kenaikan belanja negara dipicu oleh membengkaknya kebutuhan subsidi energi menyusul aktivitas ekonomi domestik yang masih tumbuh kuat dan dipertahankannya kebijakan subsidi BBM. Dalam kaitan tersebut, Pemerintah telah mengambil sejumlah langkah efisiensi belanja negara guna mengurangi peningkatan beban fiskal secara berlebihan, diantaranya melalui penghematan belanja barang. Langkah strategis tersebut mampu menjaga defisit fiskal dan defisit keseimbangan primer dari risiko lonjakan yang berlebihan sehingga realisasi defisit fiskal maupun defisit keseimbangan primer dapat dijaga dibawah prakiraan APBN-P 2012.
Secara umum, pelaksanaan kebijakan fiskal pada tahun 2012 tetap mampu berkontribusi secara positif pada terpeliharanya stabilitas perekonomian nasional, terutama dalam meminimalkan dampak perlambatan ekonomi global terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Namun demikian, langkah menjaga kesinambungan fiskal perlu terus dikedepankan mengingat kondisi keseimbangan primer yang telah memasuki area defisit.
Laporan Perekonomian Indonesia 2012 • BAB 7 125
126 Laporan Perekonomian Indonesia 2012 • BAB 7
Dinamika perekonomian menyebabkan Pemerintah mengajukan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara – Perubahan (RAPBN-P) pada awal tahun 2012. Terdapat empat faktor utama yang mempunyai dampak cukup signifikan terhadap postur APBN 2012. Pertama, kondisi perekonomian global yang diperkirakan mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi sebagai akibat dari krisis utang dan fiskal di Eropa. Kondisi ini selain akan membawa dampak pada neraca pembayaran, diperkirakan juga akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kedua, kecenderungan naiknya harga minyak mentah di pasar dunia yang sangat tinggi (jauh di atas asumsi harga minyak yang digunakan dalam penyusunan APBN). Hal tersebut akan berdampak secara signifikan terhadap APBN, karena meningkatkan beban subsidi BBM dan listrik secara tajam. Ketiga, adanya kecenderungan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, sebagai akibat dari ketidakpastian penyelesaian krisis global yang juga akan berpengaruh cukup signifikan terhadap berbagai besaran APBN. Keempat, lifting minyak yang diperkirakan lebih rendah dari asumsi lifting dalam APBN 2012 sebesar 950 ribu barel per hari yang akan berdampak pada penurunan penerimaan dari sektor migas.
APBN-P tahun 2012 disahkan dalam Undang- undang No. 4 tahun 2012 tanggal 31 Maret 2012 dengan perubahan struktur yang cukup signifikan dibandingkan APBN 2012. Asumsi makroekonomi yang terdiri dari pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar, harga minyak, rata-rata suku bunga, dan lifting minyak mengalami revisi dengan nuansa yang lebih pesimis. Asumsi pertumbuhan ekonomi direvisi dari 6,7% menjadi 6,5% (yoy) setelah mempertimbangkan imbas perlambatan ekonomi global terhadap prospek pertumbuhan ekonomi domestik. Sebaliknya, asumsi inflasi mengalami revisi ke atas dari 5,3% menjadi 6,8% setelah mempertimbangkan dampak dari rencana kenaikan harga BBM bersubsidi pada tahun 2012. Asumsi rata-rata nilai tukar ditetapkan pada level yang lebih lemah menyusul prakiraan peningkatan tekanan defisit neraca pembayaran. Asumsi harga
Kebijakan fiskal tahun 2012 diarahkan untuk mendukung percepatan dan perluasan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan, bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Substansi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2012 secara khusus diarahkan pada 3 (tiga) hal, yaitu: (i) mendukung kegiatan pembiayaan infrastruktur untuk menggalakkan kegiatan investasi, dunia usaha, sekaligus menjaga kelancaran arus distribusi barang; (ii) meningkatkan jangkauan pelayanan dengan memberikan prioritas pada pemanfaatan energi terbarukan setempat untuk daerah terpencil, tertinggal, dan terluar; serta (iii) menjamin keamanan pasokan energi yang dicapai melalui upaya-upaya untuk meningkatkan kegiatan eksplorasi produksi dan optimasi produksi. Selain itu, kebijakan fiskal tahun 2012 juga diarahkan untuk mendorong berbagai kebijakan dalam rangka akselerasi pertumbuhan ekonomi dalam rangka perluasan akses lapangan pekerjaan sekaligus mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan dan juga menjaga kesinambungan fiskal.
Perkembangan Operasi Keuangan Pemerintah
7.1
minyak (ICP) 1 meningkat dari 90 dolar AS per barel
Graik 7.1
Operasi Keuangan Pemerintah
pada APBN 2012 menjadi 105 dolar AS per barel pada APBN-P 2012, sejalan dengan prakiraan peningkatan harga minyak dunia. Sebaliknya, asumsi lifting minyak mengalami revisi ke bawah seiring dengan terjadinya natural decline. Revisi ke bawah juga dilakukan pada asumsi rata-rata suku bunga akibat peningkatan peringkat kredit Indonesia menjadi investment grade (Tabel 7.1). Selain itu, Pemerintah juga menetapkan alokasi stimulus perekonomian yang lebih besar dalam bentuk belanja modal yang memiliki efek pengganda lebih besar untuk perekonomian nasional.
Secara keseluruhan, realisasi operasi keuangan pemerintah pada tahun 2012 menunjukkan pengelolaan yang berhati- hati dan masih mampu memberikan kontribusi positif dalam pertumbuhan
setara 2,2% dari PDB. Realisasi defisit tersebut berhasil ekonomi nasional meski terdapat sedikit penurunan
dipenuhi oleh realisasi pembiayaan sebesar Rp180 kinerja dibandingkan tahun 2011. Pendapatan dan
triliun yang tercapai di tengah antusiasme positif hibah negara pada tahun 2012 mencapai Rp1.335,7
pelaku pasar. Namun, di tengah capain defisit yang triliun atau tumbuh 10,3% (yoy) atau 98,3% dari target
lebih rendah dari prakiraan dan rasio utang yang APBN-P. Sementara itu, belanja negara mencapai
moderat, untuk pertama kalinya sejak Pemerintah Rp1.481,7 triliun atau tumbuh 14,4% (yoy) atau
mengadopsi struktur anggaran I-account sesuai 95,7% dari target APBN-P. Dengan realisasi tersebut
manual Government Finance Statistics Manual pemerintah berhasil mencapai defisit yang lebih
(GFSM) tahun 2001, realisasi keseimbangan primer rendah dari prakiraan APBN-P yaitu sebesar Rp146
pemerintah mencapai defisit yaitu sebesar Rp45,5 triliun atau setara 1,8% dari PDB, sementara defisit
triliun (Grafik 7.1). Kondisi tersebut memberi sinyal APBN-P 2012 adalah sebesar Rp190,1 triliun atau
kepada pemerintah untuk terus mewaspadai kesinambungan fiskal pemerintah (lihat Boks 7.1).
1 Indonesia Crude Price (ICP) adalah rata-rata harga 50 jenis minyak mentah produksi Indonesia yang digunakan sebagai acuan asumsi harga minyak dalam APBN.
7.2 Pendapatan Negara dan Hibah