Kebijakan Mikroprudensial
10.2 Kebijakan Mikroprudensial
Dalam ketentuan KPMM yang telah disempurnakan, khususnya yang terkait dengan unit bisnis bank- perhitungan kecukupan modal bank yang semula
bank internasional yang beroperasi di Indonesia, hanya memperhitungkan risiko kredit, risiko
Bank Indonesia berkepentingan untuk memastikan pasar, dan risiko operasional diperluas dengan
adanya komitmen bank-bank tersebut terhadap memperhitungkan risiko-risiko lain berdasarkan
unit bisnisnya di Indonesia dengan mewajibkan standar internasional yang berlaku. Bank diwajibkan
pengalokasian sejumlah modal dari kantor cabang memenuhi standar modal minimum sesuai dengan
bank tersebut dalam instrumen keuangan tertentu proil risiko bank dengan kisaran antara 8% sampai
yang diatur dalam ketentuan mengenai CEMA 4 . dengan 14% melalui Internal Capital Adequacy
Ketentuan CEMA bertujuan agar risiko-risiko yang Assessment Process (ICAAP). Proses tersebut
dihadapi kantor cabang bank asing di Indonesia mencakup pengawasan aktif Dewan Komisaris
dapat segera diantisipasi dan dimitigasi dampaknya dan Direksi, penilaian kecukupan permodalan,
terhadap stabilitas sistem keuangan domestik (ring pemantauan dan pelaporan, dan pengendalian
fencing). Berdasarkan ketentuan tersebut, seluruh internal. Bank dapat dikenakan kewajiban pemenuhan
kantor cabang bank yang berkedudukan di luar negeri modal minimum yang lebih tinggi jika berdasarkan
wajib memenuhi CEMA minimum sebesar 8% dari penilaian Bank Indonesia modal minimum yang
total kewajiban bank paling lambat pada bulan Juni ditetapkan melalui proses ICAAP belum cukup untuk
2013. Batasan tersebut akan terus ditingkatkan hingga mengantisipasi risiko yang dihadapi. Proses ini disebut
minimal mencapai sebesar Rp1 triliun pada bulan sebagai Supervisory Review and Evaluation Process
Desember 2017. Jenis-jenis aset keuangan yang dapat (SREP).
4 CEMA adalah alokasi modal berupa dana usaha yang wajib
Sementara itu, untuk mengantisipasi dinamika
ditempatkan pada aset keuangan dalam jumlah tertentu dan
perekonomian dan sistem keuangan global,
yang memenuhi persyaratan tertentu
202 Laporan Perekonomian Indonesia 2012 • BAB 10 202 Laporan Perekonomian Indonesia 2012 • BAB 10
sisi, penyesuaian ketentuan kepemilikan tunggal surat berharga yang diterbitkan oleh bank lain yang
dilakukan untuk meningkatkan daya tarik investasi di berbadan hukum Indonesia, dan surat berharga yang
sektor perbankan dengan memberikan kelonggaran diterbitkan oleh korporasi berbadan hukum Indonesia
bagi investor yang telah menjadi pemegang saham yang memenuhi kriteria tertentu. Bank Indonesia juga
pengendali (PSP) pada suatu bank di Indonesia menyusun protokol manajemen krisis nilai tukar dan
melalui opsi pembentukan perusahaan induk (holding perbankan sebagai bagian dari upaya untuk menjaga
company). Opsi tersebut memberikan kesempatan stabilitas sistem keuangan. Aturan mengenai protokol
kepada investor strategis yang telah menjadi manajemen krisis Bank Indonesia telah diintegrasikan
pemegang saham pengendali pada bank lain untuk dengan protokol manajemen krisis nasional di
menjadi pemegang saham pengendali pada bank bawah koordinasi Forum Koordinasi Stabilitas Sistem
lainnya tanpa terkena kewajiban melakukan merger Keuangan (FKSSK).
atau konsolidasi kepemilikan. Sementara di sisi lain, untuk mendorong merger/konsolidasi sebagai opsi
Di dalam kebijakan penguatan ketahanan dan pemenuhan ketentuan Kepemilikan tunggal, Bank daya saing perbankan, ketentuan yang dikeluarkan
Indonesia memberikan insentif berupa pelonggaran terfokus pada penataan struktur kepemilikan bank
pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM) untuk dan pengaturan kegiatan usaha dan perluasan
sementara waktu, perpanjangan waktu penyelesaian jaringan kantor bank berdasarkan modal (Boks 10.2).
pelampauan Batas Maksimum Pemberian Kredit Ketentuan tersebut bertujuan untuk mengantisipasi
(BMPK), kemudahan pembukaan kantor cabang, dinamika perekonomian global dan perubahan
dan/atau pelonggaran sementara penerapan Good lingkungan bisnis bank. Upaya tersebut dilakukan
Corporate Govenance (GCG).
antara lain melalui penataan struktur kepemilikan saham bank yang dilandasi ilosoi dan semangat
Selain kebijakan mengenai kepemilikan bank, Bank penerapan prinsip kehati-hatian dan tata kelola
Indonesia juga mengeluarkan ketentuan mengenai bank yang baik (good corporate governance)
penyesuaian kegiatan usaha dan perluasan jaringan melalui penerapan batas maksimum kepemilikan
kantor berdasarkan modal bank 5 yang bertujuan saham. Pembatasan ini bertujuan untuk mengurangi
untuk meningkatkan ketahanan dan daya saing dominasi kepemilikan yang dapat berdampak negatif
perbankan nasional. Ketentuan ini diterapkan dengan (moral hazard) terhadap operasional bank. Dalam
mekanisme insentif dan disinsentif berdasarkan penerapannya, bank-bank yang memiliki tata kelola
kriteria alokasi modal inti dan zonasi wilayah dan tingkat kesehatan yang cukup baik (peringkat 1
disamping persyaratan tingkat kesehatan. Ketentuan dan 2) diberikan pengecualian sepanjang mampu
tersebut berlaku untuk Bank Umum Konvensional mempertahankan peringkat tersebut. Penerapan
(BUK), Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha kebijakan tersebut sekaligus diharapkan dapat
Syariah (UUS) dari Bank Umum Konvensional dan mendorong proses konsolidasi guna memperkuat
kantor cabang bank asing (KCBA). Dalam ketentuan industri perbankan nasional.
tersebut, kegiatan usaha yang dapat dilakukan bank dibagi kedalam empat kelompok usaha (Bank
Di samping kebijakan mengenai kepemilikan bank, Umum Kelompok Usaha – BUKU) sesuai dengan Bank Indonesia juga melakukan penyempurnaan
jumlah modal inti yang dimiliki. Pembagian kegiatan ketentuan kepemilikan tunggal (Single Presence Policy). Penyempurnaan dilakukan dalam rangka harmonisasi kebijakan dengan pengaturan
5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/26/PBI/2012 tanggal 27 Desember 2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor
kepemilikan saham bank umum dan pengaturan
Berdasarkan Modal Inti Bank
Laporan Perekonomian Indonesia 2012 • BAB 10 203
204 Laporan Perekonomian Indonesia 2012 • BAB 10
usaha tersebut diterapkan bersamaan dengan pengaturan ulang mekanisme pembukaan jaringan kantor bank yang bertujuan untuk meningkatkan kontribusi perbankan dalam pembangunan ekonomi khususnya di wilayah yang kurang mendapatkan akses perbankan (inklusif). Bagi bank-bank yang telah menyediakan alokasi pembiayaan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) akan mendapatkan insentif dalam pembukaan jaringan kantor.
Dalam kebijakan yang terkait dengan penguatan fungsi intermediasi, langkah-langkah yang ditempuh bertujuan untuk memastikan bahwa fungsi intermediasi berada pada jalur yang benar. Penguatan fungsi intermediasi bertujuan untuk mendorong pemerataan akses pembiayaan yang dapat menjangkau masyarakat berpenghasilan rendah dan UMKM (inklusif). Hal ini dilatarbelakangi kondisi bahwa perbankan belum optimal dalam memberikan akses pembiayaan terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah. Agar pemerataan pembangunan ekonomi dapat diwujudkan maka perbankan didorong untuk meningkatkan pemberian kredit/pembiayaan kepada UMKM yang produktif. Hal tersebut dilakukan antara lain dengan mewajibkan
pengalokasian kredit/pembiayaan kepada UMKM 6 sekurang-kurangnya 20% dari total portofolio kredit bank. Pemenuhan ketentuan tersebut dilakukan secara bertahap dengan mekanisme insentif dan disinsentif. Peningkatan akses kredit/pembiayaan untuk UMKM juga akan melibatkan bantuan teknis dari Bank Indonesia serta melalui proses koordinasi dengan instansi lain dalam bentuk kemitraan strategis (counterpart) serta penyediaan fasilitas dalam rangka pengembangan infrastruktur pendukung.
Kebijakan penguatan peran perbankan dalam proses intermediasi juga dilakukan melalui perluasan akses masyarakat ke jasa perbankan dengan biaya yang lebih terjangkau (inklusif). Program keuangan inklusif akan dilakukan dari dua sisi sekaligus yaitu sisi penawaran dan sisi permintaan. Kebijakan dari sisi penawaran terfokus pada perluasan akses layanan perbankan dengan biaya yang terjangkau serta penyediaan produk perbankan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat berpenghasilan
6 Peraturan Bank Indonesia No.14/22/PBI/2012 tanggal 21 Desember 2012 tentang Pemberian Kredit Atau Pembiayaan dan Bantuan Teknis Dalam Rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
Laporan Perekonomian Indonesia 2012 • BAB 10 205
perekonomian. Kebijakan dimaksud antara lain dilakukan melalui persiapan implementasi Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) Generasi II, pengembangan Gerbang Pembayaran Nasional (National Payment Gateway-NPG), interkoneksi dalam penyelenggaran uang elektronik, persiapan implementasi standar nasional kartu ATM/Debet berbasis chip, perluasan akses BPR dalam sistem pembayaran, dan penyempurnaan ketentuan untuk lebih meningkatkan penerapan aspek perlidungan konsumen pengguna jasa sistem pembayaran, terutama terkait pengaturan mengenai kartu kredit.
Aktivitas perekonomian yang dilakukan oleh masyarakat dan dunia usaha dewasa ini, telah melahirkan pola pemikiran baru seiring dengan kemajuan teknologi informasi. Ketika mekanisme pembayaran dituntut untuk selalu mengakomodir setiap kebutuhan masyarakat dan dunia usaha, maka inovasi teknologi sistem pembayaran semakin bermunculan dengan pesat. Peran strategis sistem pembayaran dalam aktivitas perekonomian terutama untuk menjamin terlaksananya transaksi pembayaran yang dilakukan oleh masyarakat dan dunia usaha dengan semakin mudah. Melalui peran strategis tersebut, Bank Indonesia dituntut untuk terus memastikan bahwa perkembangan sistem pembayaran selalu berada dalam koridor ketentuan yang berlaku dan kebijakan yang ditetapkan. Hal
rendah. Perluasan akses layanan perbankan akan dilakukan dengan cara-cara nonkonvensional antara lain melalui pemanfaatan teknologi informasi, telekomunikasi dan kerjasama keagenan (branchless banking) sehingga layanan perbankan dapat menjangkau segala lapisan masyarakat tanpa perlu keberadaan isik kantor bank. Namun, kebijakan terkait dengan branchless banking harus dilakukan secara terukur dengan memerhatikan berbagai potensi risiko yang mungkin timbul termasuk dampaknya pada stabilitas sistem keuangan. Terkait dengan kebijakan tersebut, pada tahun 2013 Bank Indonesia akan menerbitkan panduan pelaksanaan kegiatan branchless banking.
Sementara itu, kebijakan dari sisi permintaan dilakukan dengan mengoptimalkan peran masyarakat kelas menengah melalui percepatan lahirnya wirausaha-wirausaha baru. Upaya tersebut akan dilakukan melalui pola kerja sama dengan perguruan tinggi dan pihak swasta. Bank Indonesia akan merancang program pelatihan kewirausahaan bagi mahasiswa-mahasiswa, eks Tenaga Kerja Indonesia (TKI), serta masyarakat umum dan penyediaan skim kredit bagi wirausaha pemula (start-up credit). Skim pembiayaan ini akan melibatkan instansi teknis dan pihak lainnya dalam kerangka pembinaan, pendampingan, dan penjaminan, serta proses kelayakan agunan kredit. Langkah-langkah tersebut juga didukung dengan upaya mengurangi hambatan suku bunga pada segmen kredit mikro dengan mendorong kompetisi yang sehat antara lain melalui publikasi Suku Bunga Dasar Kredit Mikro (SBDKM).
Fokus kebijakan Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran senantiasa mengedepankan empat aspek utama yaitu keamanan, eisiensi, perluasan akses, dan perlindungan konsumen guna menjaga kelancaran sistem pembayaran sebagai urat nadi