Kerjasama Internasional
2.1 Kerjasama Internasional
Sepanjang tahun 2012, isu fundamental pemburukan ekonomi dan keuangan global serta langkah konkrit guna meredam dampak negatif perlambatan ekonomi global menjadi fokus pembahasan pada fora kerjasama internasional. Di kawasan Asia Pasiik, fokus pembahasan pada forum ASEAN+3 dan SEACEN (South East Asian Central Banks) diletakkan pada upaya menjaga stabilitas kawasan melalui penguatan dan penyempurnaan jaring pengaman keuangan kawasan. Melalui fora dimaksud, kesepakatan untuk terus menjalankan kebijakan ekonomi makro yang berhati-hati serta meningkatkan perdagangan dan investasi di kawasan juga terus didorong.
Fokus serupa juga mewarnai pembahasan dalam forum menteri keuangan ASEAN. Secara khusus, forum dimaksud menekankan upaya peningkatan stabilitas sistem keuangan dan mobilisasi sumber daya keuangan di kawasan untuk mendukung investasi dan pertumbuhan. Dalam jangka menengah, para Menteri Keuangan berkomitmen untuk mengarahkan permintaan domestik sebagai basis pertumbuhan ekonomi (domestic-led growth) yang ditempuh melalui sejumlah reformasi struktural, menjaga keseimbangan pertumbuhan yang kondusif bagi investasi, serta memajukan pembangunan ekonomi yang inklusif. Mobilisasi sumber daya keuangan di ASEAN tersebut bahkan telah mencapai tahapan yang konkret seiring dengan dimulainya operasionalisasi ASEAN Infrastructure Fund (AIF), yang pada tahun 2012, telah berhasil menggalang Fokus serupa juga mewarnai pembahasan dalam forum menteri keuangan ASEAN. Secara khusus, forum dimaksud menekankan upaya peningkatan stabilitas sistem keuangan dan mobilisasi sumber daya keuangan di kawasan untuk mendukung investasi dan pertumbuhan. Dalam jangka menengah, para Menteri Keuangan berkomitmen untuk mengarahkan permintaan domestik sebagai basis pertumbuhan ekonomi (domestic-led growth) yang ditempuh melalui sejumlah reformasi struktural, menjaga keseimbangan pertumbuhan yang kondusif bagi investasi, serta memajukan pembangunan ekonomi yang inklusif. Mobilisasi sumber daya keuangan di ASEAN tersebut bahkan telah mencapai tahapan yang konkret seiring dengan dimulainya operasionalisasi ASEAN Infrastructure Fund (AIF), yang pada tahun 2012, telah berhasil menggalang
surveillance hingga mencakup likuiditas global, bagi ASEAN untuk melaksanakan proyek infrastruktur
aliran modal, cadangan devisa, iskal, moneter, dan yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi
sektor keuangan yang dapat memengaruhi stabilitas kawasan.
eksternal. Sementara itu, untuk memperkuat proses koordinasi kebijakan dan diskusi dalam rangka
Sementara itu, menghadapi perkembangan ekonomi akuntabilitas implementasi komitmen kebijakan, G-20 dan pasar keuangan global, fora kerja sama SEACEN
telah menyepakati seperangkat indikator kebijakan juga menitikberatkan pada upaya mengidentiikasi
iskal, moneter dan nilai tukar yang akan digunakan dan mencapai kesepahaman mengenai rumusan
untuk memperkuat proses peer review negara kebijakan moneter dan makroprudensial yang lebih
anggota G-20, sebagai bagian dari Accountability efektif guna mengantisipasi dampak gejolak eksternal
Assessment Framework. Selanjutnya, di tahun terhadap stabilitas ekonomi negara di kawasan.
2013, akan dibahas indikator-indikator bagi efek Komitmen tersebut akan turut melengkapi jaring
tular kebijakan domestik, implementasi reformasi pengaman keuangan yang telah disepakati negara
struktural, dan pencapaian pertumbuhan yang kuat, ASEAN+3 dalam kerangka mendukung penciptaan
berkelanjutan dan seimbang.
stabilitas keuangan dan pertumbuhan kawasan. Sementara itu, terkait dengan reformasi sektor Penguatan surveillance ekonomi dan sistem
keuangan, forum G-20 melakukan reformasi keuangan global serta upaya menurunkan risiko
regulasi dan supervisi sektor keuangan global sistemik juga menjadi isu utama dalam pertemuan
untuk meningkatkan resiliensi sistem keuangan negara anggota IMF dan forum G-20. Berkaitan
dan menurunkan risiko sistemik. Fokus agenda dengan penguatan surveillance IMF, forum G-20
reformasi saat ini antara lain meliputi: (i) implementasi memandang perlu adanya integrasi yang lebih baik
framework permodalan dan likuiditas Basel III, (ii) antara surveillance bilateral dan multilateral dengan
regulasi atas lembaga keuangan yang berdampak fokus pada stabilitas global, domestik, dan keuangan,
sistemik serta lembaga Credit Rating, dan (iii) termasuk efek rambatan kebijakan. Selain itu, G-20
pengaturan pasar derivatif over the counter (OTC). memandang penting adanya surveillance yang terkait
36 Laporan Perekonomian Indonesia 2012 • BAB 2
40 Laporan Perekonomian Indonesia 2012 • BAB 3
Ekonomi Indonesia masih tumbuh cukup kuat, diiringi oleh laju inflasi yang tetap terkendali pada kisaran sasarannya sebesar 4,5%±1%. Pencapaian tersebut mengantarkan Indonesia sebagai salah satu dari sedikit negara di dunia yang masih mampu menjaga momentum pertumbuhan ekonominya di tengah perlambatan ekonomi global. Perbaikan kualitas pertumbuhan ekonomi juga terlihat pada tingkat pengangguran dan kemiskinan yang semakin menurun. Secara spasial, pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan laju inflasi Indeks Harga Konsumen yang stabil terjadi hampir di seluruh daerah. Sementara itu, dengan realisasi inflasi yang cukup rendah, tren disinflasi terus berlanjut. Dalam jangka yang lebih panjang, inflasi Indonesia diharapkan dapat setara dengan tingkat inflasi kawasan.
Terjaganya momentum pertumbuhan ekonomi pada tahun 2012 ditopang oleh kinerja permintaan domestik yang tetap solid. Daya tahan perekonomian nasional didukung oleh kinerja konsumsi rumah tangga dan investasi yang cukup kuat. Di satu sisi, kuatnya permintaan domestik mampu menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di tengah melambatnya kinerja ekspor akibat melemahnya perekonomian global dan penurunan harga komoditas. Namun, di sisi lain, kuatnya permintaan domestik juga berimplikasi pada kuatnya pertumbuhan impor. Dari sisi penawaran, sektor-sektor yang berorientasi ekspor tumbuh rendah, tetapi kondisi sebaliknya berlangsung pada sektor-sektor yang berorientasi domestik.
Dengan kondisi ekonomi dunia yang tumbuh melambat dan masih kuatnya permintaan domestik, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mencatat penurunan surplus yang besar. Penurunan surplus NPI diakibatkan oleh defisit neraca transaksi berjalan yang meningkat cukup tajam, akibat menyusutnya surplus neraca perdagangan nonmigas dan melebarnya defisit neraca perdagangan migas. Meskipun demikian, surplus yang cukup besar pada neraca transaksi modal dan finansial mampu berperan sebagai pengimbang bagi neraca pembayaran untuk tetap mencatat surplus. Kinerja ekonomi domestik yang cukup kuat dan imbal hasil investasi rupiah yang menarik mendorong tingginya aliran masuk modal asing, baik investasi langsung maupun portofolio. Di sisi portofolio, surplus juga didorong oleh peningkatan utang luar negeri pemerintah dan swasta, meskipun masih dalam batas yang cukup aman. Berdasarkan perkembangan tersebut, cadangan devisa pada akhir tahun 2012 mencapai 112,8 miliar dolar AS atau setara dengan 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Sejalan dengan defisit neraca transaksi berjalan, nilai tukar rupiah mengalami tekanan depresiasi sepanjang tahun 2012. Intensitas tekanan mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya seiring dengan masih tingginya sentimen negatif terhadap prospek pemulihan ekonomi global. Namun, sejumlah langkah stabilisasi nilai tukar oleh Bank Indonesia mampu menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Stabilitas nilai
Ketahanan Ekonomi Domestik
Bagian 2
tukar rupiah tersebut dibutuhkan untuk memelihara Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) kepastian bisnis dan kepercayaan pelaku ekonomi.
dibandingkan tahun sebelumnya. Perbaikan kinerja ini juga diiringi membaiknya profil risiko bank.
Inflasi IHK di sepanjang tahun 2012 tetap terkendali pada level yang rendah dan didukung oleh semua
Di pasar keuangan, perkembangan positif ditandai komponennya baik inflasi inti, inflasi bahan pangan,
dengan peran investor domestik yang secara dan administered prices. Inflasi inti bergerak stabil
bertahap mampu mengimbangi peran investor asing didukung oleh terkelolanya permintaan domestik,
dalam pembentukan harga. Di samping itu, kinerja meningkatnya kapasitas sisi produksi, penurunan
pasar saham dan obligasi semakin membaik seperti harga komoditas, nilai tukar yang stabil, dan
tercermin pada kenaikan Indeks Harga Saham ekspektasi inflasi yang rendah. Di sisi kelompok
Gabungan (IHSG), penurunan imbal hasil Surat bahan pangan, terkendalinya inflasi pada tingkat
Berharga Negara (SBN), dan peningkatan valuasi yang rendah terutama dipengaruhi oleh peningkatan
aset.
produksi pangan domestik dan kelancaran distribusi. Sementara itu, sistem pembayaran menunjukkan Searah dengan kinerja perekonomian, sektor
kinerja yang positif baik dari aspek keamanan, perbankan mampu mempertahankan kinerja positif
efisiensi, kesetaraan akses, dan perlindungan yang tercermin pada ketahanan dalam menghadapi
konsumen. Kinerja yang tetap baik tersebut antara krisis global, peningkatan fungsi intermediasi dan
lain didorong oleh ketersediaan infrastruktur yang perbaikan efisiensi. Peningkatan ketahanan sistem
semakin banyak dan tersebar di berbagai wilayah perbankan tercermin dari tingkat permodalan
Indonesia serta kemudahan dan kenyamanan dalam yang meningkat dan berada jauh di atas ketentuan
bertransaksi. Aktivitas perekonomian domestik minimum. Dari sisi intermediasi, pertumbuhan
yang terus meningkat juga diakomodasi dengan kredit investasi dan modal kerja masih tumbuh
pertumbuhan uang kartal yang diedarkan (UYD) cukup tinggi sehingga dapat meningkatkan kapasitas
di masyarakat, termasuk di daerah perbatasan perekonomian ke depan. Hal itu tidak terlepas
dan atau daerah terpencil. Hal ini tercermin pada dari kebijakan Bank Indonesia dalam mendorong
pertumbuhan rata-rata UYD maupun aliran keluar penurunan suku bunga kredit perbankan melalui
dan masuk uang kartal melalui Bank Indonesia. kebijakan suku bunga dasar kredit (SBDK). Sementara itu, efisiensi perbankan juga mengalami perbaikan, antara lain terlihat dari penurunan rasio Biaya
41
Laporan Perekonomian Indonesia 2012 • BAB 3
Bab 3
Pertumbuhan Ekonomi dan Ketenagakerjaan
Pertumbuhan Ekonomi dan Ketenagakerjaan
44 Laporan Perekonomian Indonesia 2012 • BAB 3
P kinerja perekonomian global yang melambat.
erekonomian Indonesia pada tahun 2012 sanggup mempertahankan momentum pertumbuhan di tengah
Perekonomian Indonesia tumbuh 6,2% pada tahun 2012, lebih tinggi dibandingkan dengan rata- rata sepuluh tahun terakhir, yaitu 5,5%. Tingginya pertumbuhan ekonomi tersebut didukung oleh pertumbuhan ekonomi di seluruh daerah, terutama Kawasan Timur Indonesia.
Dari sisi permintaan, kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia ditopang oleh kuatnya permintaan domestik yang tercermin dari laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan investasi yang relatif kuat meskipun menurun pada triwulan terakhir. Di sisi lain, ekspor mengalami tekanan yang berat sebagai dampak perlambatan ekonomi dunia dan penurunan harga komoditas. Sementara impor masih tumbuh cukup tinggi sejalan dengan masih kuatnya permintaan domestik. Dari sisi produksi, kinerja ekonomi ditopang oleh sektor-sektor yang berhubungan dengan konsumsi rumah tangga dan investasi. Sementara, sektor-sektor yang lebih berorientasi ekspor tumbuh relatif rendah.
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi didukung oleh stabilitas ekonomi makro dan sistem keuangan. Terjaganya stabilitas tersebut tidak terlepas dari peran kebijakan yang ditempuh baik oleh Bank Indonesia maupun Pemerintah. Pertumbuhan ekonomi yang kuat juga disertai dengan permintaan terhadap tenaga kerja, tercermin pada tingkat pengangguran yang menurun. Peningkatan tenaga kerja tersebut pada gilirannya berkontribusi pada membaiknya kesejahteraan masyarakat.
Laporan Perekonomian Indonesia 2012 • BAB 3
Pertumbuhan ekonomi terutama ditopang oleh masih kuatnya kinerja permintaan domestik, khususnya konsumsi rumah tangga dan investasi. Kuatnya permintaan domestik mampu menahan pertumbuhan ekonomi sehingga tetap tumbuh tinggi di atas 6%, dan lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan ekonomi pada sepuluh tahun terakhir sebesar 5,5% (Graik 3.1). Di sisi lain, masih kuatnya permintaan domestik tersebut menyebabkan impor tercatat tumbuh cukup tinggi. Sementara itu, perlambatan permintaan global telah mengakibatkan menurunnya pertumbuhan ekspor, terutama pada semester II 2012. Pada periode perlambatan ekspor tersebut, kinerja sektor terkait ekspor seperti sektor pertambangan tumbuh relatif rendah. Sementara itu, sektor-sektor yang berhubungan dengan