dalam waktu tertentu sebagai gambaran tentang upah yang kita pikirkan.
2.7.2.3. Faktor Sosial
Mencakup faktor kelompok anutan yang didefenisikan sebagai suatu kelompok orang yang mempengaruhi sikap, pendapat, norma,
dan perilaku konsumen. Kotler 1997:158 menyatakan bahwa anggota keluarga merupakan kelompok acuan primer yang paling berpengaruh
menentukan produk dan merek yang mereka gunakan sesuai dengan aspirasi kelompoknya.
2.8. Teori Gender
Kemp 1994 dalam T.O. Ihromi 1999;215 bahan pekerjaan dan tugas serta tanggung jawab yang kurang breharga biasanya dialokasikan pada
perempuan dan ini sudah terinternalisasi sejak anak – anak, sehingga tidak mengherankan anak perempuan merasa bahwa ini memang beban yang memang
sudah seharusnya dia tanggung. Bahkan kadang anak perempuan itu tidak lagi merasakan sebagai beban lagi karena memang persepsinya bahwa seorang
perempuan harus dapat rela berkorban atau lebih atruistis. Menutur Fakih dalam Kuntari 2001:15 gender adalah penggolongan
gramatikal terhadap kata-kata benda dan kata-kata lainnya yang secara garis besar berhubungan dengan dua jenis kelamin. Istilah Gender sering diartikan sebagai
seks jenis kelamin. Istilah Gender dan seks memang mengacu kepada perbedaan jenis kelamin. Sadli 1995:22 mengungkapkan bahwa gender adalah semua
atribut sosial mengenai pria dan wanita, misalnya pria digambarkan memiliki sifat
Universitas Sumatera Utara
maskulin seperti keras, kuat, rasional dan gagah. Sementara wanita digambarkan memiliki sifat feminin, seperti halus, lemah, perasa, sopan, penakut. Perbedaan
tersebut dipelajari dari keluarga, tokoh masyarakat, lembaga keagamaan, lembaga pendidikan, lingkungan kerja dan berbagai media masa baik cetak maupun
elektronik. Sedangkan seks adalah pembagian jenis kelamin manusia berdasarkan
fisik biologis yang telah ditentukan oleh Tuhan kodrat, tidak bisa berubah, tidak bisa dipertukarkan dan bersifat universal. Misalnya wanita mempunyai vagina dan
rahim, pria mempunyai penis dan buah zakar. Sampai dengan saat ini kebanyakan masyarakat masih mengartikan Gender sebagai perbedaan jenis kelamin, kondisi
tersebut mengakibatkan kesenjangan tanggung jawab dan peran sosial sehingga terjadi ketidakadilan dan ketidaksetaraan antara pria dan wanita dalam
masyarakat. Gender mengandung pola relasi yang berkembang terus – menerus masih
dalam fungsinya mendefenisikan laki – laki dan perempuan serta mengatur hubungan orang – orang dengan masyarakat. Gender menancap di setiap aspek
masyarakat; institusi, wilayah publik, seni, sandang, pergerakan. Gender terpatri dalam keluarga, lingkungan, gereja, sekolah, dan media. Gender bukanlah sesuatu
yang kita dapatkan semenjak lahir dan juga bukan sesuatu yang kita miliki, melainkan sesuatu yang kita lakukan, sesuatu yang kita tampilkan. Gender
melekat pada dan mempengaruhi penampilan setiap orang sehingga nantinya akan muncul semacam sikap otoriter pada penampilan persona tersebut. Seks dan
gender menyatu melalui pandangan masyarakat yang mencoba untuk memadu – padankan cara bertindak dengan kodrat biologis.
Universitas Sumatera Utara
Kelamin merupakan penggolongan biologis yang didasarkan pada sifat reproduksi potensial. Kelamin adalah kombinasi unsur – unsur anatomis, endokrin
dan kromosom. Kelamin berlainan dengan gender yang merupakan elaborasi
8
Kitab Perjanjian Lama menciptakan kutukan terhadap perempuan, dengan mengatakan “hasrat harus ditujukan kepada suamimu dan dia akan memerintah
atasmu”, dan mengutuk laki – laki dengan mengatakan laki – laki harus bekerja keras dan memeras keringat. Kitab Injil juga menyebutkan, bahwa manusia
diciptakan menurut citra Allah, dan menghukum setiap mereka yang berbuat kesalahan – sebenarnya. Berdasarkan tanggung jawab moral mereka, laki – laki
sosial dari sifat biologis. Gender membangun sifat biologis dari yang alami, kemudian melebih – lebihkannya dan pada akhirnya menempatkannya pada posisi
yang sama sekali tidak relevan Hastuti,2003:5 – 6. Contoh : tidak ada alasan biologis yang dapat menjelaskan mengapa para perempuan harus berlenggok dan
para lelaki harus membusung. Orang beranggapan jika gender diwariskan melalui praktik pengasuhan
anak sehingga hal tersebut bersifat sosial, sedangkan kelamin langsung diturunkan secara biologis. Menamai seseorang dengan label laki – laki atau perempuan tidak
lebih merupakan keputusan yang bersifat sosial. Kita dapat saja menggunakan bantuan pengetahuan ilmiah untuk membuatnya masuk akal, namun hanya
kepercayaan gender kitalah dapat mendefenisikan jenis kelamin kita Teori yang mengatakan bahwa perbedaan alami laki – laki dan perempuan telah membawa
perkembangan karakter, sudah berkembang sangat lama Hastuti,2003:28.
8
Elaborasi menurut KBBI adalah penggarapan secara tekun dan cermat: nilai filsafat antropologi modern terletak dan pendalaman pengetahuan historis tentang manusia.
Universitas Sumatera Utara
dan perempuan mempunyai kedudukan yang sama di hadapan Tuhan – dengan konflik mutual dan perbedaan abadi Fromm,2002:143.
Kalangan filsuf zaman Pencerahan berpendapat tidak ada perbedaan bawaan antara laki – laki dan perempuan l’ame n’a pas de sexe, perbedaan yang
kemudian muncul adalah pengaruh lingkungannya terutama selama proses pendidikan berlangsung. Di sisi lain, filsuf zaman Romantik di awal abad 19,
membuat pernyataan yang sangat kontradiktif. Mereka mengungkapkan bahwa perbedaan karakterologis antara laki – laki dan perempuan adalah karena
perbedaan biologis yang dibawa lahir Fromm,2002:144. Dalam psikologi modern, Freud adalah tokoh yang paling lantang
menyuarakan pendapat kaum Romantik. Dia berpendapat perbedaan anatomis antara jenis kelamin merupakan sebab dari perbedaan – perbedaan karakterologis
yang tak tergantikan. “Anatomi adalah takdir”, katanya tentang perempuan mengulang kalimat Napoleon. Penting untuk menyadari bahwa analisis filosofis
sangat dominan dalam kontroversi ini. Keinginan mengingkari setiap perbedaan karakter laki – laki dan perempuan barangkali karna penerimaan secara implisit
premis filosofis anti kesetaraan; bahwa siapapun yang menginginkan kesetaraan harus dapat membuktikan perbedaan karakter bukan karena kodratnya, melainkan
karena kondisi sosial yang melingkupinya. Juga kemampuan intelegensia perempuan, kurang kecakapan dalam berorganisasi dan abstraksi atau penilaian
kritis dipegang agar menghindari terjadinya kesetaraan penuh kaum perempuan dan kaum laki – laki Fromm,2002:147.
Kesalahan – kesalahan yang biasanya terjadi dalam hubungan antara laki – laki dan perempuan bukan karena memiliki karakteristik laki – laki dan
Universitas Sumatera Utara
perempuan yang mereka miliki, tetapi karena hubungan pribadi manusia dengan pribadi mereka Fromm,2002:174.
Hubungan gender terhadap minat berbelanja atau membeli suatu barang pun telah menjadi kajian para kaum akademik
9
Penawaran produk – produk yang ditujukan pada wanita seringkali tidak didasarkan pada kebutuhan wanita, namun lebih merupakan penawaran gaya
hidup dari kelas sosial tertentu. Produk yang ditawarkan dalam iklan tidak jarang mengarahkan wanita untuk menjadi ideal dan modern dengan produk yang
diiklankan tersebut. Misalnya, wanita dikatakan cantik adalah harus berkulit putih, berambut lurus, bertubuh langsing dan tidak berjerawat. Tidak heran pencitraan
sedemikian rupa meningkatkan minat beli dan hasil penjualan dari produk yang menghasilkan kecantikan tersebut, mulai dari cairan pemutih kulit, jamu
pelangsing, sampo, sabun dan krim anti jerawat. Atas dasar itulah wanita rela membelanjakan uangnya lebih banyak dibanding kaum pria. Bahkan disebut
bahwa wanita rela menderita dan menghabiskan banyak uang untuk mendapat pengakuan cantik.
. Kaum wanita dicitrakan lebih konsumtif dibandingkan dengan pria. Bagi produsen, wanita adalah konsumen
potensial sehingga kelompok ini lebih sering dijadikan sasaran empuk untuk menawarkan produk – produknya. Stereotipe ini berakar dari anggapan bahwa
peran gender wanita adalah sebagai pengurus rumah tangga dan pelestari kecantikan, sehingga wanita adalah orang yang berperan dalam membelanjakan
semua kebutuhan tumah tangga termasuk kebutuhan khas suami seperti rokok, minuman, makanan, pakaian, dan sebagainya Hastuti,2003.
9
Hastuti 2003. “Stereotipe dan Komoditisasi Perempuan Dalam Iklan” dalam Jurnal Perempuan, YJP Jakarta
Universitas Sumatera Utara
Sifat wanita yang cenderung sensitif dan mengutamakan penampilan luar dapat dikaitan dengan teori gender ini. Kecantikan dalam tolak ukur penilaian
terhadap wanita cantik dan seksi dapat menjadi identitas kualitas, dan kesan mewah suatu barang. Akibatnya tidak sedikit produk yang diiklankan oleh wanita
walaupun tidak bersentuhan dengan masalah kecantikan, seperti iklan rokok, mobil, minyak pelumas, parfum, dan sebagainya. Penonjolan aspek tersebut
didasarkan pada keyakinan bahwa keunggulan wanita tergantung pada aspek fisik biologis dan kodrat dan pria pada aspek akal dan rasio Hastuti,2003.
Universitas Sumatera Utara
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN