BAB III Proses Pengangkatan Anak dan Tahapannya
Berbicara mengenai pengangkatan anak diatur dalam hukum adat yang bersifat modifikasi maupun konsensus dalam artian hukum adat dijalankan dengan merunut
pada kebiasaan yang terdapat dilingkungan sosial budaya setempat dan berdasar pada keputusan yang telah disetujui bersama antara masyarakat dan pemuka adat.
Sudut pandang penggunaan hukum adat yang berbasiskan konsepsi Dalihan Na Tolu dalam penelitian ini didasarkan pada konsepsi yang dimiliki oleh masyarakat
Batak Toba di Bagan Sinembah, hal ini bertujuan untuk mendapatkan data yang tidak tercampur dengan konsepsi mengenai hal tersebut bagi masyarakat Batak Toba di
daerah lain.
3.1 Deskripsi Tentang Hukum Adat Masyarakat Batak Toba Secara Umum Mengenai Anak Angkat
Pada hakekatnya perkembangan hukum adat tidak dapat dipisahkan dari perkembangan masyarakat pendukungnya. Dalam pembangunan hukum nasional,
peranan hukum adat sangat penting. Karena hukum nasional yang akan dibentuk, didasarkan pada hukum adat yang berlaku.
Hukum adat adalah hukum tidak tertulis dan bersifat dinamis yang senantiasa dapat menyesuaikan diri terhadap perkembangan peradaban manusia itu sendiri. Bila
hukum adat yang mengatur sesuatu bidang kehidupan dipandang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan warganya maka warganya sendiri yang akan merubah hukum adat
tersebut agar dapat memberi manfaat untuk mengatur kehidupan mereka. Hal ini dapat dilihat dari keputusan-keputusan yang dibuat oleh para pengetua adat.
Universitas Sumatera Utara
Hukum adat mengalami perkembangan karena adanya interaksi sosial, budaya, ekonomi dan lain-lain. Persentuhan itu mengakibatkan perubahan yang dinamis
terhadap hukum adat, selain tidak terkodifikasi, hukum adat itu memiliki corak : 1 Hukum adat mengandung sifat yang sangat tradisionil.
Bahwa peraturan hukum adat umumnya oleh rakyat dianggap berasal dari nenek moyang yang legendaris hanya ditemui dari cerita orang tua.
2 Hukum adat dapat berubah Perubahan dilakukan bukan dengan menghapuskan dan mengganti peraturan-
peraturan itu dengan yang lain secara tiba-tiba, karena tindakan demikian itu akan bertentangan dengan sifat adat istiadat yang suci, akan tetapi perubahan terjadi oleh
pengaruh kejadian-kejadian , pengaruh peri keadaan hidup yang silih berganti-ganti. Peraturan hukum adat harus dipakai dan dikenakan oleh pemangku adat terutama
oleh kepala-kepala pada situasi tertentu dari kehidupan sehari-hari; dan peristiwa- peristiwa demikian ini, sering dengan tidak diketahui berakibat pergantian,
berubahnya peraturan adat dan kerap kali orang sampai menyangka, bahwa peraturan- peraturan lama tetap berlaku bagi kedaaan-keadaan baru.
3 Kesanggupan hukum adat menyesuaikan diri. Justru karena pada hukum adat terdapat sifat hukum tidak tertulis dan tidak
dikodifikasi, maka hukum adat pada masyarakat yang melepaskan diri dari ikatan- ikatan tradisi dan dengan cepat berkembang modern memperlihatkan kesanggupan
untuk menyesuaikan diri dan elastisiteit yang luas. Suatu hukum sebagai hukum adat, yang terlebih-lebih ditimbulkan keputusan di kalangan perlengkapan masyarakat
belaka, sewaktu-waktu dapat menyesuaikan diri dengan keadaan-keadaan baru. Hukum adat berurat berakar pada kebudayaan tradisionil. Hukum adat adalah
suatu hukum yang hidup, karena ia menjelmakan perasaan hukum yang nyata dari
Universitas Sumatera Utara
rakyat. Sesuai dengan fitranya sendiri, hukum adat terus menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri.
Hukum adat mengatur seluruh aspek kehidupan masyarakat yang berasal dari nenek moyang dan berlaku secara turun temurun. Hukum adat mengatur tentang
masalah perkawinan, anak, harta perkawinan, warisan, tanah dan lain-lain yang selalu dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat agar tercapai ketertiban dalam masyarakat.
Hukum adat ini selalu dijunjung tinggi pelaksanaannya. Hukum adat juga mengatur tentang pengangkatan anak, dalam pengangkatan anak di Indonesia, pedoman yang
dipergunakan saat ini adalah : 1.
Staatsblad 1917 No. 129 mengenai adopsi yang berlaku bagi golongan Tionghoa.
2. Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 Tahun 1983 merupakan
penyempurnaan dari dan sekaligus menyatakan tidak berlaku lagi Surat Edaran Mahkamah Agung No. 2 tahun 1979 jo Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 Tahun
1989 tentang pengangkatan Anak yang berlaku bagi warga negara Indonesia.
3. Hukum adat Hukum tidak tertulis.
4. Jurisprudensi Putusan-putusan hakim yang atau pengadilan yang telah
berkekuatan hukum Dalam menentukan kriteria sah tidaknya suatu pengangkatan anak termasuk akibat
hukumnya pada masyarakat daerah tertentu, seperti di kalangan masyarakat suku Jawa, Tionghoa, saat ini sudah ada beberapa jurisprudensi yang dapat dijadikan
sebagai pedoman. Pengangkatan anak bagi golongan Bumiputera menurut tata cara hukum adatnya masih dianggap sah dan akibat hukumnya juga tunduk kepada hukum
Universitas Sumatera Utara
adatnya sepanjang tidak bertentangan dengan tujuan dari pengangkatan anak yaitu mengutamakan kesejahteraan anak.
Meskipun pengangkatan anak harus dilakukan berdasarkan hukum adat yang berlaku, namun masih diperlukan lagi pengesahan dengan suatu penetapan dari
masyarakat yang direpresentasikan dalam bentuk surat yang terdapat didalamnya tanda-tangan kedua pihak dan saksi-saksi tokoh masyarakat maupun pimpinan
masyarakat.
3.2 Kedudukan Anak Angkat