Pengangkatan Anak Perempuan Kasus-kasus Proses Pengangkatan Anak Angkat

Sistem pembagian warisan secara 13 bagian untuk anak laki-laki dan 23 bagian untuk anak perempuan merupakan adopsi sistem warisan dalam Islam yang diadaptasi dalam sistem adat masyarakat Batak Toba di Bagan Sinembah mengingat lokasi penelitian berada didaerah administratif propinsi Riau yang didominasi agama Islam sebagai mayoritas agama data BPS Propinsi Riau 2008.

4.1.3 Pengangkatan Anak Perempuan

Pengangkatan anak perempuan pada masyarakat Batak Toba di Bagan Sinembah didasarkan atas alasan untuk menjadi temanpendamping dalam kehidupan bagi orangtua perempuan sehingga dalam hukum adat batak toba tidak diatur secara pasti mengenai individu yang diangkat sebagai anak dalam suatu keluarga melainkan hukum adat tersebut berdiri diatas peraturan tidak tertulis dan terkadang dilandasi oleh kepentingan pribadi sehingga tidak bias dijadikan sebagai tolak ukur, namun dalam konsep mengenai hukum adat sendiri adalah : 1. Hukum adat mengatur seluruh aspek kehidupan masyarakat yang berasal dari nenek moyang dan berlaku secara turun temurun. Hukum adat mengatur tentang masalah perkawinan, anak, harta perkawinan, warisan, tanah dan lain-lain yang selalu dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat agar tercapai ketertiban dalam masyarakat. Hukum adat ini selalu dijunjung tinggi pelaksanaannya. 2. Hukum adat berurat berakar pada kebudayaan tradisionil. Hukum adat adalah suatu hukum yang hidup, karena ia menjelmakan perasaan hukum yang nyata dari rakyat. Sesuai dengan fitranya sendiri, hukum adat terus menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri. 3. Hukum adat adalah hukum tidak tertulis dan bersifat dinamis yang senantiasa dapat menyesuaikan diri terhadap perkembangan peradaban manusia itu sendiri. Bila hukum Universitas Sumatera Utara adat yang mengatur sesuatu bidang kehidupan dipandang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan warganya maka warganya sendiri yang akan merubah hukum adat tersebut agar dapat memberi manfaat untuk mengatur kehidupan mereka. Hal ini dapat dilihat dari keputusan-keputusan yang dibuat oleh para pengetua adat. Hukum adat mengalami perkembangan karena adanya interaksi sosial, budaya, ekonomi dan lain-lain. Persentuhan itu mengakibatkan perubahan yang dinamis terhadap hukum adat. Berdasarkan keterangan diatas maka mengangkat anak perempuan merupakan alasan yang logis mengingat kepentingan yang semakin besar dan didukung oleh sistem hukum adat yang bersifat dinamis terhadap perubahan. Pengangkatan anak perempuan dengan alasan utama untuk sebagai temanpendamping dalam kehidupan bagi orangtua perempuan merupakan suatu hal yang layak dan wajar untuk dilakukan mengingat kondisi lingkungan masyarakat Bagan Sinembah yang didominasi kehidupan pada sektor perkebunan dimana menuntut tenaga kerja yang dapat bekerja dalam waktu penuh, dimana tenaga kerja pada sektor perkebunan didominasi oleh peran laki-laki sebagai motor utama dalam usaha perkebunan sehingga menyebabkan ibu atau orangtua perempuan tinggal sendiri dirumah tanpa ada temanpendamping sehingga membutuhkan posisi temanpendamping dalam kehidupannya. Pengangkatan anak perempuan pada masyarakat Batak Toba di Bagan Sinembah merupakan suatu hal yang umum terjadi, sebagaimana diungkapkan oleh beberapa informan : Baginda Sinaga 47 thn : “mengangkat anak perempuan sebagai anak angkat disini adalah hal yang biasa terjadi karena laki-laki disini bekerja di kebun dan sore baru pulang jadi gak ada yang menemani istri dirumah”. Universitas Sumatera Utara Purnama Gultom 34 thn : “ … 5 tahun yang lalu kami mengangkat anak perempuan yang sudah berusia 7 tahun untuk menemani saya dirumah, walaupun anak tersebut pergi sekolah dan bermain setidaknya awak punya pekerjaan dan teman dirumah waktu suami kerja di kebun”. Aslam Sitorus 53 thn : “… kasian istri dirumah ketika awak kerja di kebun, gak ada kawannya, makanya 3 tahun yang lalu kami ngangkat anak perempuan karena anak perempuan kalau dewasa lebih terampil daripada anak laki-laki, jadi ada lah teman istri ku dirumah walau dirumah anggota sudah ada satu anak laki-laki”. Keterangan informan diatas yang didapat dari hasil wawancara mengungkapkan bahwa alasan mengangkat anak perempuan didasarkan atas kebutuhan akan teman dalam kehidupan istri yang ditinggal suami yang bekerja di perkebunan, pengangkatan anak perempuan didasarkan alasan bahwa mengurus anak perempuan tidak serumit mengurus anak laki-laki. Pengangkatan anak perempuan dalam adat Batak Toba tidak berimplikasi terhadap pemberian marga secara patriarkat dikarenakan dalam adat Batak Toba, garis keturunan diperoleh dari garis keturunan laki-laki dan hanya laki-laki yang bisa mewariskan garis marga tersebut sedang anak perempuan lebih berperan sebagai “penyebaran garis keluarga” dalam sistem Dalihan Na Tolu yang timbul akibat dari proses perkawinan anak perempuan tersebut. Pembagian warisan bagi anak angkat perempuan memiliki struktur yang rumit mengingat sistem pembagian warisan pada masyarakat Bagan Sinembah menganut sistem budaya yang mengadaptasi hukum waris Islam, sehingga sudah jelas pembagian waris kepada anak perempuan adalah sejumlah 23 bagian dari anak laki- laki atau 23 bagian dari harta waris apabila anak perempuan tersebut adalah anak tunggal. kompleksitas pembagian waris kepada anak angkat perempuan terjadi ketika dalam adaptasi hukum waris Islam dalam hukum adat tidak mengenal waris bagi anak Universitas Sumatera Utara angkat baik laki-laki atau perempuan sehingga proses pembagian waris bergantung pada persetujuan yang timbul dari hasil musyawarah diantara tokoh adat, agama, sanak-saudara orangtua angkat, namun pada umumnya di Bagan Sinembah pembagian waris kepada anak angkat perempuan didasarkan kepada hasil musyawarah yang dalam hasil musyawarah turut membagi bagian waris kepada anak angkat perempuan dengan pertimbangan bahwa mengangkat anak harus memiliki akibat yang jelas dikemudian hari bagi status anak angkat perempuan tersebut. Proses pembagian pada anak angkat perempuan di Bagan Sinembah yang berdiri atas hukum waris Islam dan hukum adat Batak Toba dapat menjadi yurisprudensi bagi sistem hukum nasional, mengingat pada masyarakat Tionghoa dan Jawa telah timbul yurisprudensi bagi pembagian waris terhadap anak angkat laki-laki dan perempuan yang semakin mempertegas posisi serta status anak angkat kedepannya setelah orangtua angkatnya meninggal dunia.

4.2 Tipe Anak Angkat