Kedudukan Anak Angkat Proses Pengangkatan Anak dan Tahapannya

adatnya sepanjang tidak bertentangan dengan tujuan dari pengangkatan anak yaitu mengutamakan kesejahteraan anak. Meskipun pengangkatan anak harus dilakukan berdasarkan hukum adat yang berlaku, namun masih diperlukan lagi pengesahan dengan suatu penetapan dari masyarakat yang direpresentasikan dalam bentuk surat yang terdapat didalamnya tanda-tangan kedua pihak dan saksi-saksi tokoh masyarakat maupun pimpinan masyarakat.

3.2 Kedudukan Anak Angkat

Di daerah Batak Toba yang menganut sistem kekerabatan patrilineal, anak laki-laki merupakan penerus keturunan ataupun marga dalam silsilah keluarga. Anak laki-laki sangat berarti kehadirannya dalam suatu keluarga. Pada masyarakat Batak Toba, apabila suatu keluarga tidak mempunyai anak laki-laki, maka ia dapat mengangkat seorang anak laki-laki yang disebut dengan anak naniain dengan syarat anak laki-laki yang diangkat haruslah berasal dari lingkungan keluarga atau kerabat dekat orang yang mengangkat. Pengangkatannya haruslah dilaksanakan secara terus terang yaitu dilakukan di hadapan dalihan na tolu dan pemuka-pemuka adat yang bertempat tinggal di desa sekeliling tempat tinggal orang yang mengangkat anak. Apabila syarat-syarat pengangkatan anak sebagaimana diuraikan di atas telah terpenuhi, maka anak tersebut akan menjadi ahli waris dari orang tua angkatnya dan tidak lagi mewaris dari orang tua kandungnya. Konsekuensi dari pengangkatan anak yang demikian ini, tentu mempunyai pengaruh terhadap terhadap kedudukan anak tersebut baik terhadap orang kandungnya maupun terhadap orang tua angkat si anak. Hal di atas merupakan latar belakang pemilihan topik tentang anak angkat dalam sistem hukum adat Batak Toba. Universitas Sumatera Utara Hukum adat masyarakat Batak Toba secara umum mengenai anak angkat meliputi siapa individu yang akan diangkat sebagai anak dalam suatu keluarga dan hak-hak yang didapat. Setelah individu tersebut diangkat menjadi anak dalam suatu keluarga. Individu yang diangkat sebagai anak dalam suatu keluarga Batak Toba pada umumnya adalah anak laki-laki, dengan maksud untuk meneruskan garis keturunan mengingat dalam masyarakat Batak Toba garis keturunan ditarik dari pihak orangtua laki-laki Patrilinieal, namun ada beberapa kasus tertentu dimana proses pengangkatan anak pada masyarakat Batak Toba juga mengangkat anak perempuan dengan tujuan sebagai temanpendamping dalam kehidupan bagi orangtua perempuan sehingga dalam hukum adat Batak Toba tidak diatur secara pasti mengenai individu yang diangkat sebagai anak dalam suatu keluarga melainkan hukum adat tersebut berdiri diatas peraturan tidak tertulis dan terkadang dilandasi oleh kepentingan pribadi sehingga tidak bisa dijadikan sebagai tolak ukur. Hukum nasional Indonesia mengemukakan bahwa : kebiasaan-kebiasaan mengenai pengangkatan anak harus melalui proses persetujuan antara dua belah pihak dan diumumkan serta diketahui oleh masyarakat, walaupun pada saat sekarang ada yang di-Notariskan atau dimintakan pengesahannya di Pengadilan, adapun yang dapat diangkat sebagai anak adalah anak laki-laki atau anak perempuan atau kedua-duanya. Kebiasaan mengangkat anak didasari oleh faktor keturunan dan faktor untuk menjaga dan mengurusi di hari tuanya, selain itu pengangkatan anak harus mendapat persetujuan dari orang tua si anak dan persetujuan dalam keluarga yang akan mengangkat anak tersebut. Faktor usia dalam pengangkatan anak merupakan suatu hal yang relatif, dalam artian tidak ada batasan umur dalam pengangkatan anak. Dalam penelitian ini tidak dipergunakan dan tidak dimasukkan dalam kategori mengenai Universitas Sumatera Utara anak pungut karena anak pungut berbeda dengan anak angkat, perbedaan terletak pada dasar pengambilan dimana pada anak pungut didasarkan pada belas kasihan sedangkan anak angkat adalah proses pengangkatan anak dengan tujuan tertentu serta anak angkat mendapatkan warisan terhadap harta peninggalan orang tua angkatnya sedangkan anak pungut tidak mendapatkan warisan dari orang yang memeliharanya.

3.3 Hak waris anak angkat