angkat baik laki-laki atau perempuan sehingga proses pembagian waris bergantung pada persetujuan yang timbul dari hasil musyawarah diantara tokoh adat, agama,
sanak-saudara orangtua angkat, namun pada umumnya di Bagan Sinembah pembagian waris kepada anak angkat perempuan didasarkan kepada hasil
musyawarah yang dalam hasil musyawarah turut membagi bagian waris kepada anak angkat perempuan dengan pertimbangan bahwa mengangkat anak harus memiliki
akibat yang jelas dikemudian hari bagi status anak angkat perempuan tersebut. Proses pembagian pada anak angkat perempuan di Bagan Sinembah yang
berdiri atas hukum waris Islam dan hukum adat Batak Toba dapat menjadi yurisprudensi bagi sistem hukum nasional, mengingat pada masyarakat Tionghoa dan
Jawa telah timbul yurisprudensi bagi pembagian waris terhadap anak angkat laki-laki dan perempuan yang semakin mempertegas posisi serta status anak angkat
kedepannya setelah orangtua angkatnya meninggal dunia.
4.2 Tipe Anak Angkat
Anak angkat secara hukum adalah proses mengangkat anak untuk suatu kepentingan dengan berbagai persyaratan tertentu, seperti harus adanya persetujuan
diantara kedua belah pihak, yaitu orangtua si anak dan pihak yang mengangkat anak dan alasan-alasan kuat untuk mengangkat anak, seperti faktor keturunan atau faktor
eksistensi. Pengangkatan anak harus dibedakan secara jelas dengan konsep anak pungut,
karena dalam sudut pandang hukum, anak pungut adalah anak yang diambil berdasarkan rasa kasihan dan tidak berhak atas harta warisan orang yang memelihara,
perbedaan tersebut harus ditegaskan agar tidak terjadi penyimpangan dalam penyampaian data lapangan mengenai anak angkat.
Universitas Sumatera Utara
Proses pengangkatan anak laki-laki dalam masyarakat merupakan suatu proses yang bertujuan untuk meneruskan keturunan secara tidak langsung atau secara non-
genetis, diharapkan dengan adanya pengangkatan anak laki-laki maka akan ada yang mewariskan harta warisan dan keturunan dari orangtua angkat tersebut kelak. Dalam
budaya masyarakat Batak Toba, anak laki-laki memegang peran sentral mengingat dalam sistem budaya Batak menganut sistem patriarkat, yaitu menarik garis keturunan
dari pihak laki-laki, sehingga apabila tidak memiliki anak laki-laki maka putuslah garis keturunan secara patriarkat tersebut, terlebih lagi dalam masyarakat Batak Toba
marga atau klan sangat penting sehingga hal ini harus diwariskan selain harta warisan. Pengangkatan anak perempuan dalam budaya masyarakat Batak Toba
didasarkan pada kebiasaan-kebiasaan yang dialami oleh para orangtua yang tidak memiliki anak perempuan sehingga kurangnya perhatian terhadap mereka dalam
menjalankan pekerjaan rumah sehari-hari dan sebagai individu yang dapat menemani mereka dalam menjalani hidup mereka.
Secara nyata, motivasi pengangkatan anak ini terungkap dalam proses wawancara lapangan yang telah dilakukan, seperti :
Fatimah Br. Manurung 60 thn : “kami mengangkat anak laki-laki 20 tahun yang lalu ketika si
Jepri masih berusia 7 tahun … kami mengangkat anak karena tidak memiliki anak laki-laki yang dapat meneruskan marga bapak dan usaha
kami, mengangkat anak ini kami lakukan atas permufakatan kami dengan tokoh adat disini”.
Sapri Sitorus 57 thn : “mengangkat anak perempuan karena orang rumah istri – red
tidak ada yang mengawani selama saya bekerja di kebun … mengangkat anak kami lakukan atas kesepakatan kami dengan
orangtua si ratna dan pengetua adat”.
Saipul Anwar Panjaitan 62 thn : “saya sebagai yang termasuk dituakan didaerah ini sering
diminta untuk merestui pengangkatan anak selain itu juga saya juga aktif sebagai ustadz di mesjid sehingga proses pengangkatan anak
sudah sah menurut adat dan agama”.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil wawancara tersebut motivasi pengangkatan anak berbeda berdasarkan jenis kelamin anak yang akan diangkat, apabila anak laki-laki yang
diangkat, alasannya adalah untuk mewariskan garis keturunan dan mewariskan harta warisan sedangkan pada pengangkatan anak perempuan didasarkan pada alasan
sebagai individu yang menemani dalam kehidupan sehari-hari dan pentingnya kehadiran anak perempuan dalam kehidupan, pengangkatan anak perempuan juga
berakibat pada pewarisan harta warisan dari orangtua angkat tersebut. Secara budaya, pengangkatan anak pada masyarakat Bagan Sinembah berdasar
pada budaya Batak Toba yang telah melalui proses modifikasi dan korelasi dengan nilai-nilai agama Islam, dimana dalam prosesi pengangkatan anak dilakukan upacara
yang sarat dengan nilai budaya Batak Toba, seperti permainan Gondang Sabangunan dan petuah-petuah dalam bahasa Batak Toba, selain itu juga dilaksanakan pembacaan
Al-quran oleh tokoh agama sebagai peresmian pengangkatan anak dalam kaidah Islam.
4.3 Pembagian Warisan