2. Prosedur Perolehan Hak Atas Tanah Menurut Hukum Adat Tapanuli Selatan
Prosedur perolehan hak atas tanah menururt hukum Adat di Tapanuli Selatan berbeda pada syarat yang pemberian hak kepada warga pendatang dan kepada warga
penduduk negeri natorop. a. Pemberian Hak Atas Tanah Kepada Pendatang
Prosedur pemberian hak atas tanah menurut hukum adat terrhadap orang pendatang yang ingin menetap dan mencari penghidupan di suatu wilayah yang
bukan bonabulunya, syarat-syaratnya adalah : Menghadap Raja Ni Huta yang mengatur kampung didampingi oleh Urang
Kaya Kampung yang menjaga kelestarian adat diberitakan bahwa ada maksud mau tinggal di suatu huta kampung. Syarat-syarat yang diperlukan untuk
diserahkan adalah beras, kelapa dan seekor ayam, Kemudian niat untuk tinggal disampaikan kepada Raja Panusunan Bulung. Kemudian raja mengumpulkan
hatobangan ni huta orang –orang yang dituakan di kampung di kampung dan urang kaya di kampung di mana lokasai tanah yang akan ditunjuk sebagai tempat
yang akan diberikan kepada pendatang . Kemudian pendatang tersebut bersama kahanggi sangkotan keluarga angkat, atau tempat bergantung di kampung
tersebut biasanya satu marga menceritakan secara resmi maksud dan tujuan tersebut dihadapan raja dan hatobangon ni huta sambil menyerahkan syarat-syarat
yang ditentukan tadi. Kemudian Raja menyuruh membacakan Tumabaga Holing yang berisi tentang kententuan yang berlaku menurut adat sebagai suatu hal yang
dihukumkan kepada pendatang yang meminta tanah. Diharapkan dengan tanah pemberian yang dimaksud ia dapat hidup dan berkembang turun-temurun . Hak
atas tanah yang diberikan biasanya berupa salipi natartar atau tukkot sapanjang mangolu.
1
2. Pemberian Haka Atas Tanah Kepada Anggota Masyarakat Adat Natorop Anggota masyarakat adat yang ingin memanfaatkan tanah di kampungnya sendiri,
tetap melaui prosedur secara adat, tetapi prosedurnya lebih sederhana yaitu
1
. Ibid, halaman 11
Edy Anwar Ritonga : Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Secara Sporadik Pada Areal Perkebunan Salak Milik..., 2008 USU e-Repository © 2008
tergantung raja Panusunan Bulung. Tetapi biasanya justru atas inisiatip dari raja yang mengajak natorop untuk mengolah tanah-tanah yang kosong di wilayahnya.
Alat bukti hak atas tanah diatas mulanya tidak tertulis sebagai mana tercantum dalam tumbaga holing yaitu hukum konvensi berisi ketentuan pengaturan hak atas
tanah yang diterima dan dijalankan serta ditaati. Tumabaga holing berisi tentang aturan yang mengatur semua aspek kehidupan masyarakat adat, termasuk pengaturan
penguasaan dan pengelolaan atas tanah yang disebut Pago-Pago Ni Paradaton yang berisi 4 hal yaitu Patik, Uhum, Ugari, dan Hapantunon. Patik berisi pendapat raja
yang dianggap berwibawa dan adil karena raja mengeluarkan patik berdasarkan pertimbangan yang matang. Uhum yaitu berisi aturan adat yang juga berisi sanksi
terhadap aturan adat yang dilanggar, Ugari yaitu hukum lokal yang berlaku di suatu wilayah marga luhat, dan Hapantunan berisi pedoman bermasyarakat berupa
nasehat dari raja, hatobangan atau pengetua adat yang bijaksana.
1
Setelah Indonesia merdeka raja-raja adat yang berwenang untuk mengurus dan
mengawasi adat termasuk tanah adat tersebut tidak ada lagi. Pengagantinya adalah Kepala Kampung yang pengangkatannya tidak berdasarkan marga pendiri bonabulu,
tetapi berdasarkan pemilihan. Akibatnya kepala kampung hanya berwenang di bidang Pemerintahan, sementara di bidang pengurusan adat termasuk tanah adat tidak ada
lagi. Pada periode ini mulai terjadi pergeseran penguasaan hak atas tanah. Pada waktu raja-raja masih ada, peralihan hak milik atas tanah hanya melalui pewarisan
dan bidang tanah yang penguasaannya tidak sesuai dengan adat berubah jadi salipi natartar. Tetapi pada jaman kemerdekaan peralihan dan perolehan hak atas tanah
mulai dilakukan dihadapan kepala Desa Alat bukti hak atas tanah yang berasal dari tanah adat menurut H. Rusli Harahap,
Pengetua adat di Tapanuli Selatan sebagai mana dikutip dari hasil wawancara Idawati Harahap dapat digolongkan atas dua yaitu:
1
. Ibid, Halaman 14.
Edy Anwar Ritonga : Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Secara Sporadik Pada Areal Perkebunan Salak Milik..., 2008 USU e-Repository © 2008
a. Yang Tertulis, yaitu suatu alat bukti surat pernyataan hak atas tanah di buat di
Bagasan Adat yaitu menurut ketentuan adat yang dikeluarkan oleh aparat pemerintahan kampung di atas kertas segel. Sampai sekarang masih diyakini
masyarakat sebagai bukti yang kuat .
b. Yang Tidak tertulis yaitu berupa proses kepemilikan dengan membuka hutan
dengan apa yang disebut kobun, sebagai tempat pemukiman dan lahan berladang kemudian meningkat pada bersawah. Biasanya pada tahap bersawah batas-
batasnya sudah ditentukan. Batas-batasnya biasanya berupa tumbuhan Sikkam, pining pinang, Bira, jalu-jalu.
1
Jadi kepemilikan tanah adat yang tidak tertulis terjadi karena digarap secara terus menerus dan lalu diberi tanda batas oleh sipenggarap dengan menanam tumbuhan
tertentu, kemudian diwariskan kepada yang berhak. Sedangkan alat bukti tertulis mulai timbul semenjak jaman kemerdekaan. Bukti tertulis ini timbul karena raja yang
mengatur perolehan dan penggunaan tanah secara adat tidak ada lagi dan sudah terjadi peralihan atas tanah karena jual beli, yang sebelumnya ini dilarang oleh raja .
B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian