1. Penyebutan kalimat rabbun
ﻜ ر ﺪﺒ ا
disertai dengan mengidhofatkan kepada beberapa mukhatab lawan bicara untuk
menunjukkan keagungan dan kebesaran. 2.
Idafah
ﺎ ﺪﺒ ﻰ
untuk menujukkan kemulian dan pengkhususan, hal ini merupakan semulia-mulianya sifat untuk Rasulullah saw.
3. Al-Ta’jiz kemukjizatan
ةرﻮ اﻮ ﺄﻓ
keluarnya makna Amr perintah dari makna asalnya kepada makna kemukjizatan, dan
bentuk Nakirahnya lafaz
ةرﻮ
untuk menunjukkan keumuman. 4.
Perbandingan yang halus
ءﺎ ءﺎ او ،ﺎﺷاﺮﻓ ضرﻷا ﻜ
membandingkan diantara bumi dan langit, dan hamparan dan atap. Ini merupakan keindahan ilmu badi’.
5. Al-Jumlah al-I’tiradiyyah
اﻮ و
untuk menjelaskan tantangan pada masa yang lampau dan yang akan datang, dan menjelaskan
kelemahan pada seluruh masa dan zaman.
23
10. Menunjukkan Fawâid Faidah-faidah Ayat
Al-Sâbûnî setelah menjelaskan segi kebalaghahan, ia menjelaskan Fawâid faidah-faidah yang terdapat pada ayat yang ia bahas, akan tetapi
tidak semua ayat yang ia bahas ada faiah-faidahnya.
23
Muhammad Ali al-Sâbûnî, Safwat al-Tafâsîr. Jilid I h. 43
Adapun contoh dalam hal ini dapat dilihat dalam pemaparan al-Sâbûnî terhadap surat al-Nisa’ ayat 135-147. Al-Sâbûnî membagi beberapa poin
dalam menerangkan faidah-faidah ayat tersebut: a.
Firman Allah:
اﻮ ﻣﺁ اﻮ ﻣﺁ ﺬ ا ﺎﻬ ﺎ
lafaz
اﻮ ﻣﺁ
bukan lah hanya sekedar pengulangan, akan tetapi mempunyai makna tetaplah di dalam
keimanan dan terus meneruslah di dalamnya. Seperti firman Allah
ﻴ ا طاﺮﺼ ا ﺎ ﺪها
yang memiliki arti tetapkanlah kami di dalam jalan yang lurus.
b. Allah menamakan kemenangan orang-orang mukmin dengan kalimat
kemenangan yang besar dan kemenangan orang-orang kafir dengan keberuntungan, untuk mengagungkan keadaan orang-orang beriman
dan merendahkan keberuntungan orang-orang kafir. c.
Para mufassir bekata: neraka memiliki tujuh tingkatan, yang paling atas adalah neraka Jahannam, kemudian Lazha, Huthmah, Sa’ir, Saqr,
Jahim, dan Hawiyah. Dan terkadang penamaan sebagiantingkatan dengan nama yang lain karena lafaz neraka berbentuk jama’ begitu
juga dengan lautan.
24
11. Membahas Latîfah
Al-Shabuni setelah menjelaskan Fawâid faidah-faidah, ia menjelaskan Latîfah yang terdapat pada ayat yang ia bahas, akan tetapi
tidak semua ayat yang ia bahas ada Latîfah.
24
Muhammad Ali al-Sâbûnî, Safwat al-Tafâsîr. Jilid I h. 314
Adapun contoh dalam hal ini dapat dilihat dalam pemaparan al-Sâbûnî terhadap surat al-Taubah ayat 61-74:
Imam al-Fakhr al-Râzi mengatakan, ketika Allah menyifati orang- orang beriman dengan sebagian mereka adalah penolong sebagian yang
lain, kemudian Allah menyebutkan lima perkara yang membedakan orang beriman dengan orang munafik, orang munafik memerintahkan kepada
kemunkaran, tidak mengerjakan shalat kecuali ia malas, kikir ketika membayar zakat dan hal-hal yang diwajibkan, dan apabila diperintahkan
untuk bersegera untuk berjihad maka ia terbelakang dari yang lain. Adapun orang beriman memerintahkan kepada kebajikan, melarang
kemungkaran, mengerjakan shalat dengan tata cara yang sempurna, membayar zakat, dan bersegera pada perintah Allah dan Rasul-Nya. Oleh
sebab itu Allah membandingkan di antara sifat orang-orang beriman dan sifat orang-orang munafik dengan firman-Nya:
☺ ☺
☺ ☺
☺ ⌧
Sebagaimana Allah telah membandingkan pada balasan di antara neraka jahannam dan surga.
25
12. Tanbîh