sehingga terjemah itu mencukupi apa yang terkandung dari makna asli majâz dan ketentuan tasyri’.
2. Tarjamah Harfiyah Bi Ghairi al-Mitsli, yaitu menerjemahkan bahasa
al-Qur’an sedikit demi sedikit sesuai dengan kemampuan penerjemah. Selanjutnya al-Dzahabi berkesimpulan bahwa arti terjemah secara
harfiyah ini bukanlah tafsir bagi al-Qur’an karena hanya mengganti dari suatu bahasa kepada bahasa yang lain, tidak mengungkapkan serta
menjelaskan objek al-Qur’an, tidak menghasilkan konklusi hukum, tidak menjelaskan keadaan dari segi makna, dan di dalamnya tidak menyangkup
hal-hal yang meliputi pengertian tafsir yang biasa dikenal.
8
2. Pengertian Tafsir
Secara etimologi bahasa kata tafsir diambil dari kata
ﺮ ﺴ ﻟا
isim mashdar dari
ﺮﺴ ,
yang berarti menerangkan, menjelaskan, memberi komentar, dan penjelasan.
9
Kemudian kata tafsir juga dapat diartikan pelepasan dan pembebasan.
10
Secara terminologi istilah kata tafsir dapat diartikan suatu ilmu yang membahas tentang al-Qur’an al-Karîm dari segi penunjukannya terhadap
maksud firman Allah swt, sesuai dengan kemampuan manusia.
11
8
Muhammad Husain al-Dzahabi, Al-Tafsîr wa al-Mufassirûn Jilid I h. 26
9
Ahmad Warson Munawwir. Al-Munawwir. Kamus Bahasa Indonesia- Arab
10
Yusur Qardhawi, Bagaimana Berinteraksi dengan al-Qur’an, Jakarta: Pustaka al- Kautsar, 1999 h.209
11
Muhammad ‘Abdul ‘Azim al-Zarqani, Manâhil al-‘Irfân Fi ‘Ulûm al-Qur’an, Jilid II, h. 3
Menurut Abu Hayyan, tafsir adalah ilmu yang membahas tentang al- Qur’an al-Karîm dari segi petunjuk-petunjuknya guna menyikapi makna
yang dikehendaki Allah swt, sesuai dengan kemampuan manusia.
12
Sedangkan Hasan al-Banna mendefinisikan penafsiran al-Qur’an yaitu memahami al-Qur’an sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab yang tidak
dibuat-buat dan dipaksakan.
13
M. Quraish Shihab menyatakan, bahwa tafsir adalah suatau upaya memahami maksud-maksud firman Allah sesuai dengan kemampuan
manusia.
14
Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa objek pembahasan tafsir adalah al-Qur’an, yang berguna untuk menyikapi atau
memahami apa yang ada di balik kalâm Allah sesuai dengan kemampuan manusia itu sendiri penafsir al-Qur’an.
3. Pengertian Ta’wil
Secara etimologi bahasa kata ta’wil berasal dari bahasa arab
وﺄ ﻟا
isim mashdar dari
لوأ
yang berarti menafsirkan, menjelaskan, dan mengembalikan.
15
Menurut Manna Khalil al-Qattân ta’wil berasal dari kata
لوﻷا
al-aul, yang berarti kembali ke asal.
16
12
Muhammad Yusuf Abu Hayyan, Al-Bahru al-Muhît Fi al-Tafsir, Mekkah: al- Tijariyah Musthafa Ahmad al-Baz, 1992, Jilid I, h. 10
13
Yusuf Qordhowi, al-Qur’an dan al-Sunnah; Referensi Tertinggi Umat Islam, Jakarta: Robbani press, 1997 h.29
14
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an Bandung: Mizan 1996, h. 15
15
Ahmad Warson Munawwir. Al-Munawwir. Kamus Bahasa Indonesia- Arab
16
Manna’ Khalil al-Qattân, Mabâhits Fi ‘Ulûm al-Qur’an h. 452
Sebagian ulama ada juga yang mengartikan ta’wil berasal dari kata
ﻷا
al-‘ail yang berarti memalingkan ayat dari makna yang zahîr kepada satu makna yang dapat diterima oleh ayat tersebut.
17
Sedangkan pengertian ta’wil secara terminologi istilah terbagi menjadi dua bagian:
1. Menurut ulama mutaqaddimîn terdahulu, mempunyai dua arti, yaitu
menafsirkan kalâm pembicaraan dan menjelaskan maknanya, baik relevan dengan zahirnya atau menyalahinya. Dengan demikian ulama
mutaqaddimîn mengatakan bahwa pengertian tafsir dan ta’wil sama. Arti yang kedua adalah kandungan yang dimaksud dari suatu kalâm
pembicaraan, karena memungkinkan mempunyai makna yang tersimpan, baik tentang masa lalu atau masa yang akan datang.
2. Ta’wil menurut ulama mutaakhirîn, fiqh, teologi, ahli hadis, dan
tasawuf adalah memalingkan lafaz yang râjih kuat kepada lafaz yang marjûh lemah karena ada dalil yang menyertainya.
18
Sedangkan menurut al-Sa’id al-Jurjazi, ta’wil adalah memalingkan makna yang zâhir kepada makna yang muhtamil, apabila makna yang
muhtamil itu tidak berlawanan dengan al-Qur’an dan al-Sunnah.
19
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulakan bahwa ta’wil adalah usaha untuk mendapatkan makna yang terbaik dengan cara memalingkan
dari makna aslinya dengan syarat, tidak berlawanan dengan syara’.
17
Jalaluddin al-Suyuti, Al-Itqân Fi ‘Ulûm al-Qur’an, Bairut: Dar al-Fikr Jilid II, h. 23
18
Manna’ Khalil al-Qattân, Mabahits Fi ‘Ulûm al-Qur’an, h. 453
19
M. Hasbie al-Shiddiqy, Sejarah Ilmu Tafsir, Jakarta: Bulan Bintang,1992 h.180
B. Sumber Penafsiran al-Qur’an