Adapun contoh dalam hal ini dapat dilihat dalam pemaparan al-Sâbûnî terhadap surat al-Taubah ayat 61-74:
Imam al-Fakhr al-Râzi mengatakan, ketika Allah menyifati orang- orang beriman dengan sebagian mereka adalah penolong sebagian yang
lain, kemudian Allah menyebutkan lima perkara yang membedakan orang beriman dengan orang munafik, orang munafik memerintahkan kepada
kemunkaran, tidak mengerjakan shalat kecuali ia malas, kikir ketika membayar zakat dan hal-hal yang diwajibkan, dan apabila diperintahkan
untuk bersegera untuk berjihad maka ia terbelakang dari yang lain. Adapun orang beriman memerintahkan kepada kebajikan, melarang
kemungkaran, mengerjakan shalat dengan tata cara yang sempurna, membayar zakat, dan bersegera pada perintah Allah dan Rasul-Nya. Oleh
sebab itu Allah membandingkan di antara sifat orang-orang beriman dan sifat orang-orang munafik dengan firman-Nya:
☺ ☺
☺ ☺
☺ ⌧
Sebagaimana Allah telah membandingkan pada balasan di antara neraka jahannam dan surga.
25
12. Tanbîh
25
Muhammad Ali al-Sâbûnî, Safwat al-Tafâsîr. Jilid I h. 550
Kemudian langkah terakhir al-Sâbûnî dalam menafsirkan kelompok ayat-ayat, ia menjelaskan Tanbîhât dari ayat-ayat tersebut. Contoh dari hal
ini dapat dilihat dalam surat ali Imran ayat 26-32. Imam Muslim meriwayatkan hadis dari Rasulullah saw, sesunguhnya
ia bersabda: “Sesungguhnya apabila Allah mencintai seorang hamba, maka ia akan memanggil Jibril dan berfirman: Sesungguhnya aku mencinta
fulan, maka cintailah ia, maka Jibril mencintainya kemudian berteriak di langit dan berkata: Sesungguhnya Allah mencintai fulan maka cintailah,
maka penghuni langit mencintainya. Dan apabila Allah membenci terhadap seorang hamba, maka ia memanggil Jibril, dan berfirman:
Sesungguhnya aku membenci terhadap fulan maka bencilah kepadanya, maka Jibril murka kepadanya, kemudian Jibril berteriak kepada penghuni
langit: Sesungguhnya Allah membenci kepada fulan, maka bencilah kepadanya, maka mereka membencinya, kemudian kebencian yang sangat
tersebut merendahkannya di bumi.
26
Sebagaimana telah dijelaskan terdahulu, bahwa metode penafsiran al- Qur’an terdiri dari empat metode, salah satu darinya yaitu metode Tahlili.
Kalangan mufassir berbeda pendapat tentang definisi metode tahlili.
27
Namun penulis berkesimpulan bahwa metode tahlili adalah “cara yang sistematis dalam usaha menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an dengan
melibatkan berbagai sarana yang dianggap efektif seperti ilmu munasabah
26
Muhammad Ali al-Sâbûnî, Safwat al-Tafâsîr. Jilid I h. 197
27
Lihat pengertian metode tafsir tahlili pada bab III
ayatsurat, ilmu asbâb al-Nuzûl, arti kosakata, memaparkan kandungan ayat yang global dan menerangkan unsur ilmu balaghah.
Dengan batasan-batasan metode tahlili di atas, kemudian penulis membandingkan dengan langkah-langkah penafsiran al-Sâbûnî yang telah
dipaparkan, maka penulis berasumsi dan berkesimpulan bahwa metode penafsiran al-Qur’an yang digunakan oleh al-Sâbûnî dalam kitab Safwat
al-Tafâsîr ini adalah metode Tahlili.
E. Sumber Penafsiran Safwat al-Tafâsîr