Erni L. Hutauruk : Studi Keanekaragaman Echinodermata Di Kawasan Perairan Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2009.
4.1.1 Nilai Kepadatan, Kepadatan Relatif, dan Frekuensi Kehadiran Echinodermata.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada masing-masing stasiun penelitian diperoleh nilai Kepadatan Populasi ind.m
2
, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran pada setiap stasiun penelitian pada Tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.2 Nilai Kepadatan Populasi ind.m
2
, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran pada setiap stasiun penelitian
NO Spesies
Stasiun 1 Stasiun 2
Stasiun 3 Stasiun 4
K KR
FK K
KR FK
K KR
FK K
KR FK
I Asteroidae
1 Achantaster plancii
0,011 1,694
66,66 0,011
1,940 66,66
0,015 3,198
66,66 -
- -
2 Culcita sp
- -
- 0,015
2,645 66,66
0,005
1,066 33,33
- -
- 3
Linkia laevigata 0,066
10,169 100
0,144 24,691
100 0,111
21,321 100
0,075 10,638
100 4
Protoreaster nodosus
0,005
0,847 33,33
0,011 1,940
66,66 -
- -
- -
- II
Crinoidae
5 Colobometra sp
0,033 5,084
100 0,033
5,291 100
0,025 5,330
100 0,025
3,546 66,66
6 Comanthus sp
0,115 19,491
100 29,100
0,165
100 30,916
0,145
100 0,155
21,985 100
III Echinodae
7 Diadema sp
42,372
0,255
100 0,085
14,991 100
0,099 21,108
100 41,134
0,299
100 8
Echinometra sp 0,045
7,627 100
0,011 1,763
33,33 -
- -
0,055 7,801
100
IV Holothuroidae
9 Actinopyga
lecanora
0,005
0,847 33,33
0,005
0,881 33,33
0,005
1,066 33,33
0,005
0,709 33,33
10 Holothuria atra
- -
- 0,015
2,645 66,66
0,011 2,132
66,66 0,011
1,418 66,66
11 Holothuria edulis
0,005
0,847 33,33
0,015 2,645
66,66
0,005
1,066 33,33
0,011 1,418
33,33 12
Holothuria sp 0,022
3,389 66,66
0,015 2,645
66,66 0,015
3,198 66,66
0,022 2,833
66,66 13
Pearsonothuria graffei
0,045 7,627
100 0,055
8,818 100
0,045 9,594
100 0,066
8,510 100
Ket: Stasiun 1: Daerah terkena tsunami Stasiun 2: Daerah kontrol.
Stasiun 3: Daerah tempat wisata Stasiun 4: Daerah terkena tsunami dan dekat pemukiman masyarakat
Hasil perhitungan pada stasiun 1 mendapatkan bahwa spesies Diadema sp memiliki nilai Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran tertinggi
sebesar 0,255 indm
2
K, 42,372 KR dan 100 FK. Nilai Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran yang terendah pada 3 spesies yaitu Protoreaster
nodosus, Actinopyga lecanora dan Holothuria edulis yaitu sebesar 0,005 indm
2
K, 0,847 KR dan 33,33 FK. Tingginya nilai kepadatan Diadema sp pada stasiun
Erni L. Hutauruk : Studi Keanekaragaman Echinodermata Di Kawasan Perairan Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2009.
ini, karena hewan ini menyukai terumbu karang yang rusak atau mati dan batuan. Menurut Romimohtarto Juwana 2001, habitat hewan ini adalah koloni karang
mati, pasir, batu dan terumbu karang. Pada stasiun ini tidak ada ditemukan Culcita sp dan Holothuria atra, hal ini karena rendahnya persen tutupan karang pada stasiun ini,
selain itu hewan ini sering hidup pada substrat yang berupa rumput laut atau padang lamun sedangkan substrat di tempat ini berupa batu, pasir, koloni karang. Kondisi
lingkungan di stasiun ini memiliki terumbu karang yang rusak karena pengaruh dari tsunami yang terjadi pada tahun 2004, tidak terdapat aktivitas masyarakat atau bahan
pencemar yang merusak kondisi lingkungannya. Kondisi faktor fisik kimia perairan masih tergolong alami dan tidak terdapat bahan-bahan pencemar yang merusak
lingkungan. Hasil pada stasiun 2 mendapatkan bahwa spesies Comanthus sp memiliki nilai
Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran tertinggi sebesar 0,165 indm
2
K, 29,100 KR dan 100 FK. Nilai Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran yang terendah pada spesies Actinopyga lecanora, sebesar 0,005
indm
2
K, 0,881 KR dan 33,33 FK. Kondisi lingkungan stasiun ini merupakan kontrol, dimana tidak terdapat aktivitas masyarakat atau bahan pencemar
yang merusak kondisi lingkungannya dan memiliki terumbu karang yang baik. Kondisi faktor fisik kimia perairan Tabel 4.6 pada daerah ini masih tergolong alami
dan cocok untuk pertumbuhan Echinodermata dan tidak ditemukan bahan-bahan pencemar yang mempengaruhi perairan ini. Rendahnya Actinopyga lecanora
ditemukan pada stasiun ini karena penelitian dilakukan pada siang padahal hewan ini aktif pada malam hari. Menurut Brotowidjoyo 1994, teripang Actinopyga lecanora
ini jarak ditemukan karena memiliki sifat bergerakmerayap lambat sekali, biasanya bersembunyi dalam lubang atau celah batu atau menanamkan diri dalam lumpur atau
pasir laut dan hanya bagian posteriornya saja yang nampak. Umumnya hewan ini aktif pada malam hari berkeliaran pada mencari makan.
Hasil perhitungan pada stasiun 3 diperoleh bahwa spesies Comanthus sp memiliki nilai Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran tertinggi
sebesar 0,145 indm
2
K, 30,916 KR dan 100 FK. Nilai Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran terendah didapatkan pada Culcita sp, Actinopyga
Erni L. Hutauruk : Studi Keanekaragaman Echinodermata Di Kawasan Perairan Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2009.
lecanora dan Holothuria edulis sebesar 0,005 indm
2
K, 1,066 KR dan 33,33 FK. Hal ini karena kondisi faktor fisik kimia perairan sesuai bagi pertumbuhan
Comanthus sp misalnya suhu, pH, Intensitas Cahaya dan substrat dasar perairan berupa pasir, batu dan koloni karang. Stasiun ini merupakan tempat wisata, terdapat
tempat penginapan dan tempat menyelam wisatawan. Daerah ini masih memiliki terumbu karang yang baik karena aktivitas masyarakat tidak terlalu berpengaruh
terhadap lingkungan. Menurut Koesbiono 1979, kadar organik pada substrat adalah satu hal yang sangat berpengaruh pada kehidupan makrozoobenthos, dimana kadar
organik ini adalah sebagai nutrisi bagi makrozoobenthos tersebut. Pada perairan yang kaya bahan organik, umumnya terjadi peningkatan populasi hewan benthos.
Di daerah ini tidak ditemukan Protoreaster nodosus dan Echinometra sp. Hal ini karena Protoreaster nodosus memiliki bentuk tubuh yang unik dan warna yamg
menarik sehingga banyak masyarakat yang mengambil. Selain itu hewan ini sering hidup pada substrat yang berupa rumput laut atau padang lamun sedangkan substrat di
tempat ini berupa batu, pasir, koloni karang. Romimohtarto Juwana 2001, menyatakan hewan ini peka terhadap lingkungan, tetapi mempunyai kemampuan
regenerasi tinggi sehingga dapat menyembuhkan diri jika ada luka.
Hasil perhitungan pada stasiun 4 mendapatkan bahwa spesies Diadema sp memiliki nilai Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran tertinggi,
sebesar 0,299 indm
2
K, 41,134 KR dan 100 FK. Nilai Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran yang terendah pada Actinopyga lecanora
sebesar 0,005 indm
2
K, 0,709 KR dan 33,33 FK. Jenis Achantaster plancii, Culcita sp dan Protoreaster nodosus tidak ada ditemukan pada lokasi ini karena
substrat yang dijumpai berupa karang mati, batu, pasir dan sedikit dijumpai karang hidup sedangkan habitat Echinodermata adalah terumbu karang. Kondisi lingkungan
pada stasiun ini, memiliki terumbu karang yang rusak kategori buruk. Rusaknya terumbu karang pada daerah ini bukan karena pengaruh Diadema sp yang banyak,
tetapi karena pengaruh dari tsunami yang terjadi pada tahun 2004 dan terdapat aktivitas masyarakat seperti pemukiman penduduk, keramba udang, penggunaan kapal
mesin sehingga membuat terumbu karang rusak. Menurut Wargadinata 1995, menyatakan beberapa genus benthos ada yang dapat mentolerir perubahan faktor
Erni L. Hutauruk : Studi Keanekaragaman Echinodermata Di Kawasan Perairan Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2009.
lingkungan yang besar dan drastis atau dapat mentolerir faktor lingkungan yang sangat ekstrim.
Hasil penelitian yang dilakukan bila dibandingkan dengan penelitian Eddy Y. 2003 yang berada di Aceh Selatan Nanggroe Aceh Darussalam maka diperoleh
keanekaragaman echinodermata di daerah ini lebih banyak dibanding perairan P. Rubiah. Daerah Aceh Selatan ditemukan sebanyak 20 spesies dari 5 kelas
Echinodermata sedangkan di P. Rubiah terdapat 13 spesies dari 4 kelas Echinodermata. Rendahnya Echinodermata di P. Rubiah karena pengaruh bencana
tsunami yang melanda tempat ini tahun 2004, dimana terjadi kerusakan terumbu karang sebagai habitat dari hewan ini sedangkan daerah Aceh Selatan memiliki
lingkungan yang masih baik untuk pertumbuhan Echinodermata. 4.1.2 Indeks Keanekaragaman H’, Indeks Keseragaman E dan Indeks Persen
Tutupan Karang r pada Setiap Stasiun Penelitian
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada masing-masing stasiun penelitian diperoleh nilai Indeks Keanekaragaman H’, Indeks Keseragaman E dan
Indeks Persen Tutupan Karang r pada setiap stasiun penelitian pada Tabel 4.3 berikut:
Tabel 4.3 Indeks Keanekaragaman H’, Indeks Keseragaman E dan Indeks Persen Tutupan Karang r pada Setiap Stasiun Penelitian
Indeks Stasiun 1
Stasiun 2 Stasiun 3
Stasiun 4 Keanekaragaman H
1,764 1,859
1,854 1,720
Persen Tutupan Karang r
50,82 73,10
59,68 16,28
Keseragaman E 0,709
0,748 0,773
0,692
Dari hasil perhitungan didapat Indeks Keanekaragaman H’ tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 1,859 dan terendah pada stasiun 4 sebesar 1,720. Tingginya
nilai Indeks Keanekaragaman pada stasiun 2, karena daerah merupakan kontrol dan tidak ditemukan aktivitas masyarakat atau bahan pencemar dan memiliki terumbu
karang yang baik. Stasiun 4 memiliki terumbu karang yang rusak akibat dari bencana tsunami yang melanda tempat ini tahun 2004 dan merupakan daerah pemukiman
penduduk. Barus, 2004 menyatakan suatu komunitas dikatakan mempunyai
Erni L. Hutauruk : Studi Keanekaragaman Echinodermata Di Kawasan Perairan Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2009.
keanekaragaman spesies yang tinggi apabila terdapat banyak spesies dengan jumlah individu masing-masing spesies yang relatif merata. Dari nilai Indeks
Keanekaragaman yang diperoleh berkisar antara 1,720-1,859 dapat digolongkan bahwa pada daerah ini memiliki nilai keanekaragaman rendah.
Hasil penelitian Taripar N. Fitria M. 2009 di Pulau Rubiah diperoleh persen tutupan terumbu karang yang tertinggi diperoleh pada stasiun 2 sebesar 73,10
dan terendah pada stasiun 4 sebesar 16,28. Dari hasil penelitian diatas dapat dilihat hubungan keanekagaman Echinodermata dengan persen tutupan terumbu karang.
Persen tutupan karang yang tinggi akan memiliki keanekaragaman Echinodermata yang tinggi seperti pada stasiun 3. Pada stasiun 4 memiliki persen terumbu karang
yang rendah kategori buruk, memiliki keanekaragaman yang sedikit. Kondisi faktor fisik kimia perairan ini tergolong baik dan cocok untuk pertumbuhan terumbu karang,
misalnya suhu, pH, penetrasi cahaya, salinitas dan lain sebagainya Tabel 4.6. Rusaknya terumbu karang di daerah penelitian ini khususnya pada stasiun 1 dan 4
karena bencana alam Tsunami dan pengaruh aktifitas masyarakat. Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2001, terumbu karang di
kategorikan; buruk 0-24,9 , sedang 25-49,9 , baik 50-74,9 dan baik sekali 75- 100 .
Indeks keseragaman E yang diperoleh dari 4 stasiun penelitian berkisar 0,773 – 0,692 dengan indeks keseragaman E tertinggi pada stasiun 3 sebesar 0,773
dan terendah pada stasiun 4 sebesar 0,692. Rendahnya nilai keseragaman pada stasiun 4 karena ditemukan beberapa spesies yang mendominasi yaitu Diadema sp karena
memiliki terumbu karang yang rusak sehingga penyebaran tidak marata. Krebs 1985, menyatakan indeks keseragaman E berkisar 0 – 1. Indeks keseragaman yang tinggi
menunjukkan bahwa pembagian jumlah individu pada masing-masing spesies merata dan sebaliknya jika Indeks Keseragaman semakin kecil maka keseragaman suatu
populasi akan semakin kecil.
Erni L. Hutauruk : Studi Keanekaragaman Echinodermata Di Kawasan Perairan Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2009.
4.1.3 Indeks Similaritas