Erni L. Hutauruk : Studi Keanekaragaman Echinodermata Di Kawasan Perairan Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2009.
sungai dapat mempengaruhi intensitas cahaya, karena tumbuh-tumbuhan tersebut mempunyai kemampuan untuk mengabsorbsi cahaya matahari. Bagi organisme air,
intensitas cahaya berfungsi sebagai alat orientasi yang akan mendukung kehidupan organisme tersebut dalam habitatnya. Faktor cahaya matahari yang masuk dalam
perairan akan mempengaruhi sifat optis air, sebagian cahaya itu akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan ke luar dari permukaan air.
4.2.4 pH air
Derajat keasaman atau kebasaan pH tertinggi pada stasiun 2 yaitu 7,8 sedangkan yang paling rendah pada stasiun 4 yaitu 6,5. Rendahnya pH pada stasiun 4
berpengaruh terhadap jenis Echinodermata yang ditemukan, dimana nilai H’, E dan r rendah. Namun demikian secara keseluruhan nilai pH pada lokasi penelitian masih
dapat mendukung kehidupan makrozoobenthos. Sutrisno 1987, menyatakan pH optimum untuk spesies makrozoobenthos berkisar 6,0 – 8,0 sedangkan Barus 2004
menyatakan nilai ideal pH bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7 - 8,5. Kondisi perairan yang sangat basa akan membahayakan organisme
karena akan mengganggu metabolisme dan respirasi, disamping itu nilai pH yang asam akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat terutama ion
Aluminium.
4.2.5 Oksigen terlarut DO Dissolved Oxygen
Nilai DO yang diperoleh dari 4 stasiun penelitian ini berkisar 6,1-6,8 mgl. Nilai DO yang tertinggi pada stasiun 2 yaitu 6,8 mgl sedangkan terendah pada stasiun
1 sebesar 6,1 mgl. Menurut Suin 2002, menyatakan bahwa, suhu memiliki peranan yang besar terhadap kelarutan oksigen galam air, apabila temperatur air naik maka
kelarutan oksigen dalam air menurun. Bersamaan dengan peningkatan aktivitas metabolisme akuatik, sehingga kebutuhan akan oksigen juga meningkat. Sastrawijaya
1991, bahwa temperatur mempunyai pengaruh besar terhadap kelarutan oksigen, jika suhu naik maka oksigen di dalam air akan menurun.
Erni L. Hutauruk : Studi Keanekaragaman Echinodermata Di Kawasan Perairan Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2009.
4.2.6 Kejenuhan Oksigen
Kejenuhan oksigen yang diperoleh dari 4 stasiun penelitian berkisar antara 79,84 – 89,00. Menurut Barus 2004, menyatakan bahwa disamping pengukuran
konsentrasi biasanya dilakukan pengukuran terhadap tingkat kejenuhan oksigen dalam air. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah nilai maksimum atau tidak. Untuk
dapat mengukur tingkat kejenuhan oksigen air, maka diperlukan pengukuran temperatur dari ekosistem air tersebut. Kehidupan di air dapat bertahan jika ada
oksigen terlarut minimum sebanyak 4 mgl, selebihnya tergantung pada ketahanan organisme, derajat keaktifan, kehadiran pencemar, temperatur air dan sebagainya
4.2.7 BOD
5
Biologycal Oxygen Demand
Hasil BOD
5
yang diperoleh di perairan P. Rubiah berkisar antara 1,1- 2,4 mgl. Nilai BOD
5
yang tertinggi pada stasiun 4 yaitu sebesar 2,4 mgl sedangkan terendah pada stasiun 3 sebesar 1,1 mgl. Menurut Barus 2002, bahwa nilai BOD menyatakan
jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa organik yang diukur pada suhu 20°C. Pengukuran BOD
didasarkan pada kemampuan mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik, artinya hanya terhadap senyawa yang mudah diuraikan secara biologis seperti
senyawa yang umumnya terdapat dalam limbah rumah tangga. Brower et al., 1990, bahwa apabila konsumsi oksigen selama 5 hari berkisar 5 mgl O
2
, maka perairan tersebut tergolong baik. Sebaliknya apabila konsumsi oksigen antara 10-20 mgl O
2
menunjukkan bahwa tingkat pencemaran oleh senyawa organik tinggi.
4.2.6 Salinitas ‰