KESIMPULAN Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Sistem Kontrak Bagi Hasil Dalam Industri Perminyakan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Pada bagian terakhir ini Penulis akan memberikan beberapa kesimpulan dan saran. Kesimpulan-kesimpulan tersebut merupakan jawaban masalah-masalah yang telah didentifikasikan sebelumnya, maka didapat beberapa kesimpulan yaitu: 1. Telah terjadi peralihan hak dalam hal otoritas yang berwenang mewakili Negara Indonesia dari Pertamina kepada Badan Pelaksana BP yang dibentuk melalui Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dengan sistem kerjasama yang dipakai adalah Kontrak Bagi Hasil Production Sharing Contract. Kontrak bagi hasil Production Sharing Contract disingkat dengan PSC adalah salah satu bentuk kerjasama yang dipakai oleh badan pelaksana BPMIGAS dan Kontraktornya yaitu badan usaha dan badan usaha tetap untuk melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi berdasarkan prinsip pembagian hasil produksi 85 untuk negara dan 15 untuk kontraktor. Dengan manajemen operasional ada di tangan BPMIGAS. Kontraktor menyediakan semua kebutuhan operasional baik teknologi, baik modal, keahlian, peralatan dan teknologi yang digunakan untuk pencarian minyak sampai kepada berakhirnya kontrak semua peralatan yang digunakan Kontraktor dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi menjadi tanggung jawab Pemerintah. 2. Kontrak bagi hasil mengalami perubahan terhadap isi dan materinya setelah diberlakukannya Undang-undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yaitu : pertama terjadinya peralihan hak otoritas sebagai wakil negara dalam penguasaan pertambangan dari Pertamina kepada BPMIGAS Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi, kedua perubahan terhadap judul Kontrak Bagi Hasil Minyak dan Gas, ketiga para pihak dalam kontrak pada PSC lama yaitu Pertamina dan Kontraktor setelah undang-undang No.22 tahun 2001 yaitu Badan Pelaksana dan Badan usaha dan atau Bentuk Usaha tetap, keempat dalam hal wilayah kerja Sebelum tahun 2001 tidak diberikan pembatasan dengan wilayah kerja baik ukuran maupun total blok yang dimohonkan, setelah tahun 2001 Kontraktor hanya diberikan satu wilayah kerja apabila Kontraktor hendak mengusahakan beberapa wilayah kerja, harus dibentuk badan hukum yang terpisah untuk setiap wilayah kerja, kelima telah diatur secara rinci tentang pelepasan wilayah kerja sedangkan sebelum tahun 2001 tidak. Keenam dalam masalah perpajakan diatur secara jelas dalam PSC dan UU migas memberi dua alternatif pemberlakuan undang-undang pajak pada saat PSC berlaku efektif atau pada saat PSC dijalankan dan PSC menganut bentuk yang kedua, ketujuh masalah tenaga kerja, sebelum berlakunya UU No.22 tahun 2001 masalah ketenagakerjaan mengacu kepada PP No.35 Tahun 1994 dengan ketentuan harus dapat izin dari Pertamina setelah tahun 2001 tidak lagi diharuskan demikian Kontraktor tidak dibatasi. 3. Adapun permasalahan yang sering muncul dalam Kontrak Bagi Hasil adalah masalah Cost Recovery biaya produksi yang belum diatur persetujuannya oleh pemerintah yang mengharuskan BPMIGAS mengeluarkan biaya investasi dan biaya operasi untuk Kontraktor. Pembagian keuntungan Profit Sharing, rasio Profit Sharing setiap tahunnya sebesar 37,5 untuk BPMIGAS dan untuk Kontraktor sebesar 62,5 yang pengaturannya ada dalam Peraturan Pemerintah rasionya dalam PSC tidak jelas aturannya. Tempat dilaksanakannya arbitrase apabila terjadi perselisihan tidak ditentukan secara tegas dalam PSC. Terdapat dua aturan dalam perpajakan. Mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku pada saat kontrak kerja sama ditandatangani; atau mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku. Adanya permasalahan dalam dana bagi hasil migas yang tidak transparan terutama dalam perhitungan agar pembagian antara pusat dan daerah dapat disesuaikan.

B. Saran