TINJAUAN KEPUSTAKAAN Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Sistem Kontrak Bagi Hasil Dalam Industri Perminyakan

E. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Pengertian kontrak bagi hasil Production Sharing Contract tentang pertambangan secara khusus dan terperinci tidak ditemui, baik dalam KUH Perdata maupun dalam undang-undang. Namun Production Sharing Contract merupakan model yang dikembangkan dari konsep perjanjian bagi hasil yang dikenal dalam Hukum Adat, yaitu seorang yang berhak atas tanah yang karena suatu sebab tidak dapat mengerjakan sendiri, tetapi ingin tetap mendapatkan hasilnya, maka memperkenankan orang lain untuk menyelenggarakan usaha pertanian atas tanah yang dimilikinya dan hasilnya dibagi antara mereka berdasarkan persetujuan. Konsep perjanjian bagi hasil yang dikenal dalam Hukum Adat tersebut telah dikodifikasi dalam UU Nomor 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil, Pasal 1 huruf c, yang berbunyi : Perjanjian bagi hasil ialah perjanjian dengan nama apapun juga yang diadakan antara pemilik pada satu pihak dan seseorang atau badan hukum pada lain pihak yang dalam undang-undang ini disebut ”Penggarap” berdasarkan perjanjian mana penggarap diperkenankan oleh pemilik tersebut untuk menyelenggarakan usaha pertanian di atas tanah pemilik, dengan pembagian hasilnya antara kedua belah pihak. Konsep inilah yang dikemudian dikembangkan menjadi Production Sharing Contract perjanjian bagi hasil untuk pertambangan minyak dan gas bumi. Dalam rangka pelaksanaan Pasal 12 ayat 2 UU Nomor 8 Tahun 1971, maka pada tahun 1994 diundangkan PP Nomor 35 Tahun 1994 tentang Syarat- syarat Pedoman Kerjasama Perjanjian Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi, yang menyebutkan tentang pengertian perjanjian bagi hasil, yaitu pada Pasal 1 yang berbunyi: ”Perjanjian bagi hasil adalah bentuk kerjasama antara Pertamina dan Kontraktor untuk melaksanakan usaha eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi berdasarkan prinsip pembagian hasil produksi. Pengertian Production Sharing Contract perjanjian bagi hasil menurut para ahli : Sutadi menyatakan bahwa perjanjian bagi hasil merupakan bentuk kerjasama dengan pihak asing di bidang minyak dan gas bumi yang harus menjabarkan prinsip-prinsip pengusahaan minyak dan gas bumi sesuai dengan penggarisan konstitusi dan peraturan perundangan-undangan yang ada. 5 Subekti mendefenisikan perjanjian adalah suatu peristiwa dimana ada seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang itu saling berjanji untuk untuk melaksanakan sesuatu hal dari peristiwa ini timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan : ”Perikatan” 6 Sumantoro mendefenisikan Production Sharing Contract sebagai kerjasama dengan sistem bagi hasil antara perusahaan Negara dengan perusahaan asing yang sifatnya kontrak. Apabila kontrak telah habis, maka mesin-mesin yang dibawa pihak asing tetap tinggal di Indonesia. Kerjasama dalam bentuk ini merupakan suatu kredit luar negeri dimana pembayarannya dilakukan dengan cara bagi hasil terhadap produksi yang telah dihasilkan oleh perusahaan tersebut. 7 Sedangkan Abdul Kadir Muhammad memuat beberapa unsur yang termuat 5 . Sutadi Pudjo Utomo, 1990 , Bentuk-bentuk Insentif dalam Contract Production Sharing, Warta Caltex No. 21, Hal.11. 6 . Joni Ermizon, Hukum Bisnis di Indonesia, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2002, Hal. 176. 7 . Sumantoro, 1990, Pengertian Pokok Hukum Perusahaan, Rajawali Press, Jakarta, Hal. 215. dalam suatu perjanjian, yaitu : a. Ada pihak-pihak Pihak yang terlihat dalam perjanjian minimal dua orang, yang terdiri dari subyek hukum. Subyek hukum tersebut dapat manusia kodrati dan dapat pula badan hukum rechtperson. Dalam hal perkara manusia, maka orang tersebut harus telah dewasa dan cakap. b. Ada persetujuan antara para pihak Para pihak sebelum melaksanakan perjanjian harus diberikan kebebasan untuk mengadakan tawar-menawar bargaining atau konsensus dalam suatu perjanjian. c. Ada tujuan yang ingin dicapai Suatu perjanjian haruslah mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu yang ingin dicapai, akan tetapi untuk mencapai tujuan tersebut tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, kebiasaan yang diakui masyarakat dan kesusilaan. d. Ada prestasi yang harus dilaksanakan Dalam suatu pihak, perjanjian para pihak mempunyai hak dan kewajiban satu sama lain. Satu pihak berhak menuntut pelaksanaan prestasi dan di pihak lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasi, dan begitu sebaliknya. e. Ada syarat- syarat tertentu Setiap perjanjian yang dibuat dan disepakati para pihak merupakan undang-undang bagi mereka yang membuat. Agar suatu perjanjian dapat dikatakan sebagai suatu perjanjian yang sah, maka perjanjian tersebuat memenuhi syarat- syarat tersebut. 8 Sudarsono mengartikan kontrak dengan perjanjian tertulis antara dua pihak dalam perdagangan, sewa menyewa. Persetujuan yang bersanksi hukum antar dua atau lebih untuk melakukan atau tidak melakukan perikatan. 9 a. Suatu persetujuan suatu penawaran dan penerimaan dari penawaran itu Dari keseluruhan defenisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kontrak sedikitnya mempunyai satu janji atau dibuat, baik secara tertulis written maupun secara lisan oral. Jhon D. Donnel dan James Barnes menyimpulkan bahwa setelah bertahun-tahun pengadilan Hukum Adat mengembangkan sejumlah syarat-syarat bahwa suatu perjanjian harus memenuhi sebelum perjanjian itu dianggap sebagai kontrak, yaitu : b. Dengan sukarela berbuat c. Masing-masing pihak mempunyai kapasitas untuk membuat kontrak d. Didukung oleh pertimbangan dengan beberapa pengecualian e. Melakukan seperangkat tindakan-tindakan hukum. Kontrak yang dibuat secara lisan akan sulit dijadikan alat bukti, kecuali ada saksi-saksi yang memberikan adanya peristiwa perjanjian tersebut. Perjanjian bukan hanya mengikat untuk hal-hal yang secara tegas dinyatakan di dalamnya, namun juga untuk segala sesuatu menurut sifat perjanjian, dikehendaki oleh 8 . Ibid. Hal 178-179 9 . Sudarsono, Kamus Hukum, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 1999, Hal 182. kepatuhan, kebiasaan atau undang-undang. 10 Pemerintah sebagai pengemban kepentingan umum berkewajiban untuk mengawasi dan menjaga keseimbangan antara kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat. Prinsip kebebasan berkontrak dianut oleh hukum positif kita sebagaimana diatur dalam KUH Perdata Pasal 1338 ayat 1 dan diberlakukan secara luas dalam praktek hukum di Indonesia dan bahkan prinsip ini menjadi begitu penting karena digunakan sebagai prinsip kunci dalam mengembangkan berbagai jenis perjanjian yang sebelumnya tidak dikenal dalam sistem hukum dan praktek hukum di Indonesia, seperti : Perjanjian Patungan, Perjanjian Bantuan Teknis, Perjanjian Lisensi, Perjanjian Penggabungan Merger, Perjanjian Bagi Hasil Production Sharing Contract dan sebagainya. Jenis-jenis perjanjian tersebut baru dikenal luas setelah diperkenalkannya Undang-undang No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang mengundang investor asing ke Indonesia. 11 Penulisan ini bersifat penelitian yang deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif di bidang kontrak bagi hasil. Sifat penelitian deskriptif adalah bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan penyebaran suatu atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu

F. METODE PENULISAN