menggunakannya dan bila berakhir kontrak, semua peralatan menjadi milik BPMIGAS. Hal ini dapat dianalisis, yaitu tingginya kedudukan dari badan
pelaksana BPMIGAS sebagai pemegang manajemen kuasa pertambangan, walaupun kontrak telah dibuat dengan kesepakatan para pihak.
Syarat-syarat kontraktor menurut Pasal 3 PP No. 35 Tahun 1994 tentang Syarat-syarat dan Pedoman Kerjasama Kontrak Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi
adalah sebagai berikut : a. Calon kontraktor memiliki dan menyampaikan laporan keuangan, prestasi
perusahaan, kemampuan teknis operasional dan penilaian kerja perusahaan b. Calon kontraktor sanggup membayar bonus produksi dan bonus lainnya
kepada Pertamina c. Calon kontraktor memiliki kantor perwakilan di Indonesia
Kontraktor dalam melaksanakan kegiatan kontrak bagi hasil harus menjamin kepentingan nasional, tidak hanya bertujuan untuk mencari keuntungan
perusahaan semata dan memperhatikan kebijakan pemerintah Indonesia dalam pengembangan serta pelestarian lingkungan.
B. Ketentuan Kontrak Bagi Hasil Di Indonesia Menurut Undang-undang No.22 Tahun 2001
Kontrak Bagi Hasil Production Sharing Contract yang dipergunakan oleh
BP MIGAS dianalisa dan dievaluasi dengan pembagian muatan sebagai berikut:
91
1. General Umum 2. Title of Contract Judul Kontrak
91
. Undang-undang No. 22 Tahun 2001
3. Scope Ruang Lingkup 4. Defenition Duration Contract Defenisi Jangka Waktu Kontrak
5. Parties of Contract Para Pihak dalam Kontrak 6. Work Program and Budget Program Kerja dan Pengeluaran
7. Areas of Work Relinguishment Wilayah kerja pengembalian wilayah kerja
8. Rights and Obligation of the parties Hak dan Kewajiban Para Pihak 9. Cost RecoveryProfit sharing Biaya Produksi Pembagian Keuntungan
10. Title to oil Hak atas Migas 11. Title to equipment abandonment Hak atas Peralatan dan Abandonment
12. Settlement of dispute Governing Law Penyelesaian Perselisihan 13. Employment Tenaga Kerja
14. Environment Community Development Lingkungan pengembangan Masyarakat
15. Taxation Pajak Dari pembagian muatan Kontrak bagi hasil PSC diatas akan
dianalisadikaji beberapa poin yang penting yang sangat menentukan dalam pelaksanaan kontrak, yaitu :
B.1. General Bagian Umum
Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 telah menetapkan bahwa kekayaan alam yang terkandung di dalamnya merupakan milik negara dan digunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Salah satu kekayaan alam yang
termaksud adalah minyak bumi. Mengingat bahwa minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis yang tidak diperbaharui unrenewable dan
merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang banyak dan salah satu sumber devisa bagi negara, maka minyak dan gas bumi dikuasai oleh negara
dan pengelolaannya harus dapat secara maksimal memberikan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Pelaksanaan dari Pasal 33 UUD 1945 ini kemudian dituangkan dalam berbagai undang-undang yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan minyak
dan gas bumi. Dimulai dengan UU No.44 Prp Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi. UU No.8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi Negara. Kedua undang-undang ini kemudian dinyatakan tidak berlaku lagi setelah UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas
bumi dikeluarkan. Ketidakberlakuan kedua undang-undang sebelumnya dikarenakan sudah
tidak sesuai dengan keadaan masa sekarang, serta tidak mengakomodasi kepentingan negara secara baik UU No.22 Tahun 2001 dibuat dengan tujuan
mengubah hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan minyak dan gas bumi. Diharapkan pelaksanaan kegiatan ini bersifat
mandiri, andal, transparan, berdaya saing, efesien dan berwawasan pelestarian lingkungan.
Konsekuensi yuridis dari diterbitkannya UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan gas bumi ini adalah perubahan pengaturan di bidang pelaksanaan
pertambangan minyak dan gas bumi, antara lain defenisi, para pelaku, peranan
dan kepentingan negara sangat diharapkan dalam perubahan peraturan Perundang- undangan di bidang pertambangan minyak dan gas bumi lebih mendahulukan
kepentingan negara daripada kepentingan kontraktor semata. Untuk menganalisa apakah peraturan mengenai pertambangan minyak dan gas bumi telah
mengakomodasi kepentingan negara, akan ditelusuri melalui kajian UU No.22 Tahun 2001, UU No.44 Prp Tahun 1960 dan UU No.8 Tahun 1971.
Sebagai konkretisasi dari pengaturan tersebut, juga akan dianalisa melalui penelusuran kontrak PSC sebelum dan sesudah berlakunya UU No. 22 Tahun
2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Analisa kepentingan negara dalam pertambangan minyak dan gas bumi untuk kontrak PSC berdasarkan pengaturan
perundang-undangan ditekankan pada beberapa hal, yakni; Judul kontrak, defenisi, ruang lingkup, dan para pihak dalam kontrak.
B.2. Title of Contract Judul Kontrak. Judul Kontrak yang digunakan dalam kontrak pertambangan minyak dan
gas bumi setelah berlakunya UU No.22 Tahun 2001 adalah :
“PRODUCTION SHARING CONTRACT Between
BADAN PELAKSANA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI BPMIGAS
and PT.. Contractor’s Name
BPMIGAS sebagai pihak pertama kemudian dijelaskan di bawah judul kontrak ini sebagai suatu badan usaha milik negara yang didirikan berdasarkan
Peraturan Pemerintah No.42 Tahun 2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi Jucto UU Nomor 22 Tahun 2001.
Hanya BPMIGAS yang berhak menandatangani kontrak PSC ini, berdasarkan wewenang yang diberikan oleh Pemerintah. Pemerintah Indonesia
dalam hal Pertambangan minyak dan gas bumi memiliki Authorty to Mine, dan untuk melaksanakan otoritas tersebut, atas nama Pemerintah Indonesia,
BPMIGAS menunjuk perusahaan mana yang telah memenuhi persyaratan untuk menjadi Kontraktor production sharing Contract. Nama perusahaan dari
Kontraktor disebut sebagai Pihak Kedua Digunakannya istilah Production Sharing Contract sebagai judul kontrak
adalah untuk mempertegas bahwa bentuk kontrak kerjasama yang dimaksud untuk disepakati dan dilaksanakan oleh BPMIGAS dan Kontraktor adalah Pro
ml;duction Sharing Contract PSC. Hal ini untuk membedakannya dengan bentuk kontrak kerjasama lainnya, mengingat UU No.22 Tahun 2001 dalam Pasal 1 Butir
19 menyebutkan bahwa Production Sharing Contract merupakan salah satu bentuk kontrak kerjasama yang diakui oleh undang-undang ini dalam kegiatan
eksplorasi dan eksploitasi yang lebih menguntungkan negara dan hasilnya dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Pasal 6 UU No.22 Tahun 2001 menyebutkan Persyaratan yang harus dipenuhi demi diterbitkannya kontrak bagi hasil adalah :
1. Kepemilikan sumber daya alam tetap ditangan Pemerintah sampai pada titik penyerahan
2. Pengendalian manajemen operasi ada di tangan badan pelaksana 3. Modal dan resiko seluruhnya ditanggung oleh badan usaha atau bentuk usaha
tetap. Kontrak kerjasama dan Production Sharing Contract PSC pada dasarnya
istilah yang secara substantif dan politis yang berbeda. Kontrak kerjasama dapat juga digunakan untuk merujuk pada kontrak konsesi dan kontrak karya yang
dipergunakan oleh Pemerintah Indonesia dalam kegiatan Pertambangan minyak dan gas bumi sebelum konsep PSC dilahirkan. Kelahiran PSC itu sendiri
dilatarbelakangi akan ketidakpuasan terhadap kedua konsep kontrak konsesi maupun kontrak karya yang pada kenyataanya membawa negara Indonesia pada
kerugian besar. Keuntungan yang jauh lebih besar hanya didapatkan oleh penerima konsesi maupun Kontraktor untuk kontrak karya. Dengan penggunaaan
kerjasama PSC, sangat diharapkan kepentingan negara lebih didahulukan. Dalam hal ini, PSC menganut asas Prorata, yakni kepentingan rakyat di dalam negeri
akan minyak dan gas bumi lebih diutamakan. Namun UU Nomor 22 Tahun 2001 tidak menyebutkan secara jelas bentuk
kerjasama lainnya selain kontrak bagi hasil. Pasal 1 Butir 19 UU Nomor 22 Tahun 2001 ini hanya menyebutkan bahwa kontrak kerja sama merupakan kontrak bagi
hasil Production Sharing Contract dan bentuk kontrak kerja sama lain dalam eksplorasi dan eksploitasi.
Satu hal yang yang dapat dikemukakan berkaitan dengan istilah production sharing contract adalah bahwa dalam bahasa Indonesia belum ada padanan yang
baku untuk istilah production sharing contract. Oleh karena itu disarankan untuk menggunakan istilah ”Perjanjian Kontrak Bagi Produksi”. Penggunaan istilah
production sharing contract yang terdapat dalam undang-undang No. 22 Tahun
2001 dianggap kurang sesuai. Kontrak bagi hasil dan kontrak bagi produksi pada dasarnya merupakan dua hal yang berbeda.
Judul Kontrak PSC yang digunakan sebelum berlakunya UU No.22 Tahun 2001 adalah :
“PRODUCTION SHARING CONTRACT” Between
PERUSAHAAN PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI NEGARA
PERTAMINA and
Nama dari KONTRAKTOR perusahaan asing
Penggunaan istilah Kontrak PSC sebelum berlakunya UU No.22 Tahun 2001 berlaku didasarkan pada UU No.44 Prp tahun 1960, yang
memperkenankannya dibuat suatu kontrak kerjasama lain selain dari kontrak karya. Pengaturan lebih jelas tentang production sharing contract dimuat dalam
UU No.8 Tahun 1971 tentang Pertamina.
B.3. ScopeRuang Lingkup
Menurut UU No.22 Tahun 2001, suatu Kontrak PSC yang ditandatangani oleh para pihak harus memuat ketentuan-ketentuan pokok yang telah digariskan
dalam UU ini, yaitu: a. Penerimaan negara
b. Wilayah kerja dan pengembaliannya c. Kewajiban pengeluaran dana
d. Perpindahan kepemilikan hasil produksi atas minyak dan gas bumi
e. Jangka waktu dan kondisi perpanjangan kontrak f. Penyelesaian perselisihan
g. Kewajiban pemasokan minyak bumi danatau gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri
h. Berakhirnya kontrak i. Kewajiban pasca operasi pertambangan
j. Keselamatan dan kesehatan kerja k. Pengelolaan lingkungan hidup
l. Pengalihan hak dan kewajiban m. Pelaporan yang diperlukan
n. Rencana pengembangan lapangan o. Pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri
p. Pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat q. Pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia.
B.4. Defenisi dan Jangka Waktu Kontrak Defenition and Duration Contract
Defenisi Defenisi yang digunakan dalam kontrak PSC baru mengadopsi defenisi
yang digunakan oleh Pasal 1 UU No.22 Tahun 2001 sebagai landasan hukum,dalam pengadopsian defenisi tersebut terdapat beberapa penyesuaian
istilah yang lebih bersifat teknis. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya kesalahpahaman dalam penafsiran isi kontrak bagi hasil PSC tersebut.
Terdapat didalam Section I Scope and Defenition 1.2 kata-kata tersebut yaitu : a. Affilliated Company or Affilliate
Perusahaan afiliasi artinya perusahaan atau badan hukum yang mengontrol atau dikontrol oleh salah satu pihak yang terlibat perjanjian ini dalam
perusahaan atau perseroan lain yang mengontroldikontrol oleh sebuah perusahaan atau badan hukum yang mengontroldikontrol oleh sebuah
perusahaan atau badan hukum yang mengontrol salah satu pihak yang terlibat kontrak ini. Kontrak berarti kepemilikan oleh sebuah perusahaan badan
hukum sekurang-kurangnya 50 saham dengan hak suara atau hak untuk mengontrol kepentingan bila perusahaan bukan badan hukum.
b. Barrel Artinya jumlah atau unit dari minyak 42 gallon U pada tempeatur 60 derajat
farenheit. c. Barrel of Oil Equivalent
Barrel padanan minyak Boe yang artinya enam ribu 6,000 kaki standar kubik dari gas-alam berdasarkan pada gas itu mempunyai daya kalori
sebanyak 1,000 unit yang berkenaan dengan ukuran panas Britania kaki percubic BTUft
d. Budget of Operating Cost Biaya-biaya produksi artinya pengeluaran pembuatan dan kewajiban yang
timbul dalam melaksanakan operasi pertambangan minyak yang ditentukan berdasarkan prosedur akuntansi yang ditentukan disini.
e. Calendar Year or Year Tahun kalender artinya suatu periode dari 12 bulan yang diambil sesuai
dengan kalender. f. Contract Area
Areal kontrak maksudnya sebuah daerah yang diwilayah menurut undang- undang pertambangan Indonesia yang meliputi kewenangan untuk
menambang yang merupakan subjek dari kontrak. g. Crude Oil
Minyak mentah adalah mineral minyak mentah, aspal dan semua jenis hidrokarbon yang berbentuk padat maupun cair, dalam bentuk alami atau yang
diperoleh dengan cara pengentalan dan pemurnian dari gas alam h. Effective Date
Waktu efektif artinya tanggal berakhirnya perjanjian bagi hasil antara badan pelaksana dan kontraktor.
i. Force Majeure Keadaan memaksa artinya menunda atau kekurangan dalam pekerjaan
pelaksanaan kontrak ini yang disebabkan oleh keadaan diluar kekuasaan dan tanpa kesalahan atau kelaalian kontraktor atau Pertamina yang dapat
membawa pengaruh ekonomis atau pelanjutan pelaksana kontrak termasuk waktu efektif.
j. Foreign Exchange Nilai tukar uang luar negeri artinya suatu sistem keuangan yang berbeda
dengan nilai uang Republik Indonesia tetapi dapat diterima oleh Pertamina dan Pemerintah Republik Indonesia serta Kontraktor.
k. GOI Artinya pusat pemerintahan Indonesia yang diwakili oleh departemen yang
berwenang dalam sektor minyak dan gas bumi. l. Grids
Artinya Panggangan berarti graticula bagian yang digambarkan oleh meredians garis bujur refernces garis bujur Greenwich dan paralles garis
lintang referen garis katulistiwa m. Indonesia Income Tax Law
Artinya hukum pajak pendapatan Indonesia berarti kode pajak yang mencakup semua peraturan pokok mulai dari tanggaldate waktu efektif yang
ditentukan n. Natural Gas
Gas alam artinya hidrokarbon-hidrokarbon yang berwujud gas termasuk mineral gas yang basah dan kering.
o. Operating Costs. Biaya-biaya operasi artinya pengeluaran pembuatan dan kewajiban yang
timbul dalam melaksanakan operasi penambangan minyak yang ditentukan berdasarkan prosedur akuntansi yang ditentukan disini.
p. Petroleum Minyak bumi adalah mineral minyak dan gas yang kemudian disebut sebagai
minyak mentah dan gas alam seperti yang diuraikan dalam UU
No.44Prp1960. q. Petroleum Operations
Operasi perminyakan adalah semua bentuk eksplorasi, pengembangan, pemurnian, produksi, transportasi dan operasi pemasaran yang diberi
kewenangan dan dinyatakan oleh kontrak ini. r. Point of Export
Artinya titik eksport berarti suatu pernyataan yang memerinci operasi perminyakan untuk dilaksanakan di area kontrak seperti terpampang pada
bagian IV s. Work program
Program Kerja artinya sebuah daftar pembagian operasi-operasi penambangan minyak bumi yang terdapat dalam areal kontrak.
Jangka Waktu Kontrak Beberapa ketentuan dalam peraturan perundang-undangan mengenai
kegiatan usaha hulu yang terkait dengan batasan waktu yang perlu diperhatikan dalam kontrak kerja sama antara lain diatur sebagai berikut : jangka waktu
kontrak kerja sama adalah paling lama 30 tahun dengan kemungkinan untuk dapat
diperpanjang paling lama 20 tahun untuk setiap kali perpanjangan
a. Jangka waktu Kontrak terdiri atas 2 tahap: - Tahap Eksplorasi : 6 tahun ditambah perpanjangan satu kali untuk waktu 4
tahun jadi berkisar antara 6 sampai dengan 10 tahun. - Tahap Produksi eksploitasi dimulai sejak wilayah kerja dinyatakan
komersial, berlansung sampai dengan akhir jangka waktu kontrak
b. Jangka waktu paling lama 5 tahun sejak berakhirnya jangka waktu eksplorasi merupakan batasan waktu dimana Kontraktor diwajibkan untuk
mengembalikan seluruh wilayah kerja kepada menteri jika Kontraktor tidak melaksanakan kegiatannya setelah mendapatkan persetujuan pengembangan
lapangan yang pertama dalam suatu wilayah kerja Pasal 17 UU No.22 Tahun 2001.
c. Jangka waktu paling lama 180 hari setelah tanggal efektif berlakunya kontrak, merupakan batasan waktu bagi Kontraktor untuk memulai kegiatannya
92
d. Jangka waktu paling cepat 10 tahun dan paling lambat 20 tahun sebelum berakhirnya kontrak kerja sama, merupakan batasan waktu untuk mengajukan
permohonan jangka waktu kontrak. Kecuali kontraktor yang bersangkutan telah terikat dengan kesepakatan jual beli gas bumi, sehingga pengajuan
perpanjangan dapat lebih cepat dilakukan.
93
e. Dasar hukum : Pasal 30 a dan 28 5 PP No.352004. Berakhirnya Kontrak
Beberapa sebab berakhirnya kontrak PSC adalah: a. Kontrak kerja sama KKKS berakhir karena jangka waktunya berakhir atau
kontrak kerja sama tersebut tidak diperpanjang. b. Usulan BP MIGAS kepada Menteri:
1. Apabila Kontraktor tidak memulai kegiatannya dalam jangka waktu paling
92
Pasal 30 1 PP No.35 Tahun 2004.
93
Laporan Akhir Kajian PSC Kerjasama Biro Hukum Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia dengan Pengkajian Hukum Internasional LPHI Fakultas Hukum
Universitas Indonesia
lama 180 hari setelah tanggal efektif berlakunya kontrak kerja sama
94
2. Apabila Kontraktor tidak dapat melaksanakan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan kontrak kerja samanya dan peraturan perundangan yang
berlaku.
95
UU No.22 Tahun 2001 mengandung perubahan yang penting dalam hal pengaturan otoritas yang berwenang mewakili negara Indonesia. Melalui undang-
undang ini, otoritas yang berwenang adalah badan pelaksana. Badan pelaksana BP adalah suatu badan yang dibentuk untuk melaksanakan pengendalian
kegiatan usaha hulu di bidang minyak dan gas Bumi. c. Alasan pengakhiran lainnya sebagaimana disepakati oleh para pihak dan diatur
dalam PSC, misalnya tidak ditemukannya cadangan minyak dan gas bumi yang dapat diproduksi secara komersil.
d. Hal-hal yang harus dipenuhi oleh Kontraktor serta situasi tertentu yang menimbulkan hakopsi bagi kontraktor untuk mengajukan perpanjangan
jangka waktu dalam PSC harus jelas
B.5. Pihak-Pihak Dalam Kontrak Parties of contract 1. Para Pihak Dalam Kontrak PSC Baru Setelah Keberlakuan UU No. 22 Tahun
2001.
a. Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi BPMIGAS
96
94
Pasal 30 2 PP No.35 Tahun 2004
95
Pasal 32 PP No.35 Tahun 2004
96
Pasal 1 Butir 23 UU No.21 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi
Selanjutnya mengenai badan pelaksana ini diatur dalam PP No.42 Tahun 2002. Adapun fungsi dari
badan pelaksana untuk melakukan pengawasan terhadap kegiatan usaha hulu agar pengambilan sumber daya alam minyak dan gas bumi negara dapat memberi
manfaat dan penerimaan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
97
a. Memberikan pertimbangan kepada Menteri atas kebijaksanaannya dalam hal penyiapan dan penawaran wilayah kerja serta kontrak kerja sama.
Sebagai badan hukum milik negara yang berwenang, BPMIGAS memiliki tugas sebagai berikut :
b. Melaksanakan penandatangan kontrak kerja sama c. Mengkaji dan menyampaikan rencana pengembangan lapangan yang pertama
kali akan diproduksi dalam suatu wilayah kerja kepada Menteri untuk mendapatkan persetujuan
d. Memberikan persetujuan rencana pengembangan lapangan e. Memberikan persetujuan rencana kerja dan anggaran
f. Melaksanakan monitoring dan melaporkan kepada Menteri mengenai pelaksanaan kontrak kerja sama.
g. Menunjuk penjual minyak bumi danatau gas bumi bagian negara yang dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi negara.
Selain bertindak sebagai pihak dalam kontrak PSC, BPMIGAS juga melaksanakan fungsinya sebagai pengawas atas pelaksananaan kegiatan usaha
hulu berdasarkan kontrak kerja sama yang dilaksanakan oleh badan pelaksana BP.
Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat 3 UU No.22 Tahun 2001 ini meliputi:
97
Pasal 44 ayat 2 UU. No.22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi
a. Konservasi sumber daya dan cadangan minyak dan gas bumi b. Pengelolaan minyak dan gas bumi
c. Penerapan kaidah keteknikan yang baik d. Jenis dan mutu hasil olahan minyak dan gas bumi
e. Alokasi dan distribusi bahan bakar minyak dan bahan baku f. Keselamatan dan kesehatan kerja
g. Pengelolaan lingkungan hidup h. Pemanfaatan barang dan jasa, teknologi, dan kemampuan rekayasa dan
rancang bangun dalam negeri i. Pengunaan tenaga kerja asing
j. Pengembangan tenaga kerja Indonesia k. Pengembangan lingkungan masyarakat setempat
l. Penguasaan, pengembangan dan penerapan teknologi minyak dan gas bumi m. Kegiatan-kegiatan lain di bidang kegiatan usaha minyak dan gas bumi
sepanjang menyangkut kepentingan umum. Pengalihan wewenang Pertamina kepada BPMIGAS dalam rangka
pelaksanaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, termasuk di dalamnya pembuatan dan pelaksanaan production sharing contract dipertegas dalam Pasal
63 UU No.22 Tahun 2001. b. Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap
Pasal 11 UU No.22 Tahun 2001 menyebutkan badan usaha atau bentuk usaha tetap yang dapat melaksanakan kegiatan usaha hulu melalui kontrak PSC.
Badan usaha atau bentuk usaha tetap ini tidak harus perusahaan asing. Sepanjang
badan usaha atau bentuk usaha tetap ini memenuhi persyaratan yang digariskan oleh UU No.22 tahun 2001 ini, maka mereka berhak menjadi pihak Kontraktor
dalam kontrak PSC 2. Para Pihak dalam Kontrak PSC Lama
1. PERTAMINA Kuasa Pertambangan berada ditangan Pemerintah Indonesia, namun
didelegasikan kepada Perusahaan Negara, dalam hal ini Pertamina. Wewenang Pertamina untuk pembuatan dan pelaksanaan Production Sharing Contract
berdasarkan UU No. 8 Tahun 1971. 2. KONTRAKTOR Perusahaan asing.
Sebelum UU No.22 Tahun 2001 yang bertindak sebagai Kontraktor adalah perusahaan asing. Dipercayainya perusahaan asing sebagai Kontraktor karena
industri pertambangan merupakan industri sangat berat baik dari segi teknologi, peralatan dan sumberdaya sebagai perencananya serta modal.
Dengan berlakunya UU No.22 Tahun 2001 dan PP No. 42 tahun 2002, wewenang Pertamina sebagai pihak pembina dan pengawas bagi Kontraktor untuk
perjanjian kerjasama PSC dengan resmi beralih kepada badan pelaksana. Dari ketentuan yang diatur dalam UU No.22 Tahun 2001 ada beberapa hal
yang menarik perhatian untuk dicermati: Sebelum berlakunya UU No.22 Tahun 2001, Hak Pertambangan dikuasai
oleh Pemerintah atas nama negara dan didelegasikan kepada Perusahaan Negara Pertamina. Setelah berlakunya UU No.22 tahun 2001, Hak pertambangan
didelegasikan kepada BPMIGAS. Dengan demikian, economic right yang
sebelumnya kepada Pertamina, saat ini diberikan kepada badan pelaksana migas. Sebelumnya penguasa pertambangan adalah Pertamina yang berbentuk
badan usaha BU atau korporasi. Saat ini pengelola diserahkan kepada badan pelaksana migas yang berbentuk badan hukum. Dengan demikian, apabila terjadi
suatu tuntutan hukum dimasa sekarang yang bertanggung jawab adalah negara, bukan Pertamina.
Dalam hal production sharing contract, sebelum UU No.22 tahun 2001 berlaku, kedudukan Kontraktor berada di bawah Pertamina sebagai perusahaan
yang dikontrak. Saat ini, setelah UU No.22 Tahun 2001 berlaku, kedudukan Kontraktor sejajar dengan BPMIGAS. Kedudukan yang sejajar antara Kontraktor
dan BPMIGAS berakibat pada perubahan kedudukan hukum di antara para pihak. Berkaitan dengan badan usaha, yang dapat menjadi pihak Kontraktor juga
mengalami perubahan. Sebelum UU No.22 Tahun 2001 berlaku, yang berhak menjadi pihak Kontraktor adalah perusahaan asing. Setelah undang-undang ini
berlaku, badan usaha baik asing maupun nasional dapat menjadi pihak Kontraktor sepanjang badan usaha tersebut memenuhi persyaratan yang digariskan untuk
pembuatan kontrak PSC. Dengan diberikannya kesempatan kepada badan usaha tetap milik nasional untuk menjadi pihak Kontraktor maka pemerintah telah
memberikan mereka kesempatan untuk membuktikan diri bahwa mereka mampu menyumbangkan kontribusi bagi peningkatan perekonomian negara.
Berkaitan dengan penerimaan negara dari hasil pengelolaan kontrak PSC, sebelum UU No.22 Tahun 2001 berlaku, Pertamina mendapatkan hasil dari
kontrak PSC tersebut. Sekarang penerimaan tersebut digunakan oleh badan
pengelola migas. Sebelumnya semua ketentuan perpajakan dan bea masuk diatur dalam UU
No.8 Tahun 1970, sekarang ketentuan tentang perpajakan dan bea masuk diatur menurut masing-masing undang-undang. Sebelumnya kepastian hukum dan
kepastian operasi lebih jelas dan tegas tetapi undang-undang baru menimbulkan keraguan bagi para Kontraktor. Keraguan yang melanda investor tentunya
memiliki dampak terhadap penurunan investasi. Penurunan investasi di bidang kegiatan pertambangan minyak dan gas akan mengakibatkan penurunan produksi
minyak. Penurunan produksi minyak tentunya berakibat pada penurunan peneriman negara dari sektor minyak dan gas bumi sejak UU No.22 Tahun 2001
ini berlaku. Dengan adanya undang-undang migas, iklim investasi migas dinilai
menjadi tidak kondusif. Undang-undang migas telah memberi beban bagi investor saat mencari cadangan baru kegiatan eksplorasi karena sudah diwajibkan
membayar berbagai pajak dan pungutan selama periode eksplorasi. UU No.22 Thn 2001 ini pada dasarnya mengandung perubahan yang cukup
signifikan, yaitu undang-undang ini mengatur kewajiban usaha hulu untuk memasok kebutuhan minyak dan gas bumi domestik. Namun pengaturan di
anggap masih jauh dari cukup. Hal ini dikarenakan Pasal 22 undang-undang ini menyebutkan bahwa badan usaha atau bentuk usaha tetap wajib menyerahkan
paling banyak 25 dua puluh lima persen bagiannya dari hasil produksi minyak bumi danatau gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
B. 6. Work Program and Budget