6. Work Program and Budget

B. 6. Work Program and Budget

Program Kerja dan Rencana Anggaran Belanja Work Program yang diatur dalam PSC harus mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dalam uindang-undang Migas dan PP No.35 tidak mendapat pengaturan secara tegas. Namun dalam PP No.35 Tahun 1994 disebutkan dalam Pasal 9 ayat 1 bahwa “Sebelum dimulai tahun takwim, Kontraktor wajib menyampaikan rencana kerja dan rencana anggaran belanja yang diperlukan dalam usaha eksplorasi dan esploitasi kepada Pertamina untuk mendapatkan persetujuannya”. Dalam ayat 2 disebutkan bahwa Pertamina melakukan pengawasan atas pelaksanaan rencana kerja dan rencana anggaran belanja sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 . Kontraktor wajib melaksanakan usaha eksplorasi selambat-lambatnya 180 hari setelah PSC efektif. Sedangkan ayat 2-nya menyebutkan bahwa apabila Kontraktor tidak menjalankan kewajibannya dalam ayat 1 tersebut, Pertamina wajib melaporkannya kepada Menteri selambat-lambatnya 30 hari sejak berakhirnya jangka waktu 180 hari tersebut. B.7. Areas Of Work Relinguishment Wilayah Kerja Areas of Work Berbeda dengan peraturan sebelum tahun 2001 yang tidak memberikan pembatasan dalam kaitan dengan wilayah kerja baik ukuran maupun jumlah total blok yang dimohonkan, berdasarkan undang-undang No.22 Tahun 2001 dan peraturan pelaksanaannya, setiap Kontraktor hanya akan diberikan satu wilayah kerja. Dalam hal Kontraktor mengusahakan beberapa wilayah kerja, harus dibentuk badan hukum yang terpisah untuk setiap wilayah kerja Pasal 13 ayat 1 UU No.22 Tahun 2001 Jo Pasal 7 1 PP No.35 Tahun 2004. Latar belakang pemikiran dari pembatasan ini dijelaskan dalam penjelasan terhadap Pasal 13 ayat 1 yaitu: - Menghindari dilakukannya konsolidasi pembebanan dan atau pengembalian biaya eksplorasi dan eksploitasi dari suatu wilayah kerja dengan wilayah kerja yang lain, dan - Mencegah ketidakjelasan pembagian penerimaan antara Pemerintah dengan masing-masing pemerintah daerah yang terkait dengan wilayah kerja yang dimaksud. Bagi calon investor baik asing maupun domestik, pembatasan ini mengakibatkan perlunya dibentuk beberapa badan hukum jika kegiatan akan dilakukan dalam beberapa wilayah kerja, dan beberapa kontrak kerja sama harus ditandatangani meskipun wilayah kerjanya saling berbatasan. Penawaran wilayah kerja kepada badan usaha dan bentuk usaha tetap dilakukan oleh Menteri berkoordinasi dengan BPMIGAS. Penawaran dilakukan secara lelang atau penawaran lansung. Meskipun lelang yang sama juga diberikan kepada PT. Pertamina untuk mengajukan permohonan mendapatkan wilayah kerja terbuka tertentu, namun ada pembatasan ditetapkan berkaitan dengan status hukum dari PT. Pertamina yaitu sepanjang 100 dimiliki negara serta tidak dapat mengajukan permohonan untuk wilayah kerja yang telah ditawarkan . Relinquishmentexclusion PelepasanPenyisihan Wilayah Kerja Ketentuan tentang relinguishment diatur dalam Pasal 16 UU No.22 Tahun 2001 mandatory relinguishment, yang kemudian diatur lebih lanjut dalam PP No.35 Tahun 2004. Dan Pasal 7 PP No.35 Tahun 2004 menegaskan kembali pengaturan mengenai mandatory relinquishment dan sekaligus mengatur mengenai Voluntary relinquishment. Terdapat 2 relinquishment dalam Kontrak Bagi Hasil : a. Mandatory relinquishment b. Voluntary relinquishment Mandatory relinquishmentexclusion Landasan Yuridis  Pasal 16 UU No.22 Tahun 2001 , mengatur sebagai berikut : “ Badan Usaha atau Bentuk usaha Tetap wajib mengembalikan sebagian Wilayah Kerjanya secara bertahap atau seluruhnya kepada Menteri.”  Pasal 7 1 PP No.35 Tahun 2004 menegaskan kembali kewajiban ini dengan rumusan sebagai berikut : “ KONTRAKTOR wajib mengembalikan sebagian Wilayah Kerjanya secara bertahap atau seluruhnya kepada Menteri melalui Badan Pelaksana, sesuai dengan Kontrak Kerja Sama.” Dari kedua ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa bagi Kontraktor ditetapkan kewajiban untuk melepasakan bagian dari wilayah kerja dengan luas yang disepakatiditentukan dalam PSC setelah suatu jangka waktu tertentu selama tahap eksplorasi awal. Tujuan dari pada kewajiban ini adalah agar bagian dari danatau seluruh wilayah kerja yang tidak dimanfaatkan dapat ditawarkan kepada pihak lain sebagai wilayah kerja yang baru. Dengan demikian, Pemerintah dapat memperoleh bagi hasil yang optimal dari pemanfaatan potensi sumber daya alam dari suatu wilayah . Didalam UU No.22 Tahun 2001 dan peraturan pelaksanaannya tidak dimuat pengaturan yang rinci mengenai pelaksanaan dari relinguishment ini. Pelaksanaan hal ini diserahkan kepada kesepakatan para pihak untuk ditentukan dalam PSC. Dari Pasal 7 1 PP No.35 Tahun 2004 tersebut di atas jelas bahwa relinguishment dari bagian wilayah kerja yang wajib dilakukan oleh Kontraktor ditetapkan dalam kontrak kerja sama. Dengan demikian para pihak secara kontraktual mempunyai wewenang untuk menentukan luas bagian atau prosentase dari luas wilayah kerja yang harus dilepaskan dan kapan pelepasan itu harus dilaksanakan. Dalam PSC ketentuan mengenai relinquishment ini dapat dilihat dalam section III. Ada Beberapa ketentuan Pengaturan dalam PSC Kontrak Bagi Hasil baru yang berbeda dengan ketentuan dalam PSC Lama. Ada pengaturan yang menjadi lebih ketat dan ada yang meringankan Kontraktor. Dalam salah satu PSC Lama, Section II, mandatory relinguishment dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut: - Pada atau sebelum berakhirnya periode 3 tiga tahun yang pertama sejak Effective Date, wajib melepaskan 25 dari wilayah kerja awal - Pada atau sebelum berakhirnya tahun ke-6 dari periode kontrak contract year, wajib melepaskan tambahan wilayah seluas 25 dari total luas wilayah kerja awal. - Pada atau sebelum berakhirnya tahun ke-10 dari contract year, wajib melepaskan tambahan wilayah, sehingga wilayah yang dipertahankan oleh Kontraktor tidak akan lebih dari 20 dari total luas wilayah kerja awal. Mandatory relinquishment dilakukan dalam jangka waktu 6 enam sampai dengan 10 sepuluh tahun, yaitu selama jangka waktu eksplorasi . PSC baru memperlihatkan adanya perubahan, terutama berkaitan dengan periode atau waktujadwal tahap-tahap tersebut direalisasi, namun tetap dalam periode pelaksanaan eksplorasi awal. Tahap-tahap relinquishment dalam PSC baru yang bersangkutan hanya dikaitkan dengan tahun ke-3 dan tahun ke-6 periode kontrak. Tidak secara jelas mencakup kemungkinan adanya perpanjangan periode tahap eksplorasi. Batasan bagi wilayah kerja yang dipertahankan, tetap tidak lebih dari 20 dari total luas wilayah kerja awal. Ketentuan dalam section III, clause 3.2 yang mengaitkan kewajiban pelepasan wilayah kerja dengan tanggung jawab Kontraktor untuk menyiapkan program kerja dengan tanggung jawab Kontraktor untuk menyiapkan program kerja work program untuk periode 3 tiga tahun pertama, juga menetapkan ketentuan bahwa kelalaian untuk menyiapkan program kerja dalam jangka waktu yang ditentukan hanya akan mengakibatkan adanya pemberitahuan dari pihak BPMIGAS untuk segera memenuhi tanggung jawab tersebut. Ketentuan ini berbeda dengan apa yang diatur dalam PSC generasi sebelumnya yang menetapkan bahwa Kontraktor diwajibkan melepaskan lagi sebagian wilayah kerja Voluntary relinguismentexclusion Landasan Yuridis Pasal 7 2 PP No.35 tahun 2004 menetapkan sebagai berikut : “ Selain sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, Kontaktor dapat mengembalikan sebagian atau seluruh Wilayah Kerjanya kepada Menteri melalui Badan Pelaksana sebelum jangka waktu Kontrak Kerja Sama berakhir” Meski Voluntary relinquishment menjadi hak dari Kontraktor namun realisasinya setelah Kontraktor terlebih dahulu memenuhi seluruh komitmen eksplorasi dan kewajiban lain berdasarkan kontrak kerja sama Ketentuan dalam PSC Pelaksanan voluntary relinguishment diatur dalam clause 3.6 dan clause 3.7. Baik PSC lama maupun PSC baru menetapkan waktu untuk realisasi dari hak Kontraktor ini yaitu sebelum akhir tahun kontrak ke-2 dan pada tahun kontrak berikutnya, dan hal ini harus diberitahukan secara tertulis kepada BPMIGAS 30 hari sebelumnya. Bentuk dan ukuran dari masing-masing bagian wilayah kerja yang akan dilepaskan ditetapkan berdasarkan hasil konsultasi antara Kontraktor dan BPMIGAS. B.8. Pengalihan Hak dan Kewajiban Participating Interest Karena didalam bab tiga 3 telah dibahas mengenai hak dan kewajiban para pihak Rights and Obligation of The Parties maka dalam bab 4 empat ini yang dibahas mengenai Pengalihan hak dan kewajiban para pihak Participating Interest dalam kontrak bagi hasil yang juga merupakan bagian dari substansi kontrak.. Dalam pelaksanaan kegiatan usaha hulu, yang mencakup eksplorasi dan eksploitasi, hak-hak dan kewajiban para pihak dalam PSC perluharus diatur secara jelas dan disesuaikan dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pengalihan, penyerahan dan pemindahtanganan selanjutnya disebut pengalihan hak dan kewajiban Kontraktor, baik sebagian maupun seluruhnya participating interest dapat dilakukan Kontraktor kepada : a Pihak lain, setelah mendapat persetujuan Menteri berdasarkan pertimbangan badan pelaksana: b Perusahaan Non-afiliasi atau kepada perusahaan selain mitra kerja dalam wilayah kerja yang sama. Dalam hal ini Menteri dapat minta kepada Kontraktor untuk menawarkan terlebih dahulu kepada perusahaan nasional. Jika tidak ada perusahaan nasional yang berminat, Kontraktor dapat menawarkannya kepada pihak lain. Yang dimaksud dengan “Perusahaan Nasional” adalah BUMN, BUMD, Koperasi, Usaha Kecil dan perusahaan swasta nasional yang keseluruhan sahamnya dimiliki WNI. Namun Kontraktor tidak dapat mengalihkan sebagian hak dan kewajibannya secara mayoritas kepada pihak lain yang bukan afiliasinya dalam jangka waktu 3 tiga tahun pertama masa eksplorasi. Disamping pihak-pihak yang disebut di atas, Pasal 34 PP No.35 Tahun 2004 secara khusus juga menetapkan Badan Usaha Milik Daerah BUMD sebagai pihak yang dapat menerima pengalihan, dimana Kontraktor diwajibkan menawarkan 10 participating interest kepada BUMD, sejak disetujuinya rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dari suatu wilayah kerja. Pernyataan kesanggupan dari BUMD untuk menerima penawaran ini harus disampaikan BUMD dalam jangka waktu 60 hari sejak tanggal penawaran. Dengan lewatnya waktu untuk memberikan pernyataan kesanggupan ini oleh BUMD, maka Kontraktor diwajibkan menawarkan kepada perusahaan nasional. Jika tidak ada perusahaan nasional yang menyatakan minat dalam jangka waktu 60 hari sejak tanggal penawaran maka penawaran dinyatakan tertutup. B.9. Cost RecoveryProfit Sharing Masalah cost recovery dan profit sharing dalam PSC mengacu pada undang-undang migas dan peraturan pemerintah tentang kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. Pasal 56 PP No. 35 Tahun 2004 menyebutkan bahwa : 1. Pengeluaran biaya investasi dan operasi dari kontrak bagi hasil wajib mendapatkan persetujuan badan pelaksana. 2. Kontraktor mendapatkan kembali biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 sesuai dengan rencana kerja dan anggaran serta otorisasi pembelanjaan finansial Authorization Financial Expenditure yang telah disetujui oleh badan pelaksana setelah menghasilkan produksi komersial. Bila diperhatikan ketentuan Pasal 6 PSC antara BPMIGAS dan Kontraktor Maka ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian : 98 1. Tidak diatur ketentuan dimana BPMIGAS memberi persetujuan tentang pengeluaran biaya investasi dan operasi . 2. Pengembalian biaya investasi dan operasi diatur secara rinci dalam PSC yang tidak diatur secara dalam Peraturan Pemerintah 3. Tidak ada pengaturan dalam Pasal 6 yang mengharuskan biaya-biaya yang dikeluarkan adalah sesuai dengan rencana kerja dan anggaran serta otorisasi pembelanjaan finansial. B.10. Title to Oil Hak atas Migas Aspek filosofis terdapat dalam Pasal 4 ayat 1 UU No.22 Thn 2001 yaitu: a. Semua sumber daya alam berupa migas sebagai sumber daya alam strategis tak terbarukan yang terkandung didalam wilayah hukum pertambangan Indonesia adalah kekayaan negaranasional yang dikuasai oleh negara, harus dimuat dalam setiap PSC, yang akan menjadi landasan berpijak bagi kerjasama diantara para pihak dalam kontrak. b. Ketentuan PSC tidak memberikan hak atas migas kepada Kontraktor, kecuali hak untuk mengambil bagian dari produksi, sebagai kompensasi atas resiko- resiko dan jasa-jasa yang telah diberikan oleh Kontraktor dalam pelaksanan kegiatan usaha hulu berdasarkan PSC dengan badan pelaksana BPMIGAS c. Kepemilikan Sumber daya alam dalam tetap ditangan Pemerintah sampai pada titik penyerahan 98 . Lihat Pasal 6 Production Sharing Contract dengan Pihak BPMIGAS Setelah UU 222001 d. Pembayaran dalam bentuk hal produksi dilakukan pada titik penyerahan point of eksport. B.11. Title to Equipment Abandonment hak atas Peralatan dan Abandonment Diatur dalam Pasal 78 - 81 PP No.35 Thn 2004 dan Pasal 78 ayat 1 Jo.78 ayat 4 PP No.35 Thn 2004 : - Seluruh barang dan peralatan yang secara lansung digunakan dalam kegiatan usaha hulu yang dibeli kontraktor menjadi milikkekayaan negara yang pembinaannya dilakukan oleh Penerintah dan dikelola oleh badan pelaksana. - Kontraktor dapat mempergunakan barang dan peralatan tersebut selama berlakunya PSC Secara garis besar peralatan dibagi dalam 2 dua kategori 1. Peralatan yang dibeli Purchased equipment 2. Peralatan yang disewa Leased equipment B.12. Settlement of Dispute Governing Law 1. Arbitrase yang dilakukan bersifat ad hoc bukan permanen 2. Hukum acara yang digunakan adalah ICC International Chamber of Commerce sehingga perlu dilakukan kajian mendalam apakah hukum acara ICC bisa digunakan di tempat arbitrase yang ditunjuk, bila Singapura sebagai tempat berabitrase. 3. Dalam PP No.35 tahun 2004 penyelesaian sengketa kontrak tidak diatur. 4. Didalam Kontrak PSC BPMIGAS disebutkan bahwa penyelesaian sengketa diselesaikan melalui arbitrase. Akan tetapi tidak disebutkan secara tegas dimana arbitrase dilakukan, kecuali kata-kata di tempat yang disepakati bersama. Hal ini perlu dihindari mengingat para pihak bisa saja tidak sepakat tempat arbitrasenya. Sebaiknya arbitrase dilakukan di Indonesia dan bila tidak disetujui dan diinginkan di luar negeri maka di negara yang tidak terlalu jauh dari Indonesia, seperti Singapura. B.13. Employment Ketenagakerjaan Pengaturan mengenai tenaga kerja di dalam UU No.22 Tahun 2001 dan peraturan pelaksanaannya didasarkan pada prinsip pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia. Masalah ketenagakerjaan ini diatur dalam Pasal 82 sampai dengan Pasal 85 PP No.35 Tahun 2004, yang memuat syarat-syarat untuk penggunaan tenaga kerja Indonesia maupun tenaga asing. Sebelum tahun 2001, ketentuan tentang ketenagakerjaan juga diatur dalam PP No.35 Tahun 1994. Dalam PSC, baik dalam PSC lama maupun PSC baru masalah ketenagakerjaan ini diatur dalam Section XII dengan judul “Employment And Training of Indonesian Personnel .” Prinsip pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia sebagaimana yang diwajibkan kepada kontraktor dalam Pasal 82 PP No.35 Tahun 2004, diformulasikan dalam Section XII dari PSC, khususnya Clause 12.1 sebagai kesepakatan atau persetujuan Kontraktor “contractor aggrees…” untuk memperkerjakan karayawanpersonil Indonesia yang berkualitas. Program pendidikan dan pelatihan untuk kedudukan buruh dan staff termasuk administrasi dan manajemen eksekutif, juga menjadi tanggung jawab Kontraktor tidak hanya untuk tenaga kerja Indonesia dalam rangka PSC tapi juga untuk personil dari Pemerintah maupun BPMIGAS Biaya untuk pendidikan dan pelatihan karyawan sendiri menjadi bagian dari biaya operasi Operating Cost, sedangkan untuk personil Pemerintah dan BPMIGAS berdasarkan kesepakatan bersama. Kontraktor juga diwajibkan untuk menjamin dan menaati ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan peraturan yang berlaku. Didalam PSC tidak terdapat ketentuan yang rinci mengenai penggunaan tenaga kerja asing, meskipun hal ini dimungkinkan bagi Kontraktor berdasarkan peraturan yang berlaku. Penggunaan tenaga kerja asing, dapat dilihat dalam ketentuan yang berkaitan dengan hak dan kewajiban para pihak. Didalam Clause 5.2.2 PSC Baru ditentukan bahwa Kontraktor akan menyediakan “technical aid, including foreign personnel, required foer the performance of the work program” Pasal 82 2 PP No.35 Tahun 2004 menetapkan bahwa syarat bagi tenaga kerja asing yang akan dipekerjakan, yaitu untuk jabatan dan keahlian tertentu yang belum dapat dipenuhi tenaga kerja WNI sesuai dengan kompetisi jabatan yang dipersyaratkan. Dengan demikian berdasarkan peraturan yang berlaku, Kontraktor diberikan hak untuk menentukan tenaga kerja yang dibutuhkannya sepanjang memberikan prioritas kepada tenaga kerja asing hanya untuk jabatan dan keahlian tertentu. Dalam pelaksanaan hak Kontraktor ini, peraturan perundangan di bidang ketenagakerjaan perlu diperhatikan. Prosedur perijinan tenaga kerja asing dilakukan dengan menggunakan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja RPTK, untuk keperluan memperoleh ijin kerja serta persyaratan lain menurut ketentuan hukum yang berlaku. Sebelum berlakunya UU No.22 Tahun 2001, masalah ketenagakerjaan mengacu kepada PP No.35 Tahun 1994 yang memuat syarat-syarat dan pedoman yang harus dituangkan dalam suatu kontrak, yang pada masa itu judul kontrak dikenal sebagai kontrak bagi hasil migas. Berdasarkan PP No.35 Tahun 1994 ini, hak Kontrataktor untuk mempekerjakan tenaga kerja dibatasi dengan ketentuan untuk mendapatkan persetujuan dari Pertamina. Tenaga kerja Indonesia yang dipekerjakan oleh Kontraktor dalam rangka PSC mempunyai status pegawai Pertamina. Untuk tenaga kerja asing diperlukan persetujuan dari Menteri yang lapangan tugasnya dalam bidang migas. Kini tidak lagi dipersyaratkan untuk meminta persetujuan dari instansi lain, selain daripada instansi di bidang ketenagakerjaan. B.14. Environment Community Development Environment 1 Salah satu azas penyelenggaraan Migas di Indonesia adalah berwawasan lingkungan 2 Dilakukan oleh departemen terkait dalam hal ini adalah Kementrian lingkungan hidup 3 Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 1999 Jo Keputusan Menteri Lingkungan hidup No.17 Tahun 2001 Usaha Migas adalah salah satu usaha yang memerlukan Analisa Dampak Lingkungan AMDAL 4 Ketentuan yang terkait dengan kewajiban menjaga lingkungan laut dari pencemaran dan perusakan dan untuk mencegah adanya gangguan pada pelayaran antara lain : - UU No.21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran - PP No.51 Tahun 2002 Tentang Perkapalan - PP No.19 Tahun 1999 tentang Pengendalian pencemaran danatau perusakan laut. Ketentuan yang terdapat dalam PSC hendaknya tidak boleh bertentangan dengan ketentuan dalam Konvensi-konvensi yang telah diratifikasi dan yang akan diratikasi di Indonesia. Konvensi-konvensi tersebut antara lain: 1. International Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage 1969 2. Protocol of 1992 to Amend International Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage 1969. 3. The International Convention for The Prevention of Pollution from Ships 1973 dan Protocol to The Internasional Convention for The Prevention of Pollution from Ships 1973 4. United Nations Conventions On The Law of The Sea 1982 UNCLOS 5. Convention On The Prevention of Marine Pollution by Dumping of Waste and Other Matters 6. Protocol 1996 to The Convention on The Prevention of Marine pollution by Dumping of Waste anf Other Matters 7. Convention on oil Pollution Preparedness Response and Cooperation OPRC Community Development Perlindungan Terhadap Kepentingan Masyarakat Kontraktor harus bisa menjamin tidak dirugikannya hak masyarakat, baik atas tanahnya maupun atas pengelolaanpengembangan lingkungan dimana kegiatan dilaksanakan Peraturan Pemerintah No.35 Tahun 2004 Pengembangan masyarakat oleh kontraktor kontrak kerjasama KKKS dilaksanakan dengan: 1. Sistematis dan terencana 2. Tidak mengambil alih peran Pemerintah 3. Membawa perbaikan sosial ekonomi dan kualitas kehidupan masyarakat 4. Membangun keharmonisankemitraan hubungan seluruh aspek stakeholder Alasan penting mengapa perusahaan melakukan kegiatan pengembangan masyarakat adalah karena adanya izin lokal dan untuk mengatur dan menciptakan strategi kedepan dalam kerangka pembangunan berkelanjutan. Misi dan Visi Community Development CD Misi : Mendukung kelancaran kegiatan kontraktor KKS dan mendukung program pemerintah dalam meningkatkan kemandirian masyarakat melalui program kemitraan. Visi : Meningkatkan produktifitas masyarakat dan kemampuan sosial ekonomi masyarakat dan kemampuan sosial ekonomi masyarakat secara mandiri di wilayah operasi kontraktor KKS dengan memberdayakan potensi daerah. Landasan Hukum: 1. Undang-undang No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi - Pasal 11 ayat 3 Kotrak kerja sama sebagaima dimaksud dalam ayat satu 1 wajib memuat paling sedkit ketentuan-ketentuan pokok, pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat. - Pasal 40 butir 5 Badan usaha bu atau bentuk usaha tetap but yang melaksanakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ikut bertanggung jawab dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat 2. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2002, tentang badan pelaksana kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. 3. Peraturan Pemerintah No.35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. - Pasal 74 Kontraktor dalam melaksanakan kegiatannya ikut bertanggungjawab dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat. Tanggungjawab Kontraktor dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat adalah keikutsertaan dalam mengembangkan dan memanfatkan potensi kemampuan masyarakat setempat antara lain dengan cara mempekerjakan tenaga dalam jumlah dan kwalitas tertentu sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan, serta meningkatkan lingkungan hunian masyarakat agar tercipta keharmonisan antara kontraktor dengan masyarakat di sekitarnya. - Pasal 76 Kegiatan pengembangan dan masyarakat setempat oleh Kontraktor di lakukan dengan berkoordinasi dengan Pemerintah daerah. Kegiatan pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 di utamakan untuk masyarakat di sekitar daerah dimana eksploitasi dilaksanakan - Pasal 77 Pelaksanaan keikutsertaan Kontraktor dalam pengembangan lingkungan dan masyarakat stempat sebagaimana di maksud dalam Pasal 74 ayat 10 di berikan dalam bentuk natura berupa sarana dan prasarana fisik, atau pemberdayaan usaha dan tenaga kerja setempat. Prioritas Pelaksanaan Pelaksanaan Community Development 1. Masyarakat yang terkena dampak lansung kegiatan operasi Kontraktor KKS sesuai dengan kajian studi AMDAL. 2. Masyarakat yang terkena dampak tidak lansung kegiatan operasi sesuai dengan kajian studi AMDAL 99 99 . Sumber : Dinas Hupmas BPMIGAS Community Development dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Tabel 4 Bidang-Bidang Program dalam Community Development BIDANG BIDANG PROGRAM Ekonom i Membantu pemerintah untuk memberdayakan masyarakat dalam usaha meningkatkan ekonomi. Pendidikan dan Memberikan beasiswa, membantu kelengkapan sarana kebudayaan dan prasarana pendidikan, olahraga dan kegiatan budaya. Kesehatan Mendukung upaya peningkatan kesehatan masyarakat. Fasilitas Sosial Mendukung pem bangunan sarana dan prasarana sosial dan Fasilitas Umum di daerah operasi. Lingkungan Mendukung program peningkatan kesadaran lingkungan. Bidang Aktivitas Sumber : Dinas Hupmas BPMIGAS Community Development dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi B.15. Pajak Taxation Yang menjadi objek pajak adalah bumi dan atau bangunan. Bumi adalah permukaan bumi dan bagian tubuh bumi yang ada dibawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Bangunan adalah kontruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah danatau perairan. Defenisi PBB adalah pajak yang dikenakan atas bumi dan atau bangunan berdasarkan ketentuan undang-undang No12 Tahun 1985 Std UU No 12 1994. Konsideran Bumi dan Bangunan memberikan keuntungan kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orangbadan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat daripadanya, wajar bila diwajibkan memberikan sebagian dari manfaatkenikmatan yang diperolehnya kepada negara melalui pajak. Bagan 12 Contoh Objek PBB Migas Sumber: P Adriel, Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, 2007 Hal ini secara jelas diatur dalam PSC dan berdasarkan undang-undang migas diberi dua alternatif pemberlakuan peraturan perundang-undangan bidang pajak. a. Pertama adalah peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah peraturan perudangan saat PSC berlaku efektif. b. Kedua adalah peraturan perundangan-undangan yang berlaku adalah peraturan perundangan pada saat PSC dijalankan. Artinya bila ada amandemen maka perturan perundang-undangan itulah yang berlaku. Dalam PSC dianut yang kedua. Ada baiknya untuk memperjelas maka dibuat kata-kata “ ……as amended”.

C. Permasalahan Yang Muncul Setelah UU No.22 Tahun 2001 Diterapkan