BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG INDUSTRI PERMINYAKAN DI
INDONESIA
A. Sejarah Singkat Industri Perminyakan di Indonesia III. A.1. Pada Masa Pra Kemerdekaan.
Ditahun 1880-an, penduduk Telaga Tunggal secara tidak sengaja menemukan rembesan minyak yang menggenangi telaga dan menghitami rawa-
rawa. Masa itu, Kesultanan Langkat sudah dikenal dunia sebagai penghasil tembakau terbaik, sehingga temuan yang tak disengaja itu cepat tercium para
pengusaha tembakau asal Belanda. Adalah Jans Zijlker pada tahun 1883 mulai mencoba melakukan
pengeboran di beberapa tempat yang berdekatan dengan lokasi rembesan minyak oil sheep. Diluar dugaan, minyak mentah crude oil yang keluar dari bumi
Tanjung Katung ini memiliki kualitas sangat baik, sehingga dilakukan pembentukan badan usaha baru agar dapat diproduksi secara komersial. Kerajaan
Belanda turun tangan untuk memenuhi kebutuhan dana yang tidak sedikit, sekaligus meminta konsensi kepada Sultan Langkat. Konsesi itu bernama Konsesi
Telaga Said. Pada tahun-tahun, berikutnya Zijlker terus melakukan pemboran di beberapa lokasi di Langkat, sehingga ditemukannya lapangan minyak yang cukup
besar di Telaga Tunggal pada tahun 1885. Penemuannya ini merupakan tonggak sejarah industri perminyakan dunia kala itu.
Sebenarnya berdasarkan data, pencarian minyak dan gas bumi di Indonesia telah dimulai pada abad ke-19 tepatnya pada tahun 1871, yaitu dengan
dilakukannya pemboran di beberapa titik sumur di daerah Majalengka-Jawa Barat oleh seorang pengusaha berkebangsaan Belanda bernama Jan Reerink, namun
belum berhasil menemukan cadangan minyak bumi seperti yang diharapkan. Walau demikian, pada tahun-tahun berikutnya pencarian minyak bumi tetap
menarik perhatian para pengusaha Belanda lainnya. Lapangan Ledok dan Cepu di Jawa Tengah ditemukan pada tahun 1901
penemuan lapangan ini sekaligus diikuti dengan pembangunan kilang minyak di Cepu untuk mengolah minyak mentah dari lapangan-lapangan minyak tersebut,
yang sekaligus merupakan kilang minyak pertama di Indonesia. Pada tanggal 16 Juni 1890, berdirilah Koninklijke Nederlansche Petroleum
Company KNPC yang berpusat di Pangkalan Brandan. Selain mengeksploitasi
minyak mentah dari lapangan-lapangan minyak di Langkat, KNPC juga mengolah dan sekaligus memasarkan produknya. Dengan manajemen yang baik, usaha
KNPC yang juga dikenal dengan sebutan Royal Ducth Petroleum Company pada tahun 1892 berhasil membangun kilang minyak di Pangkalan Brandan beserta
fasilitas penunjang lainnya. Pada tahun 1894, di Balikpapan Kalimantan Timur juga dibangun kilang
minyak oleh Shell Transport and Trading Co milik Marcus Samuel pengusaha berkebangsaan Inggris. Penemuan demi penemuan mendorong Pemerintah Hindia
Belanda mulai mengatur pemberian konsesi kepada pengusaha berdasarkan undang-undang untuk mengalihkan kewenangan yang sebelumnya dimiliki oleh
para raja dan sultan. Pada tahun 1899, Undang-undang Pertambangan Hindia Belanda Indische Mijn Wet selesai dibuat dan kemudian diundangkan. Undang-
undang Pertambangan ini merupakan awal dari kolonialisme Belanda atas sumber-sumber daya alam strategis. Para raja dan sultan yang tidak setuju atas
kebijakan pemerintah Hindia Belanda ini tidak memperoleh bagian keuntungan. Jadi Undang-Undang Pertambangan ini bersifat memaksa para penguasa pribumi
untuk tunduk pada kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Hindia Belanda. Pada Tanggal 24 Februari 1907, KNPC yang lebih mendominasi sektor
hulu dan shell Transport and Trading Co, yang menguasai pemasaran dan kegiatan hilir sepakat merger, dengan komposisi saham 60 : 40, dan
selanjutnya diubah menjadi namanya menjadi The Royal Ducth Shell Group, yang kini lebih dikenal dengan sebutan SHELL, perusahaan raksasa dengan logo
bergambar fosil kerang laut.
38
Walaupun pada saat itu Shell telah menguasai produksi dan pengolahan minyak di Indonesia, akan tetapi di bidang pemasaran, khususnya di Timur Jauh,
mereka masih harus menghadapi persaingan yang ketat dengan Standard Oil. Standard Oil telah masuk ke pasar Timur jauh sebelum Shell masuk ke kawasan
tersebut. Persaingan antara Shell dan Standard Oil ini mewarnai perkembangan industri minyak di Indonesia dalam beberapa dekade berikutnya.
39
Pada tahun 1912, Standard Oil mulai beroperasi di Indonesia dan mendirikan anak perusahaannya yang didirikan berdasarkan hukum Hindia
Belanda dengan nama Nederlansche Koloniale Petroleum Maatschappij NKPM dengan membeli izin eksplorasi yang masih berlaku untuk lapangan Talang Akar,
Pendopo, Sumatera Selatan.
38
. Energi Antanusa, Telaga Said Tonggak Sejarah Perminyakan,Edisi 04 Tahun II, Januari
2008 Hal 19
39
. Rudi M. Simamora, Hukum Minyak dan Gas Bumi, Penerbit Djambatan Jakarta 2000.Hal 14
Di tahun 1904, Indische Mijn Wet dirubah lagi setelah juga dirubah pada Thn 1900. Perubahan tersebut merefleksikan kondisi persaingan yang ketat antara
Shell dan Standard Oil dalam perebutan kekuasaan di industri perminyakan di Indonesia dengan dihentikannya pemberian konsesi minyak baru.
Pada tahun 1936, Standard of California menjalin aliansi strategis internasional dengan Texas Company Texaco dengan menggabung hampir
seluruh aset mereka di Asia. Melalui jalinan kerjasama tersebut, kepemilikan atas NPPM dibagi dua, antara dua raksasa minyak Amerika tersebut dan NPPM
menjadi bagian dari group besar yang bernama California Texas Oil Company Caltex
Caltex memulai pengeboran eksplorasinya pada pertengahan tahun 1939 di daerah Sebanga, sekitar 65 km di Utara Pekanbaru. Pengeboran tersebut
menunjukkan hasil positif, daerah terebut mengandung minyak. Di Duri, Caltex juga menemukan minyak akan tetapi prioritas tetap Sebanga
Ketika Caltex bersiap melakukan pengeboran lanjutan baik untuk eksplorasi maupun pengembangan, unit pengeboran telah dimobilisasi. Pada saat
yang bersamaan, invasi Jepang mulai masuk ke Sumatera. Invasi Jepang tersebut menghentikan semua rencana pengembangan Caltex atas penemuan minyaknya
dan Jepanglah yang kemudian melanjutkannya. Unit pengeboran yang telah dimobilisasi tersebut kemudian dipergunakan Jepang untuk melakukan
pengeboran.
40
Menjelang Perang Dunia ke-II, Industri Minyak di Indonesia praktis
40
. Ibid, Hal 14-18
dikuasai oleh Shell dan SPVM. Pada waktu itu, Caltex belum mulai berproduksi daerah Operasi Shell mulai dari Sumatera Utara meluas sampai ke Irian Jaya
kecuali daerah Sumatera Tengah. Sedangkan SPVM beroperasi hanya di daerah Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan. Penyerbuan Jepang berlangsung sangat
cepat sehingga mereka berhasil menduduki instalasi dan fasilitas perminyakan yang ada dan menempatkan operasi perminyakan yang dikuasai dibawah
komando militer. Dengan pengetahuan dan pengalaman perminyakan yang kurang memadai,
Jepang mencoba untuk meneruskan operasi perminyakan yang masih ada, sementara yang telah hancur direhabilitasi sedapat mungkin. Untuk itu, potensi
tenaga kerja Indonesia yang dahulunya pernah bekerja di perminyakan dikerahkan semaksimal mungkin. Dalam kondisi sedemikian rupa, Jepang terpaksa harus
mendidik dan meningkatkan keahlian tenaga kerja Indonesia dengan mendirikan dua lembaga pendidikan dan pelatihan. Terlepas dari kualitas yang dihasilkan,
pelatihan tersebut merupakan langkah besar dalam peningkatan dan pengembangan sumber daya manusia di industri perminyakan di Indonesia.
41
Kondisi industri minyak pada saat itu mengalami masa-masa yang sangat sulit. Kapasitas produksi menurun tajam sebagai akibat pembumihangusan
fasilitas perminyakan dan lambatnya proses rehabilitasi.
42
Kepergian Belanda yang membawa serta teknologi, pengetahuan dan skill tidak dapat digantikan oleh Jepang yang kurang memahami seluk beluk operasi
41
Ibid, Hal 19- 20
42
. Salim. HS, Ibid, Hal 21
perminyakan, sehingga tenaga perminyakan Indonesia dipaksa oleh keadaan untuk mengambil peran yang berarti. Hal ini berakibat positif bagi peningkatan skill
tenaga perminyakan di Indonesia saat itu. Pelajaran dan pengalaman yang didapat telah menumbuhkan percaya diri dan meningkatkan semangat untuk merdeka,
termasuk untuk merdeka dalam mengelola sumber kekayaan alam negeri sendiri.
43
Proklamasi diartikan secara politis dan kemerdekaan untuk mengelola dan menggunakan sumber daya alam minyak dan gas bumi sebesar-besarnya untuk
kemamuran rakyat. Tujuan ini diformulasikan ke dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 sesudah Amandemen UUD 1945.
III.A.2. Periode 1945-1971
44
Perebutan di sektor minyak dan gas bumi di Indonesia digerakkan oleh Laskar Minyak yang terhimpun dalam Himpunan Tenaga Laskar Minyak yang
memiliki pengalaman di bidang perminyakan pada masa pendudukan Belanda dan Jepang. Meskipun Indonesia telah merdeka, namun Jepang tidak mau
menyerahkan kekuasaan dan operasi lapangan minyak kepada Indonesia, sehingga Laskar Minyak harus berjuang untuk mengambilalihnya. Di saat yang bersamaan,
pasukan sekutu mulai masuk ke Indonesia dan ingin merebut kekuasaan Jepang atas Indonesia. Hal ini membuat situasi menjadi semakin kacau.
45
Perusahaan Tambang Minyak Negara Republik Indonesia PTMNRI
43
. Loccit..
44
. Siska Rahman, Peranan Kontrak Production Sharing dalam Industri Minyak dan Gas Bumi Studi Kasus BPMIGAS
, Skripsi Medan FH-USU.
45
. Rudi M Simamora, Opcit Hal 22
46
. Ibid, Hal 22-23
adalah perusahaan minyak nasional yang pertama. Tugasnya adalah melanjutkan pengoperasian minyak nasional yang pertama. PTMNRI berubah namanya
menjadi PT. Tambang Sumatera Utara PT. TMSU pada tahun 1954. Di Sumatera Selatan, terjadi penyerahan lapangan minyak dengan sukarela
dan tanpa perlawanan fisik karena perwakilan Pemerintah pusat Indonesia untuk daerah Sumatera Selatan berhasil menyakinkan Jepang. Kemudian, untuk
pengoperasiannya dibentuklah Perusahaan Minyak Republik Indonesia PERMIRI.
46
Rencana penyatuan ini tidak sempat dilaksanakan karena bentuk Negara dirubah kembali menjadi bentuk Negara kesatuan. Pemerintah yang baru
menunjuk Soemitro Djojohadikusumo sebagai Menteri Perdagangan dan Industri yang menangani pula sektor minyak dan gas bumi. Ekonom yang berpendidikan
barat ini mengarahkan kebijaksanaannya untuk menarik investor ke Indonesia. Pemerintah juga mendirikan perusahaan di Jawa Tengah, yaitu Perusahaan
Tambang Minyak Nasional PTMN. PTMN memilik tugas untuk menjalankan operasi perminyakan didaerah Kawengan, Ngelobo, Semanggi, Ledok, Cepu dan
lapangan minyak di Bongas, Jawa Barat. Daerah-daerah ini merupakan bekas lapangan minyak Shell.
Perubahan strategi perjuangan dari evolusi ke rehabilitasi dan konsolidasi ditandai dengan adanya pengakuan kedaulatan. Bentuk negara kesatuan berubah
menjadi serikat sehingga dirancang “Rencana Penyatuan” oleh Ir. Anondo yang menempatkan sektor minyak dan gas bumi di bawah kendali Pemerintah pusat.
47. Ibid, hal 25
Dalam pelaksanaannya, program ini mengalami banyak benturan dengan pendekatan yang diambil oleh Somemitro Djojodihadikusumo.
Pada bulan Agustus 1951, DPR memberikan perhatian yang serius terhadap sektor minyak dan gas bumi. Mr. Mohammad Hasan, sebagai Ketua
Komisi Perdagangan dan Industri melakukan penelitian dan sampai pada kesimpulan, yaitu :
1. Diyakini penuh dengan berbagai alasan yang kuat, bahwa ladang-ladang minyak di Sumatera Utara dapat dinasionalisasi dengan pembayaran ganti rugi
yang sedemikian rupa 2. Indonesia tidak mendapatkan pembagian yang setimpal atas operasi
perusahaan minyak asing menurut perjanjian konsesi dan peraturan perjanjian yang berlaku
47
Setelah konsesi Mr. Mohammad Hassan disebarluaskan ke publik, antara Mr. Mohammad Hassan dan manajemen perusahaan minyak asing diadakan
pembicaraan. Pihak perusahaan asing menawarkan pembagian keuntungan 50- 50 yang kemudian dijawab Mr. Mohammad Hassan tentang siapa yang akan
menanggung biaya operasi. Kemudian, Mr. Mohammad Hassan mengusulkan agar pembagian 50-50 diambil dari hasil produksi, tanpa ikut serta dalam
pembiayaan operasi. Hasil pembicaraan inilah yang menjadi platform pembicaraan dalam regenoisasi Konsesi Stanvac, Caltex dan Shell.
Akhir dari negoisasi panjang yang berlansung lebih dari 2 tahun, akhirnya pada Maret 1954, Pemerintah dan Stanvac mencapai kata sepakat untuk
memperbaharui Konsesi Stanvac dengan ketentuan sebagai berikut :
48
1. Stanvac akan menginvestasikan dana sebesar US 70-80 juta yang diambil dari dana luar negeri
2. Untuk memfasilitasi penanaman modal tersebut, kepada Stanvac diberikan pembebasan bea masuk untuk semua impor barang modal.
3. Penerapan perpajakan yang akhirnya menghasilkan pembagian keuntungan 50-50
4. Upaya Indonesiasi karyawan akan dilakukan sebesar mungkin 5. Jangka waktu konsesi untuk 4 tahun
Sebagaimana direncanakan pada tahun 1960, lahirlah UU Nomor 44 Prp Tahun 1960 yang mengamanatkan pengusahaan pertambangan minyak dan gas
bumi hanya dilaksanakan oleh perusahaan Negara. Selanjutnya, Pasal enam 6 undang-undang tersebut menetapkan apabila diperlukan Menteri dapat menunjuk
pihak lain sebagai konraktor untuk perusahaan Negara guna melaksanakan pekerjaan yang belum atau tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh perusahaan
negara. Maksudnya supaya semua pemegang konsesi pertambangan minyak yang lama, yaitu Shell, Stanvac dan Caltex beralih menjadi kontraktor perusahaan
Negara.
49
Dalam implementasinya, tentunya hal tersebut tidak mudah dan mendapat tantangan dari ketiga perusahaan tersebut. Setelah melalui perundingan yang
panjang, akhirnya disepakati juga persetujuan kontrak karya. Ketiga perusahaan
48
. Ibid, hal 26
49
. Siska Rahman, Opcit, Hal 56
tersebut sejak itu menjadi berubah statusnya menjadi kontraktor dan perusahaan dari perusahaan Negara. Shell kontraktornya PN. PERMINA dan Caltex
kontraktornya PN. PERTAMIN.
50
Pada tanggal 1 Januari 1959, NV NIAM yang kepemilikannya 50 Pemerintah dan 50 Shell dirubah namanya menjadi PT. Pertambangan Minyak
di Indonesia PT. Permindo. Ketika PT Permindo berakhir, maka dibentuklah Perusahaan Negara Pertambangan Minyak Indonesia PN. PERTAMIN untuk
menggantikan PT. PERMINDO berdasarkan PP Nomor 3 Tahun 1961. Salah satu kesepakatan penting lainnya dalam kontrak karya diatas adalah
disetujuinya penjualan semua fasilitas pengolahan minyak bumi dan semua harta benda ketiga perusahaan tersebut sepanjang mengenai pemasaran dan distribusi
dalam negeri dalam waktu dengan harga dan cara tertentu. Penandatanganan kontrak karya merupakan tonggak sejarah penting dalam
meletakkan posisi Negara Perusahaan Negara pada posisi yang lebih dominan terhadap perusahaan asing yang dengan kontrak karya mereka hanya menjadi
kontraktor dari perusahaan Negara yang sebelumnya posisi mereka sebagai pemilik mineral interest, Negara hanya menjadi penonton. Mineral Interest
kembali menjadi milik bangsa Indonesia setelah lepas dari genggaman sejak diundangkannya Indische Mijn Wet 1899.
51
Di Sumatera, pada tanggal 10 Desember 1957 PT. TMSU juga dirubah menjadi PT. Perusahaan Minyak Nasional PT. PERMINA. Kemudian sejak
tanggal 1 Juli 1961, berdasarkan PP Nomor 198 Tahun 1961, PT. PERMINA
50
Rudi M Simamora, Opcit, h
51
. Ibid, Hal 27- 28
dirubah menjadi PN. PERMINA untuk menyesuaikan dengan ketentuan UU Nomor 19 Prp Tahun 1960 dan UU Nomor 44 Prp Tahun 1960.
Di bidang pemasaran, pada tanggal 10 Desember 1957 ditandatangani kontrak penjualan minyak mentah dengan Refining Associates of Canada Ltd.
REFICAN dan merupakan kontrak penjualan minyak mentah Indonesia pertama yang pengapalan ekspor perdananya dilakukan pada tanggal 24 Mei 1958.
Dalam bidang perlengkapan, mesin-mesin material dan bantuan teknis PT. PERMINA telah mengadakan kerjasama dengan Kobayashi Group sebuah
konsorsium perusahaan Jepang secara kredit dan PT. PERMINA membayar kembali dalam bentuk minyak mentah.
52
Pada tanggal 4 Januari 1968, berdasarkan SK Menteri Urusan Minyak dan Gas Bumi No.16MMigas66, PN PERMIGAN dibubarkan. Seluruh asset
perusahaan diserahkan kepada Negara, dalam hal ini kepada Departemen Urusan Minyak dan Gas Bumi Negara. Selanjutnya, lapangan dan pabrik pemurnian yang
ada di Cepu dimanfaatkan sebagai pusat pendidikan yang kemudian dikenal dengan Akademi Minyak dan Gas Bumi AKAMIGAS. Sedangkan fasilitas
Dalam rangka meningkatkan kemampuan armada perkapalan, bulan Agustus 1959 PT. PERMINA membeli
dari CALTEX dua tanker jenis Shallow Draft masing-masing berukuran tiga 3 ribu DWT dengan cara Bare Boat Hire Purchase.
Dengan demikian, maka pada pertengahan tahun 1960-an, seluruh asset perminyakan gas bumi yang sedang beroperasi atau belum, namun sudah terikat
suatu perjanjian pertambangan telah kembali dikuasai oleh Pemerintah yang mengelolanya dilakukan melalui tiga perusahaan, yaitu PN. PERTAMIN, PN.
PERMINA, PN. PERMIGAN.
52
. Ibid, Hal 29
pemasaran diserahkan kepada PN. PERTAMIN dan fasilitas perusahaan diserahkan kepada PN. PERMINA.
Puncak dari konsolidasi antara perusahaan-perusahaan Negara yang terlibat dalam pengelolaan pengusahaan minyak dan gas bumi di Indonesia adalah dengan
dileburnya PN. PERTAMIN dan PN. PERMINA menjadi satu perusahaan yang terintegrasi melalui wadah Perusahaan Negara Pertambangan Minyak dan Gas
Bumi Nasional PN. PERTAMINA berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1968.
Mengingat perkembangan dan kemajuan yang dicapai PN. PERTAMINA, maka dipandang perlu untuk memberikan landasan kerja baru yang lebih baik
guna meningkatkan kemampuan dan hasil usaha selanjutnya. Untuk itu, pada tanggal 15 September 1971 didirikanlah Perusahaan Pertambangan Minyak dan
Gas Bumi Negara PERTAMINA dengan berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 1971, jadilah Pertamina adalah satu-satunya perusahaan di Indonesia yang didirikan
berdasarkan undang-undang hingga saat ini.
53
Maksud didirikannya Pertamina adalah untuk meningkatkan produktivitas, efektivitas dan efesiensi operasi perminyakan nasional.
III.A.3. Periode 1971–sekarang
54
Pertamina menjalankan perannya sebagai real player yang baik dalam Industri minyak dan gas bumi
secara nasional dan internasional. Pemberlakuan kontrak bagi hasil mengalami pertumbuhan pesat karena beberapa faktor yaitu :
55
53
Ibid, Hal 30.
54
. loccit
55
. Rudi. M. Simamora, Opcit, hal 32
a. Intensitasnya hubungan dengan para kontraktor
b. Sifat hubungan dengan para kontraktor c. Kerjasama dengan orang asing yang menghasilkan teknologi muktahir
d. Kepercayaan kontraktor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia dengan cara penandatanganan kontrak bagi hasil
Kesuksesan besar Pertamina adalah pada tahun 1971 adalah menemukan Lapangan Gas Arun dan Lapangan Badak pada tahun 1972. Kedua lapangan ini
memiliki kandungan gas yang optimal untuk pembangunan proyek pengembangan Gas alam yang diolah menjadi Liquified Natural Gas LNG dan Liquified
Petoleum Gas LPG.
56
Badan pelaksana adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan pengendalian kegiatan usaha hulu di bidang minyak dan gas bumi. Fungsi badan
pelaksana ini adalah melakukan pengawasan terhadap kegiatan usaha hulu agar pengambilan sumber daya alam minyak dan gas bumi milik Negara dapat
memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi Negara untuk sebesar- Kontrak bagi hasil hanya diberikan kepada kegiatan usaha hulu. Kegiatan
usaha hulu ini meliputi eksplorasi dan eksploitasi. Sebelum berlakunya UU Nomor 22 Tahun 2001, para pihak yang terkait dalam kontrak bagi hasil adalah
Pertamina dan Kontraktor. Kontraktor itu dapat berasal dari kontraktor dalam negeri dan luar negeri. Dengan berlakunya UU Nomor 22 Tahun 2001, para pihak
yang terkait dalam kontrak bagi hasil, yaitu Negara yang diwakili oleh badan pelaksana sedangkan pihak kedua atau kontraktornya adalah badan usaha dan atau
badan usaha tetap.
besarnya kemakmuran rakyat Pasal 44 ayat 2 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Pasal 10 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2002
tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
57
Tugas badan pelaksana diatur dalam Pasal 44 ayat 3 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Jo. Pasal 11 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun
2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Tugas badan pelaksana, yaitu :
58
1. Memberikan pertimbangan kepada Menteri atas kebijaksanaannya dalam hal
penyiapan dan penawaran wilayah kerja serta kontrak kerja sama 2.
Melaksanakan penandatangan kontrak kerjasama 3.
Mengkaji dan menyampaikan rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dalam suatu wilayah kerja kepada Menteri
untuk mendapatkan persetujuan 4.
Memberikan persetujuan rencana pengembangan lapangan selain yang tercantum pada angka 3 di atas
5. Memberikan persetujuan rencana kerja dan anggaran
6. Melaksanakan pengawasan dan melaporkan kepada menteri mengenai
pelaksanaan kontrak kerja sama 7.
Menunjuk penjual minyak bumi danatau gas bumi bagian Negara yang dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi Negara
57. Salim. HS, Hukum Pertambangan, Opcit, Hal 245. 58. Ibid, Hal 245-246
B. Sumber Hukum Perjanjian Minyak dan Gas Bumi di Indonesia.