Unsur- unsur Tindak Pidana Zina

44 diharamkan yang dilakukan secara sengaja. Dari sini mereka sepakat bahwasanya bagi tindak pidana zina ada 2 dua rukun, yaitu : a. Persetubuhan yang diharamkan. b. Persetubuhan dilakukan secara sengaja atau ada tujuan melakukan tindak pidana. Selanjutnya akan kami jelaskan mengenai 2 dua rukun ini secara rinci. 7 a. Persetubuhan Yang Diharamkan Persetubuhan yang dianggap sebagai zina adalah persetubuhan dalam farji kemaluan. Ukurannya adalah apabila kepala kemaluan hasyafah telah masuk ke dalam farji walaupun sedikit. Juga dianggap sebagai zina walaupun ada penghalang antara zakar kemaluan laki- laki dan farji kemaluan perempuan, selama penghalangnya tipis yang tidak menghalangi perasaan dan kenikmatan bersenggama. Di samping itu, untuk menentukan persetubuhan sebagai zina adalah persetubuhan yang terjadi bukan pada miliknya sendiri. Dengan demikian, apabila persetubuhan terjadi dalam lingkungan hak milik sendiri karena ikatan perkawinan maka persetubuhannya tersebut tidak dianggap sebagai zina, walaupun persetubuhannya itu diharamkan karena suatu sebab. Hal ini karena hukum haramnya persetubuhan tersebut datang belakangan karena adanya suatu sebab bukan karena zatnya. Contohnya, seperti menyetubuhi isteri yang sedang haid, nifas, atau sedang berpuasa 7 Abdul Qadir Audah, Al- Tasyri‟ Al- Jina‟i Al- Islami Muqaranan bi Al- Qanun Al- Wad‟i, juz. 2, hlm. 349-350 45 Ramadhan. Persetubuhan ini semuanya dilarang, tetapi tidak dianggap sebagai zina. Apabila persetubuhan tidak memenuhi ketentuan- ketentuan tersebut maka tidak dianggap sebagai zina yang dikenai hukuman had, melainkan hanya tergolong kepada perbuatan maksiat yang diancam dengan hukuman ta’zir, walaupun perbuatannya itu merupakan pendahuluan dari zina. Contohnya seperti mufakhadzah memasukkan penis diantara dua paha, atau memasukkannya ke dalam mulut, atau sentuhan- sentuhan diluar farji. Demikian pula perbuatan maksiat yang lain yang juga merupakan pendahuluan dari zina dikenai hukuman ta’zir. Contohnya seperti ciuman, berpelukan, bersunyia- sunyi dengan wanita asing bukan muhrim, atau tidur bersamanya dalam satu ranjang. Perbuatan ini dan semacamnya yang merupakan rangsangan terhadap perbuatan zina merupakan maksiat yang harus dikenai hukuman ta’zir. 8 b. Persetubuhan Dilakukan Secara Sengaja Disyaratkan dalam tindak pidana zina bahwa mencukupi disisi pezina laki- laki atau pezina perempuan adanya unsur kesengajaan atau maksud melakukan tindak pidana, dianggap telah tepenuhinya maksud melakukan tindak pidana apabila si pezina laki- laki telah melakukan perbuatan yang ia mengetahui bahwasanya ia menyetubuhi perempuan yang diharamkan atasnya, atau apabila si pezina perempuan telah pasrah 8 Ahmad Mawardi Muslich, , Hukum Pidana Islam, cet. 1, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, hlm. 8-9 46 atau menyerahkan dirinya dan dia mengetahui bahwasanya laki- laki yang menyetubuhinya itu diharamkan atasnya. Maka jika seseorang diantara keduanya tersebut melakukan perbuatan tersebut secara sengaja sedangkan dia tidak mengetahui akan keharamanya maka tidak wajib diberikan hukuman had baginya. Contohnya, seperti orang yang membawa pengantin kepada seorang laki- laki padahal pengantin tersebut bukan istri dari laki- laki tersebut kemudian laki- laki tersebut menyetubuhinya. Ia mengira bahwasanya perempuan tersebut adalah istrinya, dan contoh lain seperti seorang laki- laki mendapati seorang perempuan berada di tempat tidurnya lalu ia menyetubuhinya hanya ia berkeyakinan bahwasanya perempuan tersebut adalah istrinya.

3. Dasar Hukum Larangan Zina

a. al- Qur’an

Secara eksplisit Allah menegaskan larangan mendekati perbuatan zina di dalam ayat yang diturunkannya kepada Nabi Muhammad SAW. Masih dalam periode Makiyyah karena perbuatan zina itu adalah perbuatan keji dan jalan prilaku hidup yang paling buruk. Dalam Surat al- Isra’, 17: 32, disebutkan :           Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buru k.” 47 Dalam ayat ini dua hal yang dilarang yaitu mendekati perbuatan zina dan mengerjakan perbuatan zina itu sendiri karena perbuatan zina itu adalah perbuatan keji dan jalan hidup yang buruk. Mendekati perbuatan zina saja sudah dilarang apalagi mengerjakan perbuatan zina itu. Oleh karena itu Allah mengharamkan perbuatan zina dan menghukum pelakunya dengan sanksi hukuman yang keras. 9

b. Hadits

Artinya: “Dari Ubadah bin Shomit dia telah berkata, Bersabda Rasulullah saw, ambillah kamu dari padaku, sesungguhnya Allah telah menetapkan bagi mereka yaitu perempuan perawan yang berzina dengan laki- laki bujangan hukuman mereka masing- masing didera 100 kali dan diasingkan satu tahun, dan janda apabila berzina dengan duda hukumannya dera 100 kali ditambah rajam.” 10 Dalam hadist ini dijelaskan bahwa pezina laki- laki atau baik bujang ataupun perawan, begitu pula baik dia itu janda maupun duda semuanya diancam dikenakan sangsi apabila berbuat zina, meskipun sangsinya berbeda- beda. 11 9 Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP, hlm. 60-61 10 Ibnu Hibban, Sahih Ibn Hibban, Beirut: Muassasah al-Risalah, 1993, juz. 10, hlm. 271 11 Asyhari Abd Ghofar, Pandangan Islam Tentang Zina dan Perkawinan Sesudah Hamil Suatu Pergeseran Nilai Sosial, Jakarta: Citra Harta Prima, 2001, hlm. 19