47
Dalam ayat ini dua hal yang dilarang yaitu mendekati perbuatan zina dan mengerjakan perbuatan zina itu sendiri karena perbuatan zina itu
adalah perbuatan keji dan jalan hidup yang buruk. Mendekati perbuatan zina saja sudah dilarang apalagi mengerjakan perbuatan zina itu. Oleh
karena itu Allah mengharamkan perbuatan zina dan menghukum pelakunya dengan sanksi hukuman yang keras.
9
b. Hadits
Artinya: “Dari Ubadah bin Shomit dia telah berkata, Bersabda
Rasulullah saw, ambillah kamu dari padaku, sesungguhnya Allah telah menetapkan bagi mereka yaitu perempuan perawan yang berzina dengan
laki- laki bujangan hukuman mereka masing- masing didera 100 kali dan diasingkan satu tahun, dan janda apabila berzina dengan duda
hukumannya dera 100 kali ditambah rajam.”
10
Dalam hadist ini dijelaskan bahwa pezina laki- laki atau baik bujang ataupun perawan, begitu pula baik dia itu janda maupun duda
semuanya diancam dikenakan sangsi apabila berbuat zina, meskipun sangsinya berbeda- beda.
11
9
Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP, hlm. 60-61
10
Ibnu Hibban, Sahih Ibn Hibban, Beirut: Muassasah al-Risalah, 1993, juz. 10, hlm. 271
11
Asyhari Abd Ghofar, Pandangan Islam Tentang Zina dan Perkawinan Sesudah Hamil Suatu Pergeseran Nilai Sosial, Jakarta: Citra Harta Prima, 2001, hlm. 19
48
c. Ijma’
Selain al- Qur’an dan Hadits, dasar hukum pengharaman zina juga
besumber dari Ijma’ Ulama, hal ini sebagaimana yang tertulis di dalam kitab al-
Ijma’ bahwasanya Ulama telah sepakat mengenai keharaman perbuatan zina.
12
4. Macam- Macam Zina
a. Zina Muhshan adalah zina yang dilakukan oleh laki- laki atau perempuan
yang sudah berkeluarga bersuami beristri. Dengan kata lain zina muhshan adalah persetubuhan diluar dengan seorang perempuan yang
sudah pernah melakukan pernikahan yang sah menurut agama Islam.
13
b. Zina ghairu muhshan adalah zina yang dilakukan oleh laki- laki dan
perempuan yang belum berkeluarga.
14
Dengan kata lain zina ghairu muhshan dapat dikatakan dengan persetubuhan diluar nikah yang
dilakukan oleh seorang laki- laki perempuan yang belum pernah terikat dalam suatu pernikahan yang sah jejaka perawan menurut agama
Islam.
15
12
Ibnu Mundzir, al- Ijma‟, Makkah: Maktabah Makkah al- Tsaqafiyyah, 1999, hlm. 160
13
Ishlah Farid, Delik Perzinaan dalam Perspektif KUHP dan Hukum Pidana Islam, Jakarta: Skripsi, 2011, hlm. 46
14
Ahmad Reza Fahlefi, Sanksi Zina Transeksual Dalam Tinjauan Hukum Pidana Islam, Jakarta: Skripsi, 2013, hlm. 41
15
Ishlah Farid, Delik Perzinaan dalam Perspektif KUHP dan Hukum Pidana Islam, Jakarta: Skripsi, 2011, hlm. 46
49
Dari definisi di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa perbedaan yang prinsipil antara zina muhshan dan zina ghairu muhshan adalah terletak
antara pernah mengalami senggama dengan cara yang sah dengan yang belum pernah menikah sama sekali. Apabila terjadi perzinaan antara seorang laki-
laki dengan seorang perempuan, bias jadi kedua- duanya telah menikah atau salah satunya yang sudah menikah dan satunya lagi belum menikah ghairu
muhshan serta bias jadi pula kedua- duanya ghairu muhshan belum menikah.
Dalam hal ini Tindak Pidana Lokika Sanggraha dapat dimasukkan dalam kategori zina ghairu muhshan karena seperti yang kita ketahui dari
definisi lokika sanggraha di atas yaitu melakukan hubungan biologis antara laki- laki dan perempuan tanpa adanya ikatan pernikahan yang sah.
5. Sanksi Pidana Perzinaan Lokika Sanggraha dalam Hukum Pidana
Islam
Pada permulaan ajaran Islam, hukuman bagi pelaku tindak pidana zina adalah dipenjarakan didalam rumah dan disakiti, baik dengan pukulan
maupun dengan dipermalukan. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat an-
Nisa’ ayat 15- 16: