Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

2 Hukum pidana adat adalah terjemahan dari istilah Belanda “ adat delicten recht” atau “ hukum pelanggaran adat”. apabila dikatakan perbuatan yang bertentangan dengan hukum pidana adat, maka ia harus diartikan lebih luas dari isti lah Belanda “ onrecht matigedaad” sebagaimana dinyatakan dalam pasal 1365 KUH Perdata BW yang menyatakan setiap perbuatan melanggar hukum yang merugikan itu mengganti kerugian. 3 Hukum pidana adat adalah hukum yang hidup living law dan akan terus hidup selama ada manusia budaya, ia tidak akan dapat dihapus dengan perundang- undangan. Andai kata diadakan juga undang- undang yang menghapuskannya, akan percuma juga, malahan hukum pidana perundang- undangan akan kehilangan sumber kekayaannya, oleh karena hukum pidana adat itu lebih dekat hubungannya dengan antropologi dan sosiologi dari pada hukum perundang- undangan. 4 Menurut hukum adat kesalahan kesopanan ialah semua kesalahan yang mengenai tata tertib tingkah laku sopan santun seseorang didalam pengulangannya dengan anggota kerabat dan masyarakat. Misalnya seorang pemuda tidak menghormati orang tua, wanita duduk dengan aurat setengah terbuka kesemuanya kesalahan kesopanan. Kesalahan kesusilaan ialah semua kesalahan yang menyangkut watak budi pekerti pribadi seseorang yang bernilai buruk dan perbuatannya mengganggu keseimbangan masyarakat. Misalnya 3 Hilman Hadikusuma, Hukum Pidana Adat, Bandung: PT Alumni, 1989, hlm. 7 4 Hilman Hadikusuma, Hukum Pidana Adat, hlm. 10 3 melakukan perbuatan maksiat, berzina, berjudi, minum- minuman keras, dan sebagainya. Kesemuanya merupakan perbuatan asusila. Walaupun dalam hukum adat tidak dibedakan antara yang bersifat kejahatan dan pelanggaran, maka dapatlah dikatakan bahwa kesalahan kesopanan itu termasuk pelanggaran, sedangkan kesalahan kesusilaan termasuk kejahatan. 5 Dharma adalah hukum hindu duniawi baik yang ditetapkan maupun tidak. Dharma adalah hukum yang bersumber dari karma phala atau hasil perbuatan yang dijadikan ukuran atau nilai- nilai untuk berbuat yang pantas atau seyogyanya. Menurut Kautilya Dharma dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu Kantaka Sodhana dan Dharmasthiya. Kantaka Sodhana pada umunya mengatur hal- hal yang menyangkut tentang dusta, corah dan paradara serta sanksi hukum yang patut dijatuhkan kepadanya. Dusta adalah kejahatan terhadap nyawa orang lain, Corah adalah kejahatan terhadap harta benda orang lain. Paradara adalah kejahatan terhadap kesopanan dan kesusilaan. Sedangkan Dharmasthiya pada umumnya mengatur tentang hukum keluarga dharma badhu, hukum perkawinan dharma vivaha dan hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan- perbuatan yang berisikan suatu perjanjian dan pengingkaran terhadap suatau yang diperjanjikan yang telah disepakati serta ganti rugi. 6 5 Hilman Hadikusuma, Hukum Pidana Adat, hlm. 70 6 I Made Suastika Ekasana, Seri Dharmasthya Hukum Perdata Hindu Dharma Bandhu Hukum Keluarga Hindu, Surabaya: Paramita, 2012 hlm. 3 4 Pada masyarakat Bali jika terjadi pelanggaran hukum misalnya pelanggaran yang menyangkut kesusilaan, maka dapat diberikan sanksi sesuai dengan hukum adatnya. Masalah kesusilaan bagi masyarakt adat Bali memiliki nilai- nilai yang sangat tinggi dan harus dijunjung tinggi. Hal tersebut terkait dengan pemahaman masyarakat Bali yang memandang kesusilaan sebagai sesuatu adalah menciptakan keseimbangan atau keharmonisan antara makro kosmos bwuana agung dan makso kosmis bwuana alit. Salah satu bentuk pelanggaran yang dikenal pada masyarakat Bali adalah lokika sanggraha. 7 Di daerah Bali ada perbuatan pidana delik yang dikenal dengan kualifikasi Delik Adat Lokika Sanggraha. Perbuatan yang di daerah Bali dikenal sebagai Lokika Sanggraha terjadi pula di daerah- daerah lain, hanya saja kualifikasinya mungkin berbeda atau mungkin tidak ada kualifikasi tertentu dan tidak pernah sampai diselesaikan lewat pengadilan, hal mana tentu tidak adil bagi si korban, tidak adanya kepastian hukum dan keadaan yang demikian itu akan dapat menimbulkan keresahan masyarakat. 8 Di dalam Kitab Undang- undang Hukum Pidana Republik Indonesia tidak dikenal adanya suatu delik Adat Lokika Sanggraha, Delik Lokika Sanggraha diatur dalam kitab Adhigama. Delik Lokika Sanggraha berawal dari seorang laki- laki telah menjanjikan kelak dikemudian hari akan mempersuntingnya sebagai istri sehingga wanita tersebut yang akhirnya bersedia menyerahkan segalanya 7 Thesis, Unika Soegijapranata, pdf. 8 I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat Bandung: Eresco 1993 hlm. 32 5 sampai terjadi hubungan biologis dan ternyata kemudiaan hari pria tersebut memutus hubungan cintanya tanpa alasan yang sah. 9 Ketentuan adat yang mengatur Delik Adat Lokika Sanggraha ini masih dipertahankan di dalam kehidupan masyarakat di Bali, sehingga pelanggaran terhadap delik- delik adat, khususnya Delik Adat Lokika Sanggraha yang dirasakan sebagai pelanggaran hukum masyarakat dan pelanggran keadilan masyarakat. Suatu hubungan biologis tersebut haruslah dijaga dan diarahkan agar terpelihara keseimbangan hubungan tersebut. Apabila aktivitas yang berhubungan dengan kebutuhan biologis yang dilaksanakan dengan tidak patut, maka akan menimbulkan gangguan baik yang bersifat “ sekala” nampak dengan panca indera maupun bersifat “ niskala” tidak nampak dengan panca indera, yang justru mengganggu hubungan baik yang sifatnya horizontal maupun yang sifatnya vertikal. 10 Sehubungan dengan Delik Lokika Sanggraha jika dikaitkan dengan Hukum Pidana Islam merupakan suatu jarimah zina. Hamka membuat definisi singkat tentang zina, yaitu: “Segala persetubuhan yang tidak disahkan dengan nikah, atau yang tidak sah nikahnya. “ perbuatan zina yang dianggap hal biasa oleh masyarakat secular 9 I Gusti Ketut Sutha, Bunga Rampai Beberapa Aspek Hukum Adat, Liberty: Yogyakarta, 1987 hlm. 72 10 I Gusti Ketut Sutha, Bunga Rampai Beberapa Aspek Hukum Adat,hlm. 72 6 modern merupakan tindakan yang terkutuk dan kejahatan berat dalam tinjauan syariat Islam. Maka, Allah mencegah terjadinya perbuatan zina. 11 Konsep tindak pidana perzinaan menurut hukum Islam jauh berbeda dengan system hukum Barat, karena dalam hukum Islam, setiap hubungan seksual yang diharamkan itulah zina, baik yang dilakukan oleh orang yang telah berkeluarga maupun yang belum berkeluarga asal ia tergolong orang mukallaf, meskipun dilakukan dengan rela sama rela. Kerusakan moral yang melanda dunia Barat menurut para ahli justru karena diperbolehkannya perzinaan yang dilakukan oleh orang dewasa. Perkawinan dalam bentuk rumah tangga di bentuk jika telah ada kecocokan, terutama setelah bertahun- tahun bersama. Inilah makna rumah tangga lebih di maknai sebagai pilihan yang sulit, kecuali setelah menjalani hidup bersama dan mengenal jauh pasangan masing- masing. Menurut penulis Delik Lokika Sanggraha dapat dikatakan sebagai jarimah zina, yaitu persetubuhan yang dilakukan oleh laki- laki dan perempuan tanpa adanya ikatan pernikahan. Akan tetapi meskipun sama-sama merupakan sebuah pelanggaran hukum, sanksi dari pelanggaran itu berbeda dengan sanksi yang terdapat dalam hukum pidana Islam. Bahkan apabila di laki- laki tersebut menepati janjinya, yakni menikahi si perempuan maka tidak ada sanksi hukuman baginya. Bagaimana hukum pidana islam memandang 11 Adian Husaini, Rajam Dalam Arus Budaya Syahwat Penerapan Hukum Rajam di Indonesia dalam tinjauan Syariat Islam, Hukum Positif dan Politik Global, Jakarta: CV. Pustaka Al- Kautsar, 2001. Hlm. 93 7 hal itu ? Untuk sanksi yang diterapkan bagi pelaku Delik Lokika Sanggraha akan dijelaskan lebih detail dalam skripsi ini. Maka dari itu penulis mengangkat judul “ Sanksi Bagi Pelaku Tindak Kesusilaan Lokika Sanggraha Pada Masyarakat Bali Perspektif Hukum Pidana Islam”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Focus masalah dalam studi ini berkisar pada masalah sanksi pelaku tindak pidana kesusilaan lokika sanggraha pada masyarakat Bali perspektif hukum pidana Islam. Dengan demikian dalam penulisan ini yang dijadikan masalah pokok ialah: 1. Apa yang dimaksud dengan tindak pidana Lokika Sanggraha di Bali? 2. Bagaimana sanksi bagi pelaku tindak pidana kesusilaan Lokika Sanggraha menurut hukum adat Bali? 3. Bagaimana sanksi bagi pelaku tindak pidana kesusilaan Lokika Sanggraha menurut hukum pidana Islam? Tindak pidana kesusilaan yang dijadikan focus kajian dalam studi ini dibatasi pada a Delik adat mengenai Lokika Sanggraha b Sanksi bagi pelaku tindak pidana kesusilaan Lokika Sanggraha dalam hukum adat Bali dan Sanksi bagi pelaku tindak pidana kesusilaan Lokika Sanggraha dalam hukum pidana Islam. 8

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Secara umum, studi ini bertujuan, pertama, menjelaskan tentang tindak pidana kesusilaan Lokika Sanggraha dalam hukum adat dan hukum pidana Islam; kedua, merumuskan dan menjelaskan mengenai sanksi bagi pelaku tindak pidana kesusilaan Lokika Sanggraha dalam hukum Adat dan hukum pidana Islam; Secara spesifik, penelitian ini bertujuan : a. Menjelaskan secara komprehensif tindak pidana kesusilaan Lokika Sanggraha dalam hukum adat dan hukum pidana Islam. b. Menjelaskan secara komprehensif sanksi bagi pelaku tindak pidana kesusilaan Lokika Sanggraha pada masyarakat Bali perspektif hukum pidana Islam.

2. Manfaat Penelitian

Adapun signifikansi penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut: a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai tindak pidana kesusilaan Lokika Sanggraha perspektif hukum pidana Islam b. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat membuka pemikiran pembaca mengenai sanksi bagi pelaku tindak pidana kesusilaan Lokika Sanggraha perspektif hukum pidana Islam.

c. Hasil penelitian ini selanjutnya diharapkan dapat memberikan

perbandingan kepada pembaca umumnya antara hukum adat , khususnya