Unsur- unsur Lokika Sanggraha

32 4. Hubungan seksual yang telah dilakukan menyebabkan si wanita menjadi hamil. 5. Si pria memungkiri janji untuk mengawini si wanita tanpa alasan. 13 Penjelasan dari unsur - unsur Lokika Sanggraha yaitu: 1 Tentang adanya hubungan cinta antara seorang pria dengan seorang wanita, disyaratkan si pria maupun si wanita harus masih berstatus “single” yaitu belum terikat tali perkawinan. Andaikata salah satu pihak atau kedua- duanya masing- masing telah terikat tali perkawinan, tidaklah dapat perbuatan yang demikian disebut Lokika Sanggraha, namun dapat dikualifikasikan sebagai drati karma sebagaimana tercantum pada pasal 284 Kitab Undang- undang Hukum Pidana. Hubungan cinta ini dapat dibuktikan melalui petnjuk- petunjuk yang menunjukan ke arah itu, misalnya surat- surat yang bernada cinta yang pernah dikirimkan oleh si pria kepada gadisnya atau kunjungan tetap si pria kepada gadisnya dan lain- lainnya. 14 2 Yang dimaksud hubungan seksual atau persetubuhan sesuai dengan Arrest Hoge Raad 5 Februari 1912, adalah perpaduan antara anggota kemaluan laki- laki dan perempuan yang biasa dilakukan untuk mendapatkan anak. Menurut Yurisprudensi tetap Mahkamah Agung, apabila kenyataan seorang laki- laki dewasa terbukti tidur bersama dengan seorang perempuan dewasa dalam satu kamar yang keduanya dalam keadaan normal, merupakan petunjuk bahwa 13 http:www . Hukum Hindu Hidup Teratur Berdasarkan Dharma.html 14 I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, Bandung: Eresco 1993 hlm. 41 33 lelaki itu telah bersetubuh dengan perempuan tersebut. Hubungan seksual ini haruslah didasarkan atas suka sama suka atau penyerahan secara pasrah serta ikhlas atas kehormatan si wanita, tanpa sedikitpun adanya unsure paksaan. Andaikata ada unsur paksaan maka sudah mengarah pada kejahatan pemerkosaan dari pasal 285 KUHP. 3 Menurut unsur ini si pria berjanji akan bertanggung jawab atas perbuatannya apabila terjadi kehamilan atas perbuatan mereka. Dari unsur inilah kemudian terjadi perkembangan pengertian dari Lokika Sanggraha dalam praktik pengadilan termasuk Raad Kerta, yaitu dengan menambah satu unsur lagi, unsur adanya kehamilan. Karena si gadis atau orang tuanya atau keluarganya baru merasa mendapat malu kemudian mengadu kepada yang berwajib apabila terjadi kehamilan ini. Andai kata kehamilan ini tidak terjadi, maka biasanya si gadis tidak pernah melaksanakan pemutusan hubungan cinta dari pacarnya, dan otomatis kasus Lokika Sanggraha pun tidak ada. 4 Syarat untuk adanya Lokika Sanggraha adalah hamilnya si wanita. Apabila hubungan seksual terebut tidak mengakibatkan si wanita hamil, konsekwensi logisnya adalah tidak ada Lokika Sanggraha. 5 Yang dimaksud dengan unsur ini adalah si pria mungkir atau mengaku tidak pernah berjanji untuk mengawini si wanita serta tidak melanjutkan hubungan cinta dengan gadisnya hingga ke jenjang perkawinan. Pemutusan ini secara sepihak, yaitu datangnya dari pihak si pria. Dan andaikata pemutusan itu datangnya dari pihak si gadis, hal tersebut bukanlah delik adat Lokika 34 Sanggraha. Ada beberapa factor penyebab pemutusan ini, misalnya: kebosanan, si laki- laki mendapat pacar baru, ketidak setujuan orang tua dan lain- lain. 15 Melihat unsur- unsur Delik Lokika Sanggraha diuraikan diatas maka jenis ini adalah delik formil perbuatannya dilarang. Akan tetapi menurut pasal 359 Adhigama. Dalam praktek peradilan selama ini, mereka yang dapat dipidana hanya laki- laki terbukti berjanji untuk mengawini wanita, lalu mengadakan persetubuhan sehingga terjadi kehamilan, dan selanjutnya laki- laki itu tidak mau bertanggungjawab atas akibat perbuatannya itu. Jadi peradilan selama ini memberikan arti dari Delik Lokika Sanggraha adalah delik Materiil delik dianggap terlaksana dengan timbulnya akibat yang dilarang. Disamping itu, dalam praktek peradilan Delik Lokika Sanggraha lazim dipraktekan sebagai delik aduan. 16 Jadi Lokika Sanggraha perbuatan yang dilakukan seorang pria menghendaki layanan pemuas nafsu pribadi seorang wanita bebas muda janda kemudian tidak mengawini wanita bersangkutan, perbuatan mana bertentangan dengan Lokika Sanggrha, bahwa setiap kehamilan, hendaklah menurut agama serta pastinya status anak yang lahir dan kehamilan tersebut menurut hukum. 15 I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, hlm. 42 16 I Gusti Made Darmayana, Kedudukan Anak Luar Kawin Akibat Delik Lokika Sanggraha Dalam Hukum Adat Waris Bali Di Kabupaten Tabanan Propinsi Bali, Tesis: Universitas Diponegoro, Semarang, 2003 hlm. 30 35 Sebagaimana yang dimaksud di atas perbuatan ini menurut hukum adat adalah delik. Atas ini kita bersyukur, khususnya adanya ketentuan Delik Lokika Sanggraha itu. Sedang menurut penegasan para ahli, dalam KUHP perbuatan jenis Lokika Sanggraha didepan tidak diatur. Lokika Sanggraha bukanlah norma hukum adat yang bernilai lahiriah social, melainkan social- religious adanya. 17 Dari apa yang telah diuraikan di atas ternyatalah banyak bentuk- bentuk atau wujud- wujud budaya yang timbul yang erat kaitannya dengan masalah sex. Kesemuanya itu pada hakekatnya adalah merupakan pandangan adat yaitu dalam hubungannya dengan bagaimana adat memandang kehidupan sex itu sendiri. 18

C. Sanksi Lokika Sanggraha dalam Hukum Adat Bali

Sanksi adat yang ditentukan dalam ketentuan Pasal 359 Kitab Adi Agama bila terjadi Lokika Sanggraha adalah berupa denda 24.000 dua puluh empat ribu uang kepeng, yang dibebankan kepada laki- laki yang mengingkari janjinya untuk mengawini gadisnya. Dicantumkannya sanksi adat berupa denda dalam ketentuan tersebut di atas secara spontan yang tujuannya tiada lain untuk mengembalikan keseimbangan masyarakat yang terganggu akibat perbuatan Lokika Sanggraha. Yang tidak jelas dari ketentuan tersebut adalah apakah ada keharusan si laki- laki mengawini menikahi si gadis yang diputusi cintanya 17 I Gusti Made Darmayana, Kedudukan Anak Luar Kawin Akibat Delik Lokika Sanggraha Dalam Hukum Adat Waris Bali Di Kabupaten Tabanan Propinsi Bali, hlm. 31 18 I Gusti Ketut Sutha, Bunga Rampai Beberapa Aspekta Hukum Adat, hlm. 79 36 tersebut. Atau dengan perkataan lain, apakah ada suatu kewajiban si laki- laki untuk mengawini menikahi si gadis yang dihamilinya itu. 19 Jenis tindak pidana adat semacam Lokika Sanggraha ini juga terdapat di daerah lain misalnya di Palembang, Dr. Lublink Woddik memberitakan di dalam disertasinya: “ Adat delicttenrecht in de rapat marga rechtspraak van Palembang” 1939, bahwa rapat- rapat marga sering mengadili perkara tentang: 1. Bujang gadis bergubalan lantas bunting 2. Janda bergubalan lantas bunting 3. Laki- laki berzina pada gadis atau janda tidak bunting 4. Bunting gelap Hukuman yang dijatuhkan oleh rapat- rapat marga tersebut, ialah denda dan pembasuh dusun. Dimana terang siapa yang menyebabkan bunting itu. Maka rapat marga memutuskan supaya laki- laki mengawini gadis yang bersangkutan dan jikalau laki- laki itu tidak sanggup kawin, ia harus membayar uang “ penyingsingan” kepada pihak yang terkena. 20 Apa yang terdapat di Palembang tersebut serupa dengan kasus Lokika Sanggraha yang di kenal di Bali. Di Bali untuk kasus Lokika Sanggraha penjatuhan sanksi reaksi adatnya hanyalah terbatas pada denda 24.000 uang kepeng, sedang di Palembang memberikan pilihan kepada si laki- laki apakah ia 19 I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, hlm. 47 20 Nyoman Serikat Putra Jaya, Relevansi Hukum Pidana Adat Pembaharuan Hukum Pidana, Depok, Thesis, 1988 hlm. 140